Jumat, 28 Juni 2019

Deddy Corbuzier dan Keberhasilan Dakwah Islam Indonesia


Deddy Corbuzier bersama Gus Miftah dan Ustadz Yusuf Mansur sowan ke Kiai Ma'ruf Amin

Sepekan lalu, pada Jumat, 21 Juni 2019, kita dihebohkan oleh seorang magician ternama negeri ini, Deddy Corbuzier, yang memutuskan untuk memeluk agama Islam. 

Dia mengucapkan syahadatain, syahadatullah wa syahadaturrasul atau dua kalimat syahadat, dibimbing oleh ulama muda Nahdlatul Ulama, Gus Miftah Maulana Habiburrahman di Masjid Al-Mbejaji, Pondok Pesantren Ora Aji, Yogyakarta. 

Tapi sesungguhnya, yang menarik dari pilihan Deddy Corbuzier untuk memeluk Islam adalah sosok Gus Miftah. Dia adalah seorang pendakwah, yang menurut saya, telah mampu mengikuti jejak kenabian dan walisanga dalam memasarkan Islam dengan penuh kelembutan. 

Ulama muda nyentrik ini, muncul di jagat media sosial ketika dia berdakwah di lokalisasi. Dia mengajak perempuan-perempuan pekerja seks untuk bersholawat dan bermunajat kepada Allah. 

"Orang baik punya masa lalu, orang belum baik punya masa depan," demikian ungkapan Gus Miftah yang sangat populer diperdengarkan ke masyarakat. 

Gus Miftah sudah berhasil menerjemahkan perintah Allah untuk mengajak orang lain ke jalan-Nya dengan cara-cara yang santun dan teladan yang baik. 

Dalam Surat An-Nahl ayat 125, Allah berbicara kepada Kanjeng Nabi Muhammad, "Ajaklah (orang-orang kafir) ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan teladan yang baik, serta bantahlah mereka dengan argumentasi yang santun."

Sudah hampir setahun, kita bisa lihat di akun youtube Deddy Corbuzier, Gus Miftah membimbing presenter tayangan galawicara di salah satu stasiun televisi itu dengan penuh kelembutan. Hal itu dapat kita rasakan, karena mereka seringkali berdialog dengan dibumbui gelak tawa dan penuh candaan. 

Deddy Corbuzier pun banyak bertanya seputar Islam, sedangkan Gus Miftah menjawabnya dengan sungguh-sungguh. Namun, sering juga Gus Miftah menyampaikan kepada lawan bicaranya itu bahwa, "Fa man syaa-a fal-yu'min, wa man syaa-a fal-yakfur."

Bahwa sesungguhnya, Allah memberikan keleluasaan bagi hamba-Nya untuk beriman atau memilih menjadi kafir. Inilah yang kemudian selalu memantik rasa penasaran bagi Deddy Corbuzier mengenai ajaran-ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

Kepada lawan bicaranya yang belum Islam itu, Gus Miftah memaparkan bahwa dalam Islam tidak ada sama sekali paksaan kepada orang lain untuk memeluk Islam. Itulah yang difirmankan Allah pula, "Laa ikraha fiddin."

Puncaknya, sesama umat beragama, seorang muslim harus menyadari bahwa terdapat batas-batas yang mesti dipahami, yakni sebuah ungkapan populer yang telah diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad, "Lakum diinukum wa liyadiin."

Bahkan, Gus Miftah memberikan salah satu definisi Islam yang juga pernah diungkapkan Kanjeng Nabi. Bahwa seorang muslim yang baik adalah mereka yang tidak pernah mencederai orang lain dari bahaya tangan dan lisannya. 

Karena muslim atau tidaknya seseorang merupakan hak prerogatif Allah. Tidak ada yang bisa memastikan atau memaksa orang lain agar mau beriman kepada Allah. 

Saya rasa, inilah sesungguhnya dakwah yang harus diterjemahkan ke dalam keindonesiaan kita yang punya budaya welas asih dan tepa slira. Islam yang mampu berdialog dengan budaya, sehingga yang disajikan bukanlah ketakutan, tetapi mampu menciptakan rasa aman dan nyaman.

Sebab, memang seperti itulah mesin dakwah Islam di Indonesia bekerja. Bertugas untuk mengislamkan orang-orang kafir, bukan justru mengkafirkan sesama Islam. 

Masuknya Deddy Corbuzier ke dalam agama Islam itu, menjadi salah satu tolok ukur dari keberhasilan dakwah Islam Indonesia.

Meskipun jauh dari sumber Islam, jauh dari Tanah Arab, Mekkah dan Madinah, tetapi umat Islam di Indonesia lebih mampu mengejawantahkan pesan-pesan kenabian.

Islam di Indonesia adalah Islam yang benar-benar telah menjalankan konsep rahmatan lil alamin. Yakni Islam yang menampilkan wajah ramah, penuh kelembutan, dan mampu menghargai keragaman.

Islam di Indonesia sangat kontras dan berbeda sekali dengan Islam di belahan dunia lain. Di wilayah asy-syarqul awsath (Timur Tengah), misalnya, kita akan melihat wajah Islam yang sangat politis, peperangan, dan perebutan kekuasaan yang merenggut banyak korban jiwa.

Kemudian, di wilayah maghrib (barat) Afrika dan sekitarnya, mayoritas penduduk adalah muslim. Namun, dengan segudang permasalahan sosial dan ekonomi, Islam tampak tertinggal dan terbelakang.

Di Asia Selatan, seperti Pakistan, Afghanistan, dan India terjadi konflik yang tak kunjung berhenti. Seolah-olah hal itu sudah menjadi ciri umat Islam di sana. 

Tapi mari kita lihat (dan syukuri) Islam di Indonesia dan di Tanah Melayu pada umumnya. Bahwa Islam nampak begitu damai. Masyarakatnya hidup dalam kerukunan, semuanya bebas menjalankan ibadah, dan setiap orang diperkenankan untuk selalu mempertahankan atau bahkan mengekspresikan keimanannya.

Karenanya, dakwah Islam yang harus dilakukan dewasa ini, haruslah dilakukan kepada kelompok-kelompok eksternal yang belum mengenal Islam. Tidak melulu mendakwahi umat Islam yang kemudian saling bersitegang lantaran berbeda penafsiran tentang pemikiran keislaman. 

Umat Islam di Indonesia harus terus memperbaiki metode dakwahnya dengan baik. Yakni dakwah dengan lebih mengedepankan substansi dari kandungan Islam itu sendiri, bukan justru menampakkan sisi luar saja sehingga yang timbul adalah perselisihan tanpa henti.

Sebab jika kita terus-menerus menggali ajaran Islam yang paling inti, kita akan menemukan sebuah kenyamanan yang dapat melahirkan kecintaan lebih terhadap Islam. 

Seperti itulah Islam. Agama yang secara etimologis (asal-usul kata) saja, sudah mengandung makna kedamaian dan keselamatan. Maka, apa yang menyebabkan Islam itu sendiri saling berpecah satu sama lain? 

Terakhir, saya sampaikan bahwa sebagai bagian dari Islam, bahkan bagian terkecil dari agama yang sangat besar itu, mari kita sama-sama bahu-membahu untuk membesar-besarkan Islam dengan cara tidak merasa lebih besar dari Islam. 

Karena dengan itulah, orang-orang yang belum Islam akan melihat Islam besar. Kebesaran Islam akan nampak dengan penuh cinta dan kasih sayang, bukan dengan konflik dan peperangan di dalam tubuh Islam itu sendiri.

Gus Miftah telah berhasil dalam menjalankan metode dakwah Islam Indonesia yang ramah, sampai-sampai Deddy Corbuzier pun tertarik untuk beragama Islam. Lantas, bagaimana dengan kita?

Wallahua'lam...


(Tulisan ini juga diterbitkan di surat kabar harian Koran Bekasi, edisi Jumat 28 Juni 2019)
Previous Post
Next Post

0 komentar: