Senin, 19 November 2018

Orientasi Media adalah Persoalan Bisnis


Iqbal Maulana (kanan)


Hampir semua media di negeri ini orientasinya adalah persoalan bisnis. Karena sesungguhnya media memiliki dua sisi.

“Terkadang media adalah objek yang dikuasai,” kata Alumni Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Iqbal Maulana, saat diskusi bersama Komunitas Ruang Literasi dengan tema Media & Kekuasaan, di Jalan Veteran 22, Margajaya, Bekasi Selatan, Ahad (18/11).

Subjek yang menguasai media ada empat. Pertama, pemerintah. Kedua, iklan sebagai sumber masukan. Ketiga, pemilik media sebagai pemodal dan sebagai orang yang ideologinya tersalurkan. Keempat, kelompok-kelompok yang penekan.

“(Kelompok penekan) ini kelihatannya remeh, tapi punya pengaruh juga,” kata pria yang akrab disapa Alan ini.

Selain media itu dikuasai, lanjutnya, media juga menguasai. Artinya, media menguasai masyarakat sebagai konsumen informasi. Lantas kita harus bagaimana di tengah derasnya arus informasi?

Alan menyebutkan bahwa pentingnya seseorang agar punya kemampuan dan pengetahuan mengenai literasi media. Literasi media, menurutnya, bukan hanya sekadar tahu cara penggunaan internet dan berselancar di media sosial saja.

“Literasi media berarti kita harus paham informasi atau konteks yang ada pada informasi itu,” katanya.

Ia mengibaratkan, informasi seperti masakan. Di dalamnya terdapat koki, bumbu, dan bahan-bahan sebelum masakan atau berita disajikan.

“Misalnya, ada warung padang yang ayam bakarnya gosong, ada warung padang yang sambalnya pedas, tapi ada juga warung padang yang sambalnya tidak pedas. Bumbu itu yang menentukan adalah koki yang memasak,” jelas pemuda yang berdomisili di Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi ini.

Sementara ‘koki’ yang memasak berita tentu sesuai dengan kebijakan redaksional itu sendiri. Maka sebenarnya, bisa dikatakan bahwa jurnalis adalah buruh.

“Kalau kita menyalahkan mereka karena banyaknya hoaks atau berita palsu, mereka sebenarnya tidak mau menulis itu. Tapi mereka mencari uang melalui itu,” katanya.

Jadi, imbuh Alan, konsumen berita harus mengarahkan telunjuk untuk melakukan protes atau kritik bukan kepada Jurnalis yang membuat berita, tetapi kepada sistem dari media yang di dalamnya mereka bekerja.

“Kenapa sistemnya seperti itu? Karena media hanya mengejar dan berorientasi kepada uang, kalau online ya hanya mengejar banyak yang meng-klik linknya,” pungkas Alan.

Sebagai informasi, Ruang Literasi mengadakan diskusi interaktif di setiap akhir pekan. Yakni pada Minggu sore. Pekan depan, Ruang Literasi akan memulai diskusi tematik, dengan tema besar Agama dan Kemanusiaan di Alun-alun Kota Bekasi.
Previous Post
Next Post