Jumat, 10 Mei 2019

Kenapa Prabowo Hanya Menjadi Juara Kedua?


Sumber: Fanpage Prabowo Subianto
Ramadan memasuki hari kelima. Mari sama-sama kita jaga kesucian Ramadan dengan tidak menebar kebencian dan menabur ketakutan kepada sesama manusia. Sebab, ibadah kita di Ramadan dapat dipastikan sia-sia jika dilakukan dengan perbuatan yang tidak baik. 

Karenanya, pada kesempatan tulisan kali ini, saya ingin membahas alasan kenapa Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menjadi juara kedua? Atau bahasa sederhananya, kenapa Pak Prabowo selalu menjadi juara kedua dalam ajang pesta demokrasi tertinggi negeri ini, yakni Pemilihan Presiden. 

Ya, Prabowo Subianto sudah tiga kali mencalonkan diri untuk maju menjadi pemimpin bangsa. Tetapi selalu saja kurang berhasil --untuk tidak mengatakan gagal dalam rangka menjaga perasaan pembaca-- sehingga menarik untuk diperbincangkan. 

Luar biasanya, dua kali berturut-turut Prabowo selalu kurang berhasil kala bertanding dengan Joko Widodo, si tukang kayu dari Solo. Kenapa sih sebenarnya Prabowo selalu juara dua? Jawabannya sederhana, yakni karena Prabowo tidak cermat membaca situasi politik dan selalu gegabah dalam mengambil keputusan politik.

Jadi begini, gaes...

Prabowo ini kan adalah seorang yang nasionalis, negarawan, dan putra bangsa yang sangat kita akui rekam jejaknya. Gerindra --partai milik Prabowo-- sebagai partai baru, cukup diminati oleh masyarakat. Namun sayangnya, kekurangberhasilannya --bukan gagal-- karir politik Prabowo justru akibat keputusan politiknya yang fatal. 

Lho kok asib, eh bisa?

Pada 2014 lalu, Prabowo sadar. Ia melihat bahwa latar belakang keluarganya adalah nonmuslim (merujuk pada hasil Munas NU 2019 di Banjar, saya tidak akan menyebut keluarganya Prabowo kafir tetapi nonmuslim), dan dirinya yang juga tidak begitu religius dapat menghambat mimpinya untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Prabowo tahu, bahwa isu agama akan menyerang dirinya dan ia takut suara kelompok Islam diambil Jokowi. Maka itu, Prabowo dan Hatta Rajasa berusaha merangkul kelompok Islam agar isu agama tidak menerpa dirinya, bersama koalisi. 

Rupa-rupanya, Prabowo Hatta terlalu jauh membuat manuver dengan menggandeng kelompok Islam yang gerakannya kurang lembut --untuk tidak mengatakan Islam garis keras-- dan membuat deklarasi Pemurnian Agama. 

Praktis, kedekatan Prabowo dengan Front Pembela Ibuibu, eh Front Pembela Islam dan saudara-saudaranya justru membuat kelompok Islam moderat, Islam minoritas (seperti Syiah, Ahmadiyah, dan Islam Tarekat) serta nonmuslim menjadi kecewa dan bahkan menarik dukungan.

Jadi begitu gaes.

Prabowo terlalu tidak dekat (jauh, maksudnya) membiarkan kelompok Islam kurang lembut itu tadi melempar isu agama kepada Jokowi. Prabowo berpikir, barangkali, dengan menggandeng kelompok Islam kurang lembut itu dirinya akan selamat. Bahkan, bisa saja menurut Prabowo, suara Islam akan mutlak jatuh padanya.

Namun rupanya Prabowo kurang benar. Bukan salah. Hanya saja, kurang benar. 

Begini...

Kaum Islam moderat, nasionalis, nonmuslim, dan minoritas justru enggan memilih Prabowo dan berpaling kepada Jokowi sebagai alternatif. Akhirnya, suara Prabowo tergerus dan Jokowi menang di Pilpres 2014 lalu.

Nah, di tahun 2019 ini Prabowo melakukan hal yang sama. Karena sama, maka silakan dibaca ulang dari atas. Intinya, para pembaca yang budiman (bukan sudjatmiko) harus paham, bahwa Prabowo tidak kalah, ia hanya kurang berhasil sehingga menduduki peringkat atau mendapat juara kedua (runner up).

Paham ya? Atau, ada yang curang? Siapa? Sila diproses. 

Terima kasih. Salam dungu! Eh, btw Rocky Gerung ke mana ya? Diculik sama Setan Gundul? Hmmm...
Previous Post
Next Post