Jumat, 11 Desember 2020

Gus Dur dan Ekonomi Kerakyatan


Sumber gambar: alif.id


Salah satu tujuan dan cita-cita Indonesia merdeka adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disebut dengan istilah masyarakat adil dan makmur. 


Bagi KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dalam buku ‘Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara, Demokrasi’ (2006) upaya yang dicita-citakan dalam UUD 1945 itu memiliki persamaan dengan prinsip maslahah dalam Islam.


Prinsip itu diambilnya dari sebuah kaidah yang sangat populer di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yakni tasharruful imam  ala raiyyah manutun bil maslahah. Artinya, kebijaksanaan dan tindakan seorang pemimpin harus bertautan dengan kesejahteraan rakyat. 


“Maka jelas bahwa upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat menjadi bagian dari integral perjuangan Islam,” kata Gus Dur.


Dalam  Islam, lanjut Gus Dur, masalah kecukupan jelas ada aturannya. Salah satunya adalah mencapai perolehan yang tinggi tanpa mencegah orang lain mencapai hal sama. Kesamaan hak itulah yang menurut Gus Dur perlu mendapat tekanan. 


Sebab dalam konsep kapitalisme klasik tidak pernah dipikirkan tentang gairah mencapai hal yang maksimal. Namun senantiasa manusia lain justru menjadi korban. Hal tersebut merupakan pemaknaan Gus Dur dari Surat At-Takatsur ayat 1-2. 


Menurut Gus Dur, hal paling pertama yang mesti dilakukan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah perubahan orientasi ekonomi yang terletak pada dua bidang utama. 


Pertama, pertolongan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dilakukan dengan pemberian kredit dengan bunga rendah sebagai modal pembentukan UKM untuk mengatasi kemiskinan. 


Kedua, langkah pertolongan kepada UKM itu harus disertai dengan pengawasan yang ketat. Hal tersebut mesti dilakukan di tengah lika-liku birokrasi yang memang merupakan hambatan tersendiri bagi upaya memberikan kredit murah untuk menolong UKM. 


Selain itu, Gus Dur juga menekankan pada tiga hal yang lain. Di antaranya peningkatan pendapatan masyarakat untuk menciptakan kemampuan daya beli yang besar, pengerahan industri guna menghidupkan kembali penyediaan barang untuk pasaran dalam negeri, dan independensi ekonomi dari yang sebelumnya bergantung pada tata niaga internasional.


Lebih jauh Gus Dur mengatakan bahwa ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki mekanismenya sendiri. Oleh karena itu, haruslah dirumuskan para ahli ekonom. Mereka harus mempertimbangkan kaitan perekonomian dengan hal-hal dalam kehidupan. Seperti politik, hukum, teknologi, pasar, agama. 


Selanjutnya menurut Gus Dur, perekonomian tidak pernah terlepas dari perdagangan atau transaksi. Baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dengan kata lain, tidak ada tempat untuk memisahkan perekonomian dalam negeri degan perekonomian global.


“Oleh karenanya, globalisasi ekonomi merupakan suatu hal yang niscaya selagi menghilangkan sifat eksploitatif perusahaan-perusahaan besar atas perekonomian negara berkembang. Dengan pendekatan non-eksploitatif, tidak dibenarkan adanya perkembangan pasar tanpa campur tangan pemerintah, minimal untuk terjadinya eksplotasi itu sendiri,” tulis Gus Dur dalam buku Islamku, Islam Anda Islam Kita halaman 188-190.

Previous Post
Next Post

0 komentar: