Senin, 03 Juni 2019

Ramadan dan Festival Kejuaraan


Suporter sepakbola Meksiko. Sumber: express.co.uk

Jika Ramadan dianalogikan sebagai festival kejuaraan, maka sepuluh hari pertama disebut babak penyisihan. Sepuluh hari kedua adalah babak knock-out. Sedangkan sepuluh hari terakhir berarti adalah babak final.

Kita yang hingga kini masih bertahan dalam upaya meredam hawa nafsu dan konsisten menjalankan berbagai ibadah, menghidupkan Ramadan, baik ritual maupun moral-sosial, wajib bersyukur kepada Allah atas pemberian nikmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat menembus babak final, dan kemudian memenangkan kontestasi sebagai juara.

Namun walau begitu, Ramadan tetap memiliki sisi yang berbeda karena keistimewaannya.

Pertama, ekspresi dari kegiatan pertandingan pada Ramadan tidaklah menjadi bahan tontonan orang lain, karena ibadah di bulan suci ini bersifat privat. Justru ketika privatisasi ibadah itu tidak diterapkan, yang ada justru kekalahan.

Kedua, kemenangan dari ekspresi kegiatan pertandingan pada Ramadan sama sekali tidak merugikan atau diartikan sebagai pengkalahan bagi yang lain. Namun kemenangan itu menjadi milik seluruh umat manusia.

Sementara orang-orang yang berhasil dimenangkan oleh Allah, adalah mereka yang mampu mengayomi dan merangkul orang-orang yang mengalami kekalahan dalam festival kejuaraan Ramadan.

Ketiga, hadiah yang akan didapat adalah hasil dari seberapa intens dan baiknya proses pengekspresian diri dalam bertanding. Pembuatan dan penentuan hadiah dilakukan oleh diri sendiri, tidak bergantung pada pemilik atau sponsor pertandingan. Bagus atau tidaknya kemasan hadiah itu, tergantung dari bagaimana kita mengelola pertandingan dengan baik.

Nah, hadiah yang didapat bukan sesuatu yang tampak, tetapi sesuatu yang transenden sehingga yang dapat merasakan pemberian hadiah itu adalah diri sendiri, dan kemudian hadiah itu menjadi sesuatu yang dilakukan secara terus-menerus. Hadiahnya adalah sikap dan perilaku, akhlak dan adab, etika dan tatakrama.

Sikap dan perilaku itu, bukan hanya kepada sesama manusia dan semesta tetapi juga kepada Allah. Sebab Dia-lah yang membebaskan kita untuk menciptakan dan menentukan hadiah yang diinginkan, yang pasti diterima dan dikabulkan oleh Allah untuk kemudian tersemat di dalam diri dan jiwa setiap insan.

Kasih sayang Allah, ampunan Allah, dan dijauhkan dari siksa api neraka adalah proses pertandingan kita menuju akhir kejuaraan. Dengan itu, hadiah yang diinginkan para peserta festival tentu berupa pembentukan diri menjadi lebih baik dan sesuai dengan proses pertandingan Ramadan itu sendiri; kasih sayang, ampunan, dan penjauhan diri dari siksa api neraka.

Artinya, mereka menginginkan hadiah yang akan diperoleh; yaitu berupa peningkatan rasa kasih sayang dalam diri, ampunan terhadap dosa orang lain, serta penjauhan diri dari kejahatan, kemaksiatan, kedengkian, dan perbuatan buruk lainnya yang berdampak pada kerusakan.

Maka itu, orang-orang yang beruntung adalah mereka yang tetap melakukan aktivitas ibadah ritual yang berbanding lurus dengan peningkatan moralitas dan akhlak menuju kebaikan.

Tak hanya itu, orang-orang yang beruntung juga adalah mereka yang mendapatkan hadiah kebaikan atas sikap dan perilakunya kepada Allah, sesama manusia, dan juga semesta.

Jadi, sebelum meninggalkan Ramadan atau Ramadan meninggalkan kita, sudahkah dipersiapkan hadiah terindah untuk diri kita sendiri?


Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: