Minggu, 16 Agustus 2015

Aku pasrah berserah sudah

Aku pasrah berserah sudah
Mari bercerita pada keheningan
bersua di tengah sepi
atau bergumam di keramaian
adakah kau berpikir percuma?
atau kau berkata semua tak bisa?
Ada ribuan cerita yang mesti diungkapkan
tentang surga di bumi
namun seolah hening
seperti tak terdengar
aku pasrah
berserah sudah
Mari berjumpa di tengah sepi
sembari nikmati secangkir kopi
namun kecewa menghampiri
sebab kini tak lagi aku temui
menanti sepi tak kunjung menepi
aku pasrah
berserah sudah
Sudah ramai di mana-mana
hingga permai sudah hilang aduhai
gumamku tak terhirau
tentang bangsa yang kian kemilau
namun kau menanggapi
bangsa yang kemilau
justru buat hati menggalau
aku pasrah
berserah sudah
Lalu,
aku pasrah
berserah sudah
sampai nanti entah
aku tetap pasrah
berserah sudah
Kaliabang Nangka, 16 Agustus 2015
Aru Elgete

Tersembunyi dalam sunyi?

Tersembunyi dalam sunyi?
Kawan, pernahkah kau rasa kini mulai berbeda?
Kita tak lagi mengigau karena mimpi yang sama.
Seperti ada yang tersembunyi dalam sunyi.
Haruskah tertawa dengan kepalsuan?
Atau bercerita tentang kebohongan?
Aku mungkin salah, mungkin pula kau rasa tak salah.
Kawan, seperti ada yang tersembunyi dalam sunyi.
Aku menerka segala suka.
Tetap aku bertanya.
Seperti ada yang tersembunyi dalam sunyi?
Tak terdengar riuh, tak terlihat kasat.
Kita bersama sudah menahun, bukan?
Adakah kepalsuan yang tiada?
Atau kebohongan yang mengada-ada?
Seperti ada yang tersembunyi dalam sunyi.
Bukan ilusi juga tak mimpi.
Aku tak mendengar riuh, juga tak melihat kasat.
Seperti ada yang tersembunyi dalam sunyi.
Atau sunyi yang menyembunyikan bunyi?
Atau sembunyi-sembunyi sunyi menari?
Hingga tak terdengar riuh, juga tak terlihat kasat.




Kaliabang Nangka, 16 Agustus 2015
Aru Elgete

Kamis, 13 Agustus 2015

Merdeka di Kalimalang

Kasih, sudah berapa malam kita tak saksikan keramaian dari kegelapan dan dari sudut yang hampir sunyi; Kalimalang?
Dari sana, dari Kalimalang, kita melihat orang-orang saling berebut untuk memerdekakan diri, saling memberi peringatan agar mengalah dan saling mengumbar amarah.
Bahkan, tak jarang, kita saksikan mereka tertimpa kendaraannya sendiri, karena sudah tak sabar untuk merdeka dari kepenatan.
Mereka terjatuh di atas bebatuan, di pinggir jalan, lalu segera bangkit dan lekas menjemput kemerdekaan. Penuh perjuangan.
Dari sudut yang hampir sunyi, banyak pula yang gaduh. Sekadar mengusik dengan membisik, atau tertawa melihat penderitaan manusia yang sedang berusaha memerdekakan diri.
Dari sudut yang hampir sunyi, kita melihat sudut kesunyian yang lain. Mereka berdiskusi tentang cinta; dari manusia, alam, hingga tentang cinta kepada Tuhan.
Di sudut kesunyian, di Kalimalang, setiap manusia memiliki tujuan kemerdekaan yang beragam. Merdeka dari kepenatan, atau merdeka dari keterasingan akal pikiran.
Silakan berjumpa, bersuka, berduka, bercerita, bernostalgia ria, dan berjuang untuk merdeka di sana. Tapi bukan tak mungkin, akan tersuguh sebuah penderitaan.
Aku rindu dengan keromantisan purnama di kalimalang, juga kecantikan angin yang menggulung air, aku juga merindumu serta malam pada kemesraan kalimalang.
Semoga lusa, kita kembali memerdekakan malam dengan tenang, memerdekakan tidur dengan keindahan angan yang melayang-layang. Kasih, kita segera merdeka.
Kaliabang Nangka, 13 Agustus 2014
Aru Elgete

Bagaimana malam...

Bagaimana malam...
Bagi sebagian orang, malam merupakan tempat di mana cahaya saling berdatangan.
Mengisi lamunan, meratapi tangisan, atau menginspirasi pikiran.
Bagi sebagian orang yang lainnya, malam adalah pancaran kebahagiaan.
Bercengkrama dengan pacar, bercerita dengan teman sekamar, atau sekadar bersandar sambil bergitar.
Bagi Ibu Rumah Tangga, malam ialah tempat beristirahat, setelah seharian bertemankan keringat, berkecamuk dengan pekerjaan yang berat, agar tak Tuhan beri laknat.
Bagi para agamawan, malam dijadikan sebagai tempat bersandar, tempat bersujud pada Dia Yang Mahabenar, tempat berlindung dari keduniaan yang hingar-bingar.
Bagi para penghuni senayan, malam menjadi sebuah misteri.
Entah untuk bernegosiasi, mengatur strategi, atau mencari istri lagi. Seakan mereka lupa pada negeri yang selalu memberi.
Bagi para sastrawan, malam serupa untaian kata.
Bersenandung dalam cinta, mengungkap rasa dengan gelora, tanpa sesiapa yg menerka. Dalam kata.
Malam adalah kehidupan. Silakan hidupi dengan cinta, dengan nista, dengan cahaya pelita, dengan segala keniscayaan yang ada. Malam juga penuh duga tak terduga.
Malam tak pernah bersalah. Malam tak pernah keluarkan amarah. Malam tak pernah lahirkan apa-apa. Bahkan, malam akan pergi dengan kesia-siaan. Jangan salahkan malam, bila pagimu tak indah. Jangan memaki malam, bila siangmu tak bercurah anugrah. Maknai malam dengan naluri.
Kaliabang Nangka, 13 Agustus 2015
Aru Elgete

Jumat, 12 Juni 2015

Aku ingin pulang

Aku ingin pulang
Kasih,
jika tiba waktuku nanti
bersemayam dalam pelukmu
nikmati keindahan tiada jemu
aku bersumpah
untukmu segala kesah
kepadamu seluruh keluh
teruntukmu semua resah
Kasih,
aku rindu saat ini
ingin rasanya mencumbu
dengan hasrat penuh syahdu
di pelupuk malam aku mengadu
hanya itu
tiada lagi aku mampu
selain memanggil namamu
oleh cinta yang tak mampu ku madu
Kasih,
cintamu yang tak berbilang
membuat hati melayang-layang
melindungi dengan kasih sayang
adalah nalurimu agar aku tak malang
aku ingin pulang
ke rumahmu yang berlatar lapang
aku ingin riang
bersama keabadian dalam senang
Bekasi, 12 Juni 2015
Aru Elgete

Senin, 08 Juni 2015

Inilah Keakuanku




Namaku Indonesia
aku negeri yang kaya
di dalam tubuhku
segalanya pasti kau temu

Aku Nusantara
indahku terbentang melintang
tiada tanding tiada tara
decak kagum bersuara
sebab semuanya bersaudara

Akulah Zamrud Khatulistiwa
hijau permai terlihat damai
ribuan sawah melimpah ruah
membuat enggan kaki melangkah
bagi siapa saja yang mampir sudah

Namun apa daya
kini tubuhku kotor
ternoda oleh ulah koruptor
pernah pula aku dihajar diktator

Mereka bersenang-senang di tubuhku
bermain politik penuh intrik
hancur sudah seluruh tubuh
seakan tak peduli
bila lusa aku mati

Tubuhku sudah terkontaminasi
sebab peradaban yang tak lagi terisolasi
kini era globalisasi
mereka lupa bagaimana aku yang asli

Aku ingin berkembang
tapi jangan kau hapus keakuanku
pertahankan tubuhku yang lama
tetap pertahankan
meski peradaban tetap berjalan

Akulah Pusaka
sejarah magis ada di tanganku
mantra leluhur yang sakti
kini tinggal cerita bagi manusia di kota
namun derita bagi manusia di desa
sebab desa kini kau anggap kuno
bahkan kau berani bilang
bahwa desa sudah usang
tak perlu lagi diperhatikan

Kalau begitu
baiknya kau tunggu
tiga atau empat dasawarsa nanti
seperti apa tubuhku ini

Semoga aku tetap sehat
menjadi kuat karena terawat
oleh manusia yang kuat
bukan oleh pejabat keparat

Bekasi, 8 Juni 2015
Aru Elgete

Kamis, 04 Juni 2015

Rinduku

Rinduku
Derap langkah kian gemuruh
teruntai asa penuh seluruh
debar dada selalu saja menggaduh
saban malam hati rasa mengaduh
Kalau rindu tak bersendu
aku ingin menanti meski pilu
hingga waktu yang berjalan selalu
menjadikan rindu tak lagi kelu
Kasihku,
semoga waktu tak membeku
di pengujung nafasku
saling rindu kita bertemu
bahagia tentu tak semu
Rinduku semoga sungguh tak lusuh
hingga nanti merajut asa bersama
meski tubuh bercucur penuh oleh peluh
aku tetap takkan menanam keluh
sebab kita aku berharap
agar bersama tak lelah sungguh resah
Bekasi, 4 Juni 2015
Aru Elgete

Senin, 01 Juni 2015

Cintaku mendaku

Cintaku mendaku
Dengan sepi aku menepi
berharap agar ramai oleh damai
aku ingin nafas berderu sunyi
ketika waktu kian menggerutu
Oleh hening tiada jua aku berpaling
gemakan hati dengan cemeti
agar segala rupa teringat kembali
karena itu cintaku mendaku
Aku yakin cintaku tak miskin
untuk dia yang melulu kaya
aku menunggu waktu
biar cinta ini tetap mendaku
Di balik sendu aku berlindung
dari kejahatan yang tak berbendung
sebab syahdu akan memandu
sebuah ungkapan cinta
untuk dia yang setia
menantiku sampai pagi lagi tiba
Bekasi, 1 Juni 2015
Aru Elgete

Selasa, 12 Mei 2015

Aku Bekasi

Aku Bekasi
Tampak urakan
berantakan
tak karuan
bicara tak sopan
pendidikan mungkin enggan
semuanya adalah ucapan
yang tak bertuan
Ah,
Mereka tentu belum menyusup
ke dalam lubang terdalam
di pengujung rasa
pada desah nafas terhela
menuju jiwa yang rela
Duhai para penggunjing
kalian tahu bagaimana maling?
mereka berani lalu sembunyi
berhadap tiada nyali
sesaat menghampiri
lalu berlari lagi
Walau aku pendatang
di Bekasi ini
tetap aku meradang menerjang
pada siapa yang terang menyerang
Sebab mati siapa tahu
kalau bukan Dia yang itu
aku entah kapan mati
namun yang pasti
aku ingin mati di sini
di Bekasi
Setiap bangsa pasti bertanda
semacam ciri yang berada
Bekasi juga begitu adanya
bicara tak sopan
berantakan
serta tampak tak berpendidikan
itu hanya tampak luar
luar tak berarti liar
Engkong sang pendidik
kenali agama agar hidup tak pelik
kurangi mata mendelik
indah dunia kian menilik
Agama sebagai pedoman
juga pegangan
agar tak tersungkur
ke dalam lubang penuh kufur
Bila sekilas tampak tak indah
belum tentu hati merana
sebab dengan ibadah
bahagia akan kami kelana
Sila kau mampir
ke Kota Jakarta lalu melipir
di Bekasi kau hadir
pahami budaya dan segala rupa
agar nanti tak sesat pikir
pulang ke rumah dengan tiada nestapa
Aku Bekasi
meski tak lahir di sini
jiwaku tetap bersih
membela bumi yang terpijak hari ini

Kaliabang Nangka, 12 Mei 2015.
Aru Elgete

Minggu, 10 Mei 2015

Rasa yang merasa

Rasa yang merasa
Sepi
Hening
  Sunyi
    Senyap
      Bungkam
        Diam
          Terkam
            Sergap
              Mangsa
                 Kecamuk
                    Gelora
                      Gelegar
                      Sepi
                     Hening
                   Sunyi
                 Senyap
               Bungkam
             Diam
           Terkam
          Sergap
        Mangsa
      Kecamuk
    Gelora
Gelegar
Duuarr!
Sepi
lalu menggelora
kemudian hening
menghilang sedia kala
berganti kala mewaktu
aku rasa merasa
kini sepi menyepi
esok bungkam memangsa
sunyi yang mengangkasa
entahlah...
mulai sepi sampai gelegar
adalah rasa yang tertawan
barangkali kita mengerti
semoga tak lugu
hingga senja menua nanti
                
Bekasi, 10 Mei 2015
Aru Elgete

Rabu, 22 April 2015

Politisasi Rasa

Politisasi Rasa
Mulanya kita bersama
saling bercerita pada titik yang sama
berkisah selalu dimula pertama
tiada akhir yang terpikir
Aku bicara soal rasa
kala itu
di ruang remang semu
mungkin kini kau sudah jemu
Kini kita entahlah
kau politisasi sebuah rasa
demi kepentingan pribadi
kau anggap itu hanya sekadar guyon
namun bagiku
kau hancurkan segala-gala
Kawanku,
ceritaku yang kau politisasi itu
bukan lelucon
soal rasa bukan sekadar perisa
maafkan jika aku sudah tak lagi kuasa
aku ini biasa
bisa tak biasa
ketika kau anggap aku hanya biasa saja
Kawan,
Politisasi rasa itu
bukan masalah yang berdarah-darah
tapi "mematikan" siapa pun yang kau anggap lemah
karena dilemahkan!
Kawan,
mulai kini
sudahi itu
aku tak ingin lagi
kita bersuara
namun seperti diam
tak lagi membara
Kawanku,
yang gemar mempolitisasi rasa
tulisan ini untukmu
agar kau tak lagi begitu

Bekasi, 22 April 2015
Aru Elgete

Sabtu, 11 April 2015

Tak ku beri judul

Tak ku beri judul
Kasih, satu semester kita bersama
berawal dari rima yang ria
berlalu pada setiap langkah keindahan
kita rangkai canda teruntai
Kasih,
bila kini kau duka
penuh luka dalam dada
sila kembali pada mula kita ada
Bila kini kau bahagia
sadarlah duhai dara
bahagia dan duka selalu ada dalam kita
bahwa duka 'kan datang dengan suka
Amelia,
kala kau lelah
mohonkan pada Rabb Pemilik Raya
agar susah kita bersudah
bahkan menyerah
Amelia,
kala hasratmu memarah
jangan cepat-cepat luapkan amarah
sesal menanti di belakang arah
karena waktu tak pernah berhenti melangkah
Amelia,
di satu semester ini
coba renungkan di dalam hati
adakah aku tak beri bahagia?
atau bagaimana?
suguhan makna bahagia untukmu, seperti apa?
Sila melangkah
untuk bahagia yang lain
bila denganku
melulu duka nan resah
Bekasi, 11 April 2015
Aru Elgete

Senin, 16 Maret 2015

Aku rasa berbeda

Aku rasa berbeda
Kasih
barangkali nanti kau lelah
jangan amarah kau kesah
sungguh rindu ini membuncah
Pada setiap tetes darah
ada doa tertumpah
untuk kita bersama
dalam segala dilema
Aku yang bodoh
penuh nafas dengan seloroh
mereka mencemooh
Aku memang bodoh
Kasih
perlu kau tahu
bahwa hasrat yang rekat
asmara kian melekat
Kalau tak lagi ada cinta
aku katakan pada semesta
bahwa aku terlalu buta
peduli saja aku entah
Betulkah?
Di gerbang senja ini
aku rasa berbeda kini
tak lagi canda berarti
mungkin semua telah mati
Kasih
Aku bersumpah
bahwa tiada cinta mendua
tiada rasa menua
selain kau yang terbawa
dalam lamunan pada dewa
Mungkin maaf saja tak cukup
agar salah tertutup
demi rima yang indah
puisi yang memesona
aku rindu kita berdua
dengan canda penuh tawa
Bekasi, 16 Maret 2015
Aru Elgete

Selasa, 06 Januari 2015

Rindu yang terjawab

Rindu yang terjawab
Kemarin
pada angin berhembus
aku melahap malam
dengan rasa sedemikian tandus
Dalam dada penuh makna
ada rindu yang memandu
setiap langkah teriring sendu
juga cemas yang mengemas
Tak sedikit rasa
aku takut
demi hening malam yang mengangkasa
sungguh
aku takut
barangkali, aku ini pengecut
Aku menari pada dendang riang
walau rasa dalam hati di ujung lubuk
tetap saja tak melenggang
masih erat memeluk
Namun hari ini tak sama
sejak mentari yang menjingga
aku bahagia
tentu tak berhingga
Walau lelah mungkin saja
kita bersama kembali sahaja
rangkai cerita yang memanja
canda lagi tawa terpuja
Demi Penguasa Semesta
biar kita tetap cinta
mungkin pada hari tua
tetap indah rupanya
Serupa langit malam ini
yang takjubkan seisi bumi
indah nian rasa di hati
semoga yang terpatri
biar terjaga sampai nanti
Bekasi, 6 Januari 2015
Aru Elgete

Kamis, 01 Januari 2015

Tahun baru dan Ameliaku

Di malam tahun baru
seluruh berseru
tentang bahagia yang haru
singkirkan duka nan luruh
Di malam tahun baru
ada pula yang menderu
bahwa saat itu
jangan ada suka yang raya
Di malam tahun baru
aku tak peduli siapa berkata
tetap bersama rangkai canda
denganmu wanitaku
Di pinggir kali Bekasi
tersambut tahun baru
bersamamu
kita bersorai gembira
Lalu
di atas laju kendara
kau pasti takkan lupa
kita berucap sama
pada sebuah rasa
dalam detik berdetak
seketika itu
Selalu ada ingin berangan
di tahun yang kini datang
meski terkadang
tak sedikit yang terlupakan
Aku ingin
semoga tak sekedar angan
kita bersama
hingga kali Bekasi
bersaksi lagi
di setiap tahun baru
Puisi ini untukmu, Ameliaku
Bekasi, 1 Januari 2015
Aru Elgete

Tuhan yang berhak menilai!

Tuhan yang berhak menilai!
Sungguh banyak sekali
manusia yang menari-nari
dalam terka sendiri
bagiku
mereka bedebah tak tau diri
Mereka anggap dunia
seolah miliknya
menilai yang berbeda
sudah tentu surga tak menyapa
Aku yang dianggap lalai
sudah penuh laku abai
kafir sudah aku ini
bagi mereka
neraka tempatku nanti
Bagiku
mereka tak tau diri
mungkin Tuhan sudah mati
sebab tugas-Nya
diambil alih oleh mereka
Duhai kawanku
yang ahli surga
biarlah Tuhan yang menilai
seluruh laku hamba-Nya
agar tiada kita bertikai
Duhai kawanku
yang bagimu neraka tak pantas untukmu
tak sadarkah?
bahwa kafirku
hanya di matamu
Di hadapan Ilahi
aku tunduk patuh
sudah tentu aku beriman
aku menghamba
di setiap waktu
hanya kepada-Nya
Urus saja ibadahmu
jangan nilai sesamamu
sebab yang berhak menilai
hanya satu yang tak pernah lalai
Tuhan Yang Mahadamai
Aku kafir dihadapmu
tapi di hadapan Tuhan
aku beriman
tetap menghamba
selalu penuh pengharapan
Bekasi, 1 Januari 2015
Aru Elgete