Sumber gambar disini |
Masih ingat dengan ucapan Ustadz Gaul bernama Evi Effendi? Ia pernah
mencoba menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan kepala dan pemikirannya sendiri. Yakni
Surat Ad-Dhuha ayat 8: wa wajadaka
dhaallan fa hadaa.
“Setiap orang itu sesat, awalnya. (Nabi) Muhammad termasuk. Maka, kalau ada yang muludan, Ini memperingati apa ini? Memperingati kesesatan Muhammad,” katanya sembari tertawa kecil tanda sinis.
*****
Dunia ini diciptakan karena Nur Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam. Syaikh
Yusuf Ismail An-Nabhani berkata:
“Ketahuilah, bahwasannya tatkala kehendak al-Haq (Allah)
berhubungan dengan penciptaan makhluk-Nya, Dia telah menampakkan hakikat
Muhammad dari seluruh cahaya-Nya. Kemudian, dengan sebabnya tersingkaplah
seluruh alam dari atas hingga bawahnya.”
Syaikh Yusuf juga mengatakan, dari Nur Muhammad itulah sumber
segala ruh. Sedangkan Nabi Muhammad merupakan jenis ruh yang paling tinggi di
atas segala jenis dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa Allah menciptakan
Muhammad dari cahaya-Nya. Sebelum Allah menciptakan Adam, bahkan seluruh alam
ini diciptakan terlebih dulu Allah menciptakan Nur Muhammad. Cahaya itu pula
yang dilihat oleh Nabi Adam di surga, sebagaimana yang termaktub dalam Injil
Barnabas.
Sebuah hadits yang terdapat di banyak kitab-kitab para sufi, mengungkapkan
sebagai berikut.
Abdurrazaq meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada
Sahabat Jabir bin Abdilla al-Anshariy ra, dia mengatakan:
“Saya bertanya: Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibu saya
sebagai tebusan bagimu, kabarkan kepada saya tentang makhluk yang pertama kali
Allah ciptakan sebelum Dia menciptakan yang lain.”
“Rasulullah menjawab: Wahai Jabir, makhluk pertama yang Allah
ciptakan adalah cahaya Nabimu yang Dia ciptakan dari cahaya-Nya. Kemudian Allah
menjadikan cahaya itu berputar dengan kuat sesuai kehendak-Nya. Belum ada saat
itu lembaran, pena, surga, neraka, malaikat, nabi, langit, bumi, matahari,
bulan, jin, dan juga manusia.”
Lanjut nabi, “Ketika Allah hendak menciptakan, Dia membagi
cahaya itu menjadi empat bagian. Kemudian, Allah menciptakan pena dari bagian
cahaya yang pertama. Lembaran dari cahaya kedua. ‘Arsy dari bagian cahaya
ketiga.”
“Selanjutnya, Allah kembali membagi cahaya menjadi empat
bagian. Allah menciptakan (malaikat) penopang ‘arsy dari bagian cahaya yang pertama.
Kursi dari bagian cahaya yang kedua. Sedang malaikat yang lainnya dari bagian
cahaya yang ketiga. Beginilah permulaan penciptaan Nabimu, wahai Jabir.”
Tidak hanya itu, Allah pun berfirman dalam hadits Qudsi:
“Pada awalnya Aku tidak diketahui. Maka Aku menciptakan
makhluk, lalu Aku memperkenalkan diri-Ku kepada mereka, dan dengan-Ku mereka
mengenal-Ku.”
Maka. Allah berkehendak untuk mencipta. Ia memuliakan
kekhaliqan-Nya untuk yang pertama kalinya. Sehingga tercipta sebuah cahaya
sakti nan abadi yang sangat dikasihi-Nya. Cahaya itu pun menjadi asal muasal segala
makhluk sejagat raya dan alam semesta. Darinya, karenanya, dan untuknya
tercipta segala yang ada.
Cahay keagungan itu adalah Sayyidina Muhammad saw, dengan
simbol al-haqiqona al-muhammadiyah atau Nur Muhammad. Dalam sebuah hadits
Rasulullah bercerita, “Aku telah menjadi cahaya di hadapan Tuhanku empat belas
ribu tahun sebelum proses penciptaan Adam dimulai.”
Dalam riwayat lain, “Aku telah menjadi hamba Allah dan
penutup para nabi di saat Adam masih dalam proses penciptaannya.”
Dalam buku Di Bawah Lindungan
Rasulullah Saw karya H Abdul Aziz Sukamawadi yang diterbitkan Aswaja
Pressindo pada 2015 diuraikan tentang berbagai alasan merayakan Maulid Nabi
Muhammad.
Disebutkan, perayaan maulid nabi adalah salah satu sunnah hasanah yang berlandaskan
tuntunan agama. Bahkan, Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki menekankan bahwa
Rasulullah adalah yang pertama kali merayakan maulid dengan cara berpuasa.
Karena itulah, sebagai pengikut Nabi Muhammad, kitalah yang lebih
pantas bersyukur dan berbahagia dengan berbagai cara yang mampu kita lakukan.
Sebab, Rasulullah sendiri tak pernah membatasi cara memperingati maulid beliau
dengan cara puasa.
Perayaan maulid nabi bukanlah merayakan kesesatan Muhammad. Melainkan
merayakan kelahiran makhluk agung yang diciptakan sebagai alasan Allah
menciptakan alam semesta. Perayaan maulid tidak memiliki cara-cara khusus dan
terbatas.
Dengan kata lain, bebas dilakukan dengan cara apa pun selagi
dalam koridor halal, positif, dan bermanfaat bagi umat dalam rangka
meningkatkan cinta dan taat kepada Rasulullah. Karunia dan rahmat Allah yang
paling besar adalah Rasulullah saw. Sehingga kegembiraan di musim maulid sesungguhnya
merupakan aplikasi terhadap perintah Allah.
Meskipun beliau juga wafat di bulan, tanggal, dan hari yang
sama akan tetapi bersuka cita memperingati rahmat Allah lebih baik ketimbang
berduka cita memperingati sebuah musibah. Lagipula, kepergian Rasululah ke alam
hakiki bukanlah musibah yang harus disedihkan. Melainkan nikmat baru yang patut
diraih kebaikannya.
Rasulullah pernah bersabda, “Wafatku baik buat kalian, karena
amal perbuatan kalian diajukan kepadaku. Apabila aku melihat yang baik maka aku
bersyukur. Namun bila aku melihat yang buruk, maka aku mintakan ampun dari Allah
untuk kalian.”
Jadi bagaimana dengan Ustadz Evi Effendi yang mengatakan
perayaan maulid nabi sama dengan merayakan kesesatan Muhammad? Sungguh, Evi itu
adalah sebenar-benarnya penista agama.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji, karena kecintaannya kepada
Rasulullah membuat syair yang dituliskan dalam Kitab Al-Barzanji. Bahwa semua
makhluk di dunia ini merasakan kegembiraan yang teramat sangat atas kelahiran
Nabi Muhammad.
“Kegembiraan itu seolah-olah seperti para peminum arak yang
sedang santai gembira,” kata Syaik Ja’far Al-Barzanji.
Berikut ini sanad Syaikh Ja’far hingga Rasulullah saw:
Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid.
Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail.
Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali ra dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.
Bagaimana?