Hermawan Susanto, Pengancam Presiden Jokowi |
Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan oleh video yang viral saat gerombolan pendukung capres-cawapres nomor urut 02 melakukan aksi di depan Kantor Bawaslu RI, Jakarta. Video itu dibuat oleh seorang perempuan, yang merasa bangga karena sedang berada di tengah-tengah massa aksi menuntut 'keadilan' karena Pemilu 17 April 2019 lalu dianggap 'curang'.
Di belakang perempuan itu, ada seorang laki-laki --Hermawan Susanto namanya-- memakai peci dan pakaian khas keagamaan, meneriakkan kalimat takbir berkali-kali, seraya menyelipkan ungkapan atau keinginannya untuk memenggal kepala Presiden RI Joko Widodo.
Anehnya, saat diciduk oleh pihak kepolisian, Hermawan mengaku khilaf dan spontan saat mengungkapkan kalimat yang tak berkemanusiaan itu. Dia tidak sadar bahwa yang menjadi objek dari ungkapannya itu adalah orang nomor satu di negeri ini, disamping sebagai calon presiden (petahana) nomor urut 01.
Tapi apakah dalam berucap itu, Hermawan sedang dalam keadaan yang tidak sadar? Tentu saja tidak demikian. Dia pasti sadar, karena tengah melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Lantas, apakah dia sudah mengotori kesucian Ramadan? Tentu saja. Ramadan yang semestinya diisi dengan berbagai macam ibadah, sebagai pengejawantahan dari keberimanan seseorang dalam mencapai derajat ketakwaan, akan ternodai dengan ucapan serampangan itu. Miris.
Dia akhirnya diciduk di daerah Bogor, Jawa Barat, dengan wajah memelas seraya diakhiri permintaan maaf yang sangat mendalam. Sungguh, dia sudah berbuat salah. Dengan mengucapkan permintaan maaf atas ucapan bernada ancaman kepada presiden itu, menandakan bahwa dirinya memang tidak gila, alias sedang dalam keadaan sadar.
Lantas apa yang tersisa dari ucapan yang tidak mencerminkan Islam, tidak mencerminkan kumandang takbir yang seringkali diucapkannya, juga tidak mencerminkan dari cita-cita perjuangan agama? Apa yang tersisa?
Usia Hermawan masih 25 tahun. Seperempat abad. Ancaman pemenggalan kepala terhadap kepala negara itu sungguh memprihatinkan dan membuat seluruh anak bangsa yang masih berakal sehat menjadi geram. Perbuatan seperti itu, sudah mirip dengan kelakukan para teroris, atau sebut saja: ISIS.
Berbagai pertanyaan kemudian bermunculan. Seperti misalnya, dari mana dia belajar agama? Apakah selama ini lingkaran keagamaannya adalah ulama atau ustadz yang gemar menebarkan kebencian, ajakan permusuhan, hingga ancaman pembunuhan?
Kalau begitu, mungkin saja Hermawan ini sudah terdoktrin, terpengaruh, dan terhasut oleh berbagai provokasi dan propaganda yang seringkali dilakukan petinggi Front Pembela Islam. Salah satunya Yang Mulia Habib Rizieq Shihab.
Masih ingat dengan video monolog Habib Rizieq dari Arab Saudi yang mengajak kelompoknya untuk mengepung Kantor Bawaslu dan KPU? Betapa provokatifnya dia, sebagai seorang yang memiliki pengaruh besar.
Karena memang, sebagian besar ulama di FPI termasuk Habib Rizieq Shihab itu tak jarang melancarkan kritik terhadap pemerintah dengan nada kebencian. Apakah seperti itu adalah representasi dakwah yang dilakukan oleh para ulama terdahulu? Tentu saja tidak. Lantas, usai kasus yang menimpa Hermawan di bulan Ramadan ini, ke mana FPI? Apakah mereka cuci tangan? Atau akan memberi pembelaan kepada Hermawan?
Saudaraku, itulah sesungguhnya yang dikhawatirkan jika FPI terus-menerus dibiarkan berada di negeri ini. Para petinggi FPI akan selalu memberikan provokasi, propaganda, dan hasutan kebencian terhadap perbedaan, bahkan kepada ulil amri-nya sendiri. Pemerintah yang sah secara konstitusional.
Menurut saya, selain Hermawan sebagai pelaku tindak pidana karena telah mengancam presiden, dia juga telah menjadi korban dari dakwah-dakwah kebencian yang kerap keluar dari mulut para petinggi FPI, termasuk Habib Rizieq.
Apakah kini tugas FPI masih dalam koridor memperjuangkan nilai-nilai Islam, yang selama ini dibangga-banggakan? Tidak. Sama sekali tidak. Mereka lebih sibuk menyerang pihak lawan seraya membela kelompok tertentu dan kemudian serangan-serangan yang dilancarkan itu tanpa didukung fakta serta alasan yang jelas.
Hermawan telah menjadi korban kebrutalan FPI secara fikrah (pemikiran). Apa kita masih harus membiarkan kehidupan FPI langgeng di Indonesia? Saya harap, jangan sampai. Semoga Indonesia selalu diberi kedamaian tanpa harus ada organisasi Islam kemasyarakatan seperti FPI yang bercokol di permukaan dengan dalih membela, tetapi sesungguhnya justru yang terdepan menista agama.
Rasulullah hingga Walisanga yang menyebarkan Islam di Tanah Nusantara, tidak pernah menyampaikan kalimat sebrutal Hermawan yang merupakan korban dari doktrinasi yang selalu dilancarkan oleh FPI. Sebab berdakwah itu adalah merangkul bukan memukul. Mendidik bukan menghardik. Mengajak bukan mengejek. Memberikan teladan bukan menyerukan berbagai hasutan, terlebih ancaman pembunuhan.
Apakah kemudian atas kejadian Hermawan yang telah menjadi korban dari keganasan FPI itu, kita masih bisa berasumsi bahwa FPI adalah organisasi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan? Bro dan Sis, kalau hanya terjun ke berbagai lokasi bencana, tidak perlulah mengklaim FPI sebagai organisasi yang paling manusiawi. Sebab, manusia sedurjana apa pun, pasti terketuk hatinya saat melihat saudaranya yang sedang tertimpa bencana. Bahkan, semua organisasi juga pasti turun ke lokasi bencana. Tak terkecuali partai politik.
Karena selama ini, yang didengungkan oleh simpatisan FPI untuk mendukung agar organisasi preman berkalung sorban tersebut, hanya sebatas itu. Tidak ada yang lain. Kalau hanya soal itu, Nahdlatul Ulama melalui NU Care, juga sudah barang tentu hadir di lokasi. Tapi kan pertanyaannya, di sisi lain, apakah FPI kerap membela Islam dan menghadirkan sisi kemanusiaan dalam memperkenalkan agama Allah yang mulia itu?
Atau bisakah kemudian amar ma'ruf nahi munkar ala FPI yang kerap menimbulkan mafsadat (kerusakan) atau kemunkaran serta berbagai permasalahan baru itu, dapat dikategorikan sebagai dakwah yang menjunjung tinggi kemanusiaan? Orang yang berakal sehat di mana pun berada pasti tidak akan mentolerir berbagai tindak kebrutalan FPI dalam berdakwah.
Dakwah Islam yang patut dicontoh adalah berbagai laku yang telah diteladankan para wali di Nusantara. Mereka masuk ke lorong-lorong gelap, ke tempat-tempat maksiat, berbaur bersama orang-orang yang termarginalkan, dan mendedikasikan diri untuk membela orang-orang yang sedang terzalimi agar kemudian merasa tersentuh dengan keluhuran agama Islam.
Maka melalui tulisan ini, sekali lagi saya tegaskan bahwa ungkapan Hermawan Susanto yang ingin memenggal kepala Presiden Jokowi adalah bentuk pengejawantahan dari doktrinasi dan hasutan yang sering diungkapkan petinggi FPI.
Hermawan adalah korban. Sedangkan salah satu solusi agar tidak ada lagi korban selanjutnya, tidak ada kata lain, kecuali membubarkan organisasi radikal dan ekstrem semacam FPI.
Ada yang mau dibantah?