Sumber gambar: voa-islam.com |
“Bagaimana pendapat ustadz tentang sikap pemuda-pemudi Islam
yang melakukan demo sebagaimana menolak kebijakan pemerintah?” Ustadz Riyadh
bin Badr Bajrey membacakan sebuah pertanyaan yang diajukan jama’ahnya.
“Haram!” jawabnya dengan tegas dan intonasi suara yang
tinggi.
Ia melanjutkan, “Demi Allah, demonstrasi sama sekali tidak
pernah ada ajarannya di dalam syari’at Islam. Ketahuilah, salah satu bukti
konkret sebuah kelompok Islam itu busuk zaman sekarang, ketika mereka melakukan
demo.”
“Berarti mereka mulai keluar dari jalur,” lanjut Ustadz
Riyadh.
Menurutnya, tidak pernah ada mengubah kemunkaran dengan cara
yang munkar. “Tujuannya apa? Al-amru ma’ruf
nahi ‘anil munkar, kan? Oke, salah satu syarat inti Al-amru ma’ruf nahi ‘anil munkar dengan cara yang ma’ruf.”
Ustadz Riyadh pun menyebut kaidah ushul fiqh, bahwa mengubah kemunkaran dengan cara yang munkar maka
hanya akan menjadikan kemunkaran yang lebih besar.
Seraya berkelakar ia berkata, “Lihat apa yang dilakukan Front
Penghancur Islam (FPI). Lihat dengan menghancur-hancurkan sana-sini, apakah
kemudian kondisi negeri ini menjadi lebih baik atau (malah) lebih buruk?”
“Buruk, buruk, buruk,” jawab para jama’ah.
Dikatakan sekali lagi bahwa demonstrasi adalah haram. “Demi
Allah tidak pernah dihalalkan di dalam syariat Islam. (Silakan) lihat demo dari
zaman ke zaman, berapa ribu kali demonstrasi untuk Palestina? Dilakukan di
setiap negeri di muka bumi.”
“(Apakah) kondisi Palestina mendingan?” Kemudian dijawab oleh hadirin, “tidaak.”
“Berapa ribu kali demonstrasi anti-korupsi di negeri kita?
Iya nggak?” Ustadz Riyad bertanya
dengan tensi yang lebih meninggi.
“Mendingan tidak
korupsi zaman sekarang?”
“Bertambaah…”
Ia kembali menggulirkan pertanyaan, “Sejak kapan demonstrasi
menjadi solusi? (Justru) yang ada maslahat umum yang lebih luas terganggu,
yaitu apa? Orang mau mencari nafkah terhambat.”
Ustadz Riyadh menganjurkan agar segala macam kebijakan
diserahkan kepada pemimpin negeri ini. Agar para pemimpin itu yang menentukan segala
hal yang telah ditentukan. Seraya doakan kebaikan bagi pemimpin. “Semoga Allah
memberinya petunjuk. Semoga Allah memberinya rasa takut kepada-Nya.”
Ia melanjutkan sebuah penegasannya.
“Jangan (demonstrasi). Demonstrasi tidak pernah dihalalkan di
dalam syari’at Islam. Haram.”
Cara menasihati pemimpin, ia mengimbuhkan, banyak cara,
syarat, dan ketetapannya. Pertama, punya
jalur untuk menasihati pemimpin.
“Apakah kau punya jalur untuk menasihatinya? Kalau tidak
punya, jangan maksa.”
Kedua, menasihati
seseorang yang bukan pemimpin saja harus bisa baynaka wa baynah. Yakni berdua saja agar tidak membongkar aib di
depan umum.
“Jangan kau nasihati di depan umum. Aib. Bukannya malah menerima
nasihatmu, yang ada malah menentang itu. Apalagi seorang pemimpin yang wibawa
dan harga dirinya yang harus dijaga.”
Ustadz Riyad melanjutkan penjelasannya dengan tegas, “Kemudian
apabila kau menasihatinya maka kau telah melakukan apa yang wajib atasmu.
Sudah. Dia (pemimpin) mau terima atau tidak, hatinya (ada) di tangan Allah.”
“Kau tidak punya kewajiban untuk memaksa dia, menyeret-nyeret
dia.”
Menurut Ustadz Riyadh, hal-hal seperti itulah yang terkadang
membingungkan. Karena senantiasa mengikuti gaya ‘kafir’ dalam melakukan
perubahan. Yaitu revolusi dan reformasi.
“(Saat ini) reformasi apaan? Apaan yang direformasi ini
negeri?” tanya Ustadz Riyadh dengan gaya retoris. Pertanyaan yang tidak membutuhkan
sebuah jawaban.
Terakhir, ia meminta agar orang-orang yang pernah melakukan demonstrasi kepada pemerintah untuk segera bertaubat. Sebab, demonstrasi adalah bentuk pemberontakan, bentuk khuruj.
"Bentuk melesatnya seseorang dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya," kata Ustadz Riyadh.
Tonton video selengkapnya...
Tonton video selengkapnya...