(Disadur dari NU Online dan sumber lainnya)
KH Bisri Syansuri merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pernah menjadi Rais Aam PBNU pada 1971-1980. Ia lahir di Tayu, Jawa Tengah, pada 18 September 1866. Kiai Bisri adalah keturunan dari Kiai Khalil Lasem, Kiai Ma'sum, dan Kiai Baidawi dari Tayu.
Kiai Bisri belajar ilmu agama sejak kecil. Sebelum ia mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng, terlebih dulua ia belajar kepada Kiai Soleh dan Kiai Abd Salam dari Tayu, Kiai Kholil Kasingan Rembang, Kiai Syu'aib Sarang Lasem, hingga Kiai Kholil Bangkalan.
Di Tebuireng, ia belajar ilmu agama langsung kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari. Bersama sahabat sekaligus kakak ipar, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri belajar di Tebuireng selama enam tahun. Keduanya bersama-sama menyebarkan agama Islam melalui partai atau pun lembaga keagamaan.
Kiai Bisri dikenal menonjol dalam penguasaan ilmu agama, terutama mengenai pokok-pokok hukum fiqih. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Makkah bersama Kiai Wahab.
Di sana, ia menikahi adik kandung Kiai Wahab, Nyai Hj Nur Khodijah. Pascamenikah, ia pulang ke Indonesia dan menetap di Tambakberas, Jombang hingga dikaruniai sembilan orang anak. Salah satunya Ny Hj Sholihah yang kemudian menikah dengan KH A Wahid Hasyim, ayah Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid.
Lalu, Kiai Bisri mendirikan Pesantren Mamba'ul Ma'arif di Desa Denanyar, Jombang atas restu mertuanya KH Hasbullah dan restu sang guru KH Hasyim Asy'ari. Melalui pesantrennya, ia menyebarkan pendidikan agama di Desa Denanyar yang dulu dinilai sebagai daerah paling rawan kejahatan di Jombang.
Kiai Bisri bersama Kiai Wahab, mendirikan berbagai perkumpulan yang menjadi basis pergerakan nasional dan juga sebagai embrio lahirnya NU. Yakni Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916, Tashwirul Afkar atau Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran) pada 1918, dan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar).
Dari situlah membuktikan bahwa Kiai Bisri tak hanya memiliki dedikasi di dalam dunia pendidikan saja, tetapi juga turut aktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Menjelang peristiwa 10 November di Surabaya, ia menjabat sebagai kepala Staf Komando. Tugasnya menjadi penghubung antara gerakan massa yang dikerahkan Bung Tomo dengan para kiai di seluruh Jawa dan Madura.
Pada 1946, Kiai Bisri juga terlibat dalam lembaga pemerintahan dimulai dengan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili unsur Masyumi, tempat NU tergabung secara politik.
Kiai Bisri juga pernah menjadi Wakil Ketua Markas Ulama Jawa Timur (MODT) pada 1947-1955 dan Ketua Markas Pertempuran Hisbullah Sabilillah (MPHS) pada 1947-1949. Tahun 1955-1959, Kiai Bisri menjadi anggota Dewan Konstituante.
Kiai Bisri juga dianggap banyak tokoh sebagai guru yang sangat berpengaruh, salah satunya oleh sang cucu, Gus Dur. Dalam kisah yang diceritakan Gus Dur, Kiai Bisri adalah orang yang teguh memegang fiqih (jurisprudensi Islam), tapi tak mempersoalkan kepemimpinan non-Muslim di desanya.
Seperti itulah kiprah dan kontribusi Kiai Bisri Syansuri semasa hidup. Maka ketika Sandiaga Uno atau Bang Sandi melangkahi makam Kiai Bisri, ketahuilah hanya ada dua hal yang menjadi penyebab utama. Pertama, karena kebodohannya. Kedua, karena ketidaktahuannya.
Penyebab kedua hal itu adalah karena tidak pernah ngaji. Wallahua'lam...
0 komentar: