Kamis, 16 Juni 2016

Ceramah Ramadhan malam kesepuluh



Assalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan seru sekalian alam. Dia-lah Raja di atas raja, Dia yang menguasai semesta. Shalawat teriring salam, semoga tercurah kepada Rasulullah s.a.w., yang menjadi tokoh keteladanan kita dalam keseharian.

Hadirin yang berbahagia,
Masyarakat Indonesia, khususnya kaum Muslimin wal Muslimat, nampaknya sedang dihadapkan pada persoalan yang sebenarnya remeh-temeh namun tidak lagi menjadi hal sepele sehingga hilanglah sudah ramah-tamah diantara kita.

Persoalan yang sedang dihadapi yakni (lagi-lagi) adalah sesuatu yang sama sekali tidak melunturkan keislaman kita, tapi justru perdebatan yang terjadi itulah yang akan membuat luntur keislaman sebab abai terhadap jalinan persaudaraan.

Hadirin wal Hadirot Rahimakumullah,
Sebagian kaum Muslim di Indonesia beranggapan bahwa sebagai seorang yang berpuasa, kita wajib menghormati yang tidak berpuasa. Sementara sebagian yang lain menganggap kalau penghormatan itu justru akan menjadi hal yang percuma, bahkan kita yang melaksanakan kewajiban puasa justru akan terkena imbas, yaitu tidak dihormati oleh yang tidak berpuasa.

Logika semacam itu tidak akan pernah menjadi masalah yang sangat pelik kalau kita mau belajar untuk berpikir dewasa dan melihat sesuatu tidak dengan 'kacamata kuda'. Sila baca Ceramah Ramadhan malam kesembilan, bahwa dalam melihat atau menilai suatu objek dibutuhkan tiga hal yang harus kita ketahui, yaitu sudut pandang, jarak pandang, dan resolusi pandang.

Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda, jarak pandang yang tak sama, dan resolusi pandang yang juga berlainan. Maka, perdebatan ini semestinya tidak menjadi ajang klaim dan tuding atas kebenaran dan kesalahan. Karena siapa pun yang berpendapat memiliki kemungkinan salah dan kemungkinan juga benar. Jadi, serahkan saja pada Allah, sebab itulah konsep Tauhid.

Jamaah Musala yang saya muliakan,
Sekali lagi saya tegaskan, kita harus mampu berpikir dewasa karena ini menyangkut persoalan kehidupan umat beragama. Jangan terlalu banyak menyimpan dengki dan benci pada perbedaan yang lain, sementara substansi ibadah Ramadhan terabaikan.

Untuk masalah penghormatan kepada mereka yang tidak berpuasa, sehingga membuat warung makan harus dibuka pada siang hari, secara pribadi saya sepakat. Karena saya sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Prinsip saya adalah, puasa dan seluruh ibadah di Ramadhan haruslah diserahkan serta dikerahkan hanya untuk Allah. Kalau masih terganggu dengan hal-hal yang berbau keduniaan (seperti mereka yang tidak puasa di depan kita atau warung nasi yang buka siang hari), gagal sudah kita bertauhid.

Menghormati bukan berarti kita, yang berpuasa, menjadi lemah. Begitu juga sebaliknya, tidak menghormati juga bukan berarti membuat kita menjadi saklek dan keras. Mari, kita berpikir dewasa. Bisakah menempuh jalan tengah dan mengutamakan asas manfaat untuk mengurangi mafsadat dan kemudharatan sosial? Jawabannya adalah bisa.

Ibu-Bapak yang saya hormati,
Alquran sudah mewanti-wanti kita agar senantiasa menjadi ummatan wasath karena Rasulullah pun diutus dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak manusia serta menjadi rahmat bagi semesta raya.
Innamaa bu'itstu Li utammima Makarim al-akhlaq; wa maa arsalnaaka illa rahmatan Lil 'alamin. Sudah sepatutnya kita meniru dan mencontoh perilaku beliau yang santun dan mengutamakan akhlak agar tercipta maslahat di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk. 

Hadirin yang budiman,
Permasalahan diatas dapat terselesaikan kalau dari berbagai pihak mampu untuk saling memahami dan menghormati satu sama lain. Kita yang berpuasa menghormati mereka yang tidak terkena hukum wajib berpuasa, dan begitu juga sebaliknya. Perlu dicatat, bahwa yang kita hormati adalah mereka yang tidak terkena hukum wajib berpuasa.

Begitu juga mereka yang tidak terkena hukum wajib berpuasa harus mampu menghormati orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Jangan sengaja meledek, yaitu makan di depan orang yang sedang berpuasa dengan maksud untuk menggoda, apalagi yang menjadi objek adalah orang yang berpuasa dengan hanya sekadar puasa, dengan sekadar menahan lapar dan haus alias karbitan.

Silakan warung tetap dibuka, dengan sangat terbuka seperti hari biasa, untuk memberi makan kepada yang tidak terkena hukum wajib berpuasa, sekaligus sebagai ajang untuk ongkos mudik bagi si pemilik warung. 

Kalau ada rasa saling menghormati dan menghargai serta memahami satu sama lain, kita pasti akan memperoleh kebaikan berupa maslahat, dan hilang sudah mafsadat, sebab yang menjadi fokus utama ialah asas manfaat.

Allah Maha Pengasih dengan tanpa pilih kasih. Allah Maha Penyayang dengan tanpa memandang. Allah itu Mahaluas, maka jangan dipersempit dengan lingkar otak yang tak seberapa. Allah tak tersekat, jangan coba-coba membatasi gerak-Nya dengan pemikiran dan logika yang serba terbatas.

Pemikiran dan gagasan ini bisa benar mungkin juga bisa salah. Pemikiran dan gagasan antum, mungkin salah dan mungkin juga benar. Mari rapatkan barisan, rekatkan persaudaraan, hilangkan klaim kebenaran dan tudingan kesalahan, perbanyak diskusi serta jangan membatasi diri.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamith-thoriq, wassalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Previous Post
Next Post