Senin, 17 Juni 2019

Nabi Muhammad, Pemimpin Penyayang Umat



Sumber gambar: muslimvillage.com

Ka’b Ibn Zuhair penyair Arab kenamaan, adalah penyair dari keluarga penyair. Ayahnya, Zuhair; kakeknya, Abu Sulma; kedua bibinya Khansa dan Sulma; saudaranya, Bujair; kedua sepupunya Tamadhir dan Shakhr; keponakannya, ‘Uqbah Ibn Bujair; dan cucunya, ‘Awwam Ibn ‘Uqbah; kesemuanya adalah penyair terkenal di zaman Jahiliyah.

Ketika Nabi Muhammad SAW mendakwahkan keesaan Tuhan dan dimusuhi oleh kaumnya yang bertuhan banyak, Ka’b adalah salah seorang di antara sekian banyak penyair yang gigih melawan Nabi dengan syair-syairnya. Rasulullah SAW dan kaum muslimin menjadi bulan-bulanan dari puisi-puisinya.

Pada saat kaum muslimin menaklukkan Mekkah pada tahun 8 Hijriyah, Ka’b termasuk salah satu musuh kaum muslimin yang melarikan diri. Sampai saudaranya, Bujair, menyarankan kepadanya agar ia menemui Rasulullah SAW. Bujair meyakinkannya bahwa siapa yang datang kepada Rasulullah dan mengaku salah, pasti akan diampuni.

Begitu Ka’b datang menghadap Rasulullah SAW, beberapa orang Ansor langsung berdiri ingin menghajarnya. Tapi seperti biasa, Rasulullah SAW dengan cepat mencegah mereka dan mendengarkan penyair itu menyatakan penyesalannya.

Melihat ketulusan Ka’b dalam penyesalan dan tobatnya, Rasulullah SAW pun mengampuni. Bahkan, ketika Ka’b membacakan puisinya berjudul Banaat Su’aad, Rasulullah SAW menghadiahinya burdah, semacam mantel atau jaket berbulu.

Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW memang dikurniai sifat penyayang dan pemaaf. Tuhannya memang merahmatinya untuk menjadi demikian. 

Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah berfirman kepada utusannya itu: “Fabimaa rahmatin minallaahi linta lahum…” (Q. 3: 159)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau kasar dan berhati kaku, tentulah mereka akan lari menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka tentang urusan (kalian). Kemudian bila kamu sudah membulatkan tekad, bertawakkal-lah kepada Allah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”

Berapa banyak tokoh-tokoh kafir Mekkah yang sebelumnya begitu sengit memusuhi Rasulullah SAW, tapi ketika beliau bersama dengan kaum muslimin menaklukkan Mekkah, diampuni oleh Rasulullah SAW.

Dulu, waktu kejam-kejamnya orang Arab menyakiti Rasulullah SAW dan malaikat meminta beliau berdoa bagi kehancuran mereka, Rasulullah SAW malah berdoa penuh kasih sayang, “Ya Allah berilah kaumku petunjuk; mereka tidak mengerti.”

Secara lahiriah, seandainya sikap Rasulullah SAW tidak penyayang dan pemaaf, pastilah Abu Sufyan Ibn Harb pemimpin orang-orang kafir Mekkah; istrinya Hindun yang pernah mengunyah-ngunyah jantung sayyidina Hamzah; Khalid Ibn Walid; ‘Amr Ibn ‘Ash; ‘Ikrimah Ibn Abi Jahal; dan banyak lagi tokoh-tokoh kafir lainnya yang semula memusuhi Raasulullah, tidak akan menjadi muslim-muslim yang baik dan pahlawan-pahlawan Islam.

Dalam hadis-hadis sahih, banyak kita dapati kisah-kisah yang menunjukkan betapa Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya; baik dalam keluarga maupun dalam pergaulan kemasyarakatannya, sangat menonjol sifat-sifat kemanusiaannya. Beliau lemah-lembut kepada siapa saja, penyayang, pemaaf, dan murah hati kepada sesama. Beliau tidak menyukai kekasaran dan kekerasan.

Sebagai gambaran, pernah datang orang-orang Yahudi dan mengatakan Assaam ‘alaikum (Semoga kematian bagimu). Rasulullah SAW pun menjawab: Wa’alaikum, sementara Sayyidah ‘Aisyah, isteri beliau yang mendengar ucapan Yahudi itu menjawab, Alaikumus saam wal la’nah (Semoga kematian dan laknat bagi kamu).

Rasulullah SAW menegur isterinya, “Tenanglah, ‘Aisyah; jangan kasar begitu!” Istrinya masih menjawab, “Apa Rasulullah tidak mendengar ucapan mereka?”

Dengan lembut Rasulullah SAW lantas bersabda, “Aku mendengar, dan aku sudah membalasnya dengan mengatakan wa’alaikum (Dan juga kamu).”

Sumber: Facebook KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus
Previous Post
Next Post

0 komentar: