Jumat, 16 Agustus 2019

Pemuda NU Jangan Selalu Berurusan dengan Persoalan Keagamaan


Gus Ali (ketiga dari kiri)

Beberapa waktu yang lalu, anak-anak muda Nahdlatul Ulama Kota Bekasi kedatangan seorang tamu. Saya dan Pengasuh Komunitas Santri NU Gus Thufael, ketika itu, menyambut kedatangan tamu yang merupakan pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat. 

Tamu itu adalah Gus Ali Fadhil. Entah sedang punya urusan apa, tetiba menghubungi Gus Thufael yang sedang bersama saya di Sekretariat banom NU Kota Bekasi, Jalan Veteran 22, Margajaya, Bekasi Selatan.

Dalam penjelasannya, Gus Ali hanya ingin bertamu dan berbagi pengalaman kepada anak-anak muda NU yang kebetulan tinggal di wilayah penyangga Jakarta. Kita tentu saja sepakat, bahwa Bekasi adalah salah satu kota metropolitan. Berbagai akses dapat dengan mudah tanpa kendala. 

Dikatakan Gus Ali, NU saat ini sedang menjadi raja. Berada di posisi atas, bukan hanya lantaran tokohnya yang kini terpilih menjadi wakil presiden, tetapi juga karena NU mampu adaptif terhadap perkembangan zaman.

Namun, yang dapat dengan mudah kita identifikasi bahwa NU sedang berada di posisi raja adalah karena Kiai Ma'ruf Amin yang berhasil memenangkan kontes Pemilu 2019 lalu.

Karenanya, Gus Ali ingin para generasi penerus NU di Kota Bekasi ini mampu mengambil peran penting di segala lini. Bukan hanya itu, kader muda NU mesti bersaing dengan ormas yang lainnya.

"Pemuda NU jangan melulu mengurusi soal mengaji kitab atau selalu fokus terhadap urusan keagamaan saja. Kita semua, sesama orang NU sudah pasti bisa ngaji," kata Gus Ali, tegas.

Selain itu, anak-anak muda NU jangan terus-menerus mengurusi tentang pengkaderan. Lebih-lebih urusan soal bagaimana mengangkat popularitas.

"Sekalipun itu harus dilakukan, tetapi jangan nyaman di zona itu," kata Gus Ali.

Disadari atau tidak, sebagian besar Nahdliyin di Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang hampir sama. Yakni mengenai bagaimana mereka mampu mengelola soal perekonomian.

"Itulah kelemahan (sebagian besar) dari kita. Ekonomi. Maka, pemuda NU harus berani terjun di bidang ini," kata Gus Ali.

Pemuda NU sekelas Ansor dan Banser, misalnya, menurut Gus Ali setara dengan organisasi kepemudaan (OKP) sekaliber Pemuda Pancasila, Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia, dan lain sebagainya.

OKP itu kerapkali memegang kendali proyek. Setidaknya, mereka sering mendapat berbagai proyek dari pemerintahan dan meraup keuntungan. Kemudian, keuntungan-keuntungan itu tentu untuk keberlangsungan organisasi. 

Sebab, persoalan kemandirian secara ekonomi merupakan hal yang sangat mendesak agar organisasi bisa tetap hidup. Jangan sampai, kata Gus Ali, para pemuda NU jika ingin berkegiatan masih saja berkelit di persoalan dana. Sehingga harus berkali-kali menyebar proposal setiap kegiatan yang akan dilakukan.

"Makanya ayo dong pemuda NU, harus bisa memegang proyek-proyek juga. Kapan mau kita mainkan? Mumpung di semua lembaga ada orang NU," tutup Gus Ali.

Akhirnya, saya dan Gus Thufael pun paham bagaimana kita harus punya peranan penting dalam upaya mengembangkan perekonomian untuk kehidupan organisasi. Tentu saja, soal dunia itu, saya masih harus banyak belajar dari pengalaman bisnis Gus Thufael yang sudah lama dia geluti.

Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: