Sabtu, 10 November 2018

Ketika Cawapres Hasil Ijtima' Ulama Langkahi Makam Ulama


Sandiaga Uno (sarung hijau). Sumber gambar: antaranews.com

Berbagai pola tingkah unik dan lucu Cawapres RI Sandiaga Salahuddin Uno kerap mengundang perhatian lebih. Pria berumur 49 tahun itu, tak ubahnya seperti anak kecil yang masih perlu penjagaan dan bahkan pengajaran. 

Kabar paling terakhir adalah perilaku su'ul adab yang dilakukan saat sedang berziarah ke maqbaroh salah seorang muassis NU, KH Bisri Syansuri, di Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Bersama Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, Kiai Bisri turut serta mendirikan organisasi Islam bernama: Nahdlatul Oelama.

Bang Sandi, demikian Cawapres hasil ijtima' ulama ini disapa, tentu sudah mencederai hati para Nahdliyin. Betapa tidak, seorang tokoh yang begitu mulia, maqbarohnya dilangkahi oleh cawapres yang berziarah hanya demi kepentingan kampanye belaka.

Santri post-islamisme itu barangkali tidak pernah ziarah ke makam para ulama, sebelum dirinya didaulat sebagai cawapres. Sehingga niat ziarah ke makam ulama adalah untuk pencitraan, dan terkena tulahnya sendiri. 

Nahdliyin selalu percaya bahwa orang alim tetap hidup sekalipun jasadnya terkubur tanah. Keberkahan senantiasa mengalir dari ruh para ulama yang kerap menjadi washilah (penyambung) doa kepada Allah.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa orang NU tidak sedang mengkultuskan kubur, tetapi justru menghormati dan menjaga kemuliaan seorang ulama yang berada di dalamnya.

Jadi, begini. Maqbarah atau makam, diistilahkan sebagai tradisional oleh kalangan akademisi Islam. Orang-orang yang masih memegang kuat tradisi sufi atau tasawuf/tarekat, memiliki keyakinan kalau orang alim yang dekat dengan Allah diberi kelebihan. Salah satunya yang disebut dengan 'berkah' atau 'barokah'.

Misal, ulama yang teguh memegang syariat sekaligus yang lidahnya senantiasa basah dengan zikir, maka lisannya akan dimuliakan oleh Allah. Ucapannya selalu berpengaruh dan menyentuh, sehingga terkadang mampu mengelola atau mengubah tatanan kehidupan masyarakat.

Sementara barokah atau berkah orang saleh, ulama, kiai, dan wali, diyakini sangat bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akherat. Manfaatnya tidak selalu bersifat material, tetapi lebih sering bersifat spiritual. Ada sebuah riwayat yang mengatakan: "jejak orang mukmin adalah berkah". Karenanya, banyak fenomena orang mencium tangan kiai, membawa air untuk didoakan, dan berziarah ke makam-makam para ulama. 

Saya dan umat Islam tradisional lainnya menganggap bahwa maqbarah atau makam orang saleh perlu dihormati. Kalau pun tidak percaya pada konstelasi kewalian, menghormati maqbarah orang saleh tetap perlu dilakukan karena menyangkut adab. Sebab, sikap kita pada orang saleh akan memiliki konsekuensi spiritual, baik kepada yang masih hidup atau pun yang sudah wafat.

Oleh karena itu, maka Bang Sandi telah mencederai dan melukai hati kalangan Nahdliyin yang pro-ziarah makam ulama. Sebagai pengusung jargon "jangan pilih capres yang memilih cawapres ulama tapi pilihlah capres-cawapres yang dipilih ulama", maka kinerja tim sukses dipertanyakan. 

Para ulama yang ada di sekitar Bang Sandi itu, tidak pernahkah mengajarkan soal tatakrama dan adab berziarah kubur? Naudzubillahi min dzalik. Semoga su'ul adab yang telah dilakukan Bang Sandi itu dimaafkan oleh Kiai Bisri Syansuri dan diampuni Allah.

Pertanyaan terakhir: seperti itukah perilaku cawapres hasil ijtima' ulama?


Ngakak!

(video bisa dicari sendiri)
Previous Post
Next Post

0 komentar: