Kasih, sudah berapa malam kita tak saksikan keramaian dari kegelapan dan dari sudut yang hampir sunyi; Kalimalang?
Dari sana, dari Kalimalang, kita melihat orang-orang saling berebut untuk memerdekakan diri, saling memberi peringatan agar mengalah dan saling mengumbar amarah.
Bahkan, tak jarang, kita saksikan mereka tertimpa kendaraannya sendiri, karena sudah tak sabar untuk merdeka dari kepenatan.
Mereka terjatuh di atas bebatuan, di pinggir jalan, lalu segera bangkit dan lekas menjemput kemerdekaan. Penuh perjuangan.
Dari sudut yang hampir sunyi, banyak pula yang gaduh. Sekadar mengusik dengan membisik, atau tertawa melihat penderitaan manusia yang sedang berusaha memerdekakan diri.
Dari sudut yang hampir sunyi, kita melihat sudut kesunyian yang lain. Mereka berdiskusi tentang cinta; dari manusia, alam, hingga tentang cinta kepada Tuhan.
Di sudut kesunyian, di Kalimalang, setiap manusia memiliki tujuan kemerdekaan yang beragam. Merdeka dari kepenatan, atau merdeka dari keterasingan akal pikiran.
Silakan berjumpa, bersuka, berduka, bercerita, bernostalgia ria, dan berjuang untuk merdeka di sana. Tapi bukan tak mungkin, akan tersuguh sebuah penderitaan.
Aku rindu dengan keromantisan purnama di kalimalang, juga kecantikan angin yang menggulung air, aku juga merindumu serta malam pada kemesraan kalimalang.
Semoga lusa, kita kembali memerdekakan malam dengan tenang, memerdekakan tidur dengan keindahan angan yang melayang-layang. Kasih, kita segera merdeka.
Kaliabang Nangka, 13 Agustus 2014
Aru Elgete