Sumber gambar: tempo.co |
Lantaran sudah lama tidak bestel (mendapat kiriman uang dari orang tua), Rohman, seorang santri dari salah satu pesantren tertua di Tanah Jawa mencari-cara agar kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi.
Sebab, tidak mungkin dia meminta kiai untuk membiayai hidupnya. Rohman tahu, kiai yang mengasuhnya selama bertahun-tahun itu hanya berpenghasilan dari sawah yang tak seberapa, jika musim panen tiba.
Suatu malam, terbersit di benak Rohman untuk merampok salah seorang anggota DPRD yang dianggapnya ngeselin. Maksudnya, tidak pernah sama sekali turun ke rumah-rumah warga yang menjadi konstituennya ketika kampanye dulu.
Keesokan harinya, sejak siang hari, Rohman menunggu anggota DPRD itu keluar dari kantor. Ditunggu-tunggu, tak kunjung keluar. Rohman hampir pasrah.
Namun, baru selangkah hendak pergi dari lokasi, dia melihat ada target operasi yang keluar dari kantor. Anggota DPRD itu rupanya tak menggunakan kendaraan pribadi. Rohman melihat, target operasinya itu seperti sedang menunggu jemputan.
Sebelum menghampiri, Rohman terlebih dulu menjadikan kain sarung yang dikenakannya itu untuk menutupi wajahnya, menjadi seperti ninja. Hanya sepasang mata saja yang terlihat.
Dengan cepat, Rohman menghampiri. Dia melingkarkan tangan kiri ke leher anggota DPRD itu dan mengarahkan pisau dapur yang dibawanya ke pipi sebelah kanan sang anggota dewan.
“Berikan uang Anda,” kata Rohman dengan suara menakutkan.
Anggota DPRD tersebut tidak terima. Dia marah. Lantas menjawab, “Kamu tidak bisa melakukan ini! Saya seorang anggota DPRD!”
“Memangnya saya takut kalau anda anggota DPRD?” jawab Rohman, bertanya dengan nada mengancam.
“Kamu tidak bisa merampok saya, karena saya orang terhormat. Saya wakil rakyatmu!”
“Kalau begitu, berikan uang saya!” kata Rohman, menyerang balik, dan akhirnya berhasil mendapatkan uang.
0 komentar: