Senin, 15 Oktober 2018

Mie Shower ala Santri


Bersama Rafi (kiri) dan Jaya (tengah)

Oleh: Kiai Ahmad Iftah Sidik

Ada dua orang santri, Jaya dan Rafi. Kepada mereka saya minta tolong untuk menjaga Umi di RS selama saya pergi ke Tegal, mengambil brankar (bed pasien) bantuan dari Kamal Jabodetabek dan teman alumni pesantren yang tinggal di sana.

Jaya diminta tolong karena hobinya memijat kami, para asatidz, dan juga Umi. Malah terkadang, anak Tanjung Priok itu lebih suka disuruh memijat daripada sekolah. Maka, saat sadar dari koma, selain keluarga, yang paling sering dipanggil Umi dalam keadaan setengah sadar adalah Jaya.

Rafi, sering diajak Jaya. Keduanya memang teman akrab karena hobinya memelihara. Rafi hobi beternak unggas. Di pondok, ia punya peternakan ayam dan burung dara mini.

Bahkan dulu, saat disuruh mondok di Fatahillah oleh pamannya, pertanyaan pertama yang diajukan Rafi sebagai pertimbangan persetujuan untuk mondok adalah: "di pondok boleh melihara ayam, gak?" 

Saya menjawab mantap, ketika Rafi dan pamannya bertanya. "Kamu boleh beternak apa pun di sini, selagi kamu urus sendiri makannya dan kebersihan kandangnya".

Makanya kebanyakan santriwan Fatahillah punya peliharaan. Kalau tidak ikan di akuarium atau kolam yang mereka buat sendiri, mereka melihara ayam, atau burung dara. Rafi-lah yang kemudian menjadi konsultannya. 

Setiap kali pondok mendapat bantuan buku, jika ada yang berkaitan dengan peternakan, Rafi yang selalu saya panggil terlebih dulu. "Baca tuh, Fi, abis itu ajarin teman-teman."

Sementara itu, Jaya hobi memelihara ikan. Mulai dari yang dibelinya dari tukang hias, hingga ikan yang ia pancing di rawa dekat pondok. Ia pun beternak ikan lele di kolam yang dibuat sendiri dari bekas plastik banner. Jaya juga yang selalu rajin menyiram tanaman di pot-pot milik pesantren.

Rafi dan Jaya juga merupakan aktivis yang sering mengorek dapur atau tempat sampah pesantren. Mereka senang mencari dan mengumpulkan gelas plastik bekas, botol atau gelas air mineral.

Tak jarang, jika usai acara di pondok, mereka bisa dapat plastik hingga satu kantong plastik besar. Setiap libur sekolah, Ahad, mereka izin ke luar pondok untuk menjual plastik ke lapak.

"Hasilnya lumayan pak. Lama-lama bisa buat pergi haji," kata Rafi.

Siang ini, sepulang dari Tegal, saya kembali ke RS, menggantikan mereka yang harus kembali ke pondok untuk sekolah.

"Kalian sudah sarapan?" Tanya saya.

"Sudah, Pak," Jaya menjawab.

"Makan apa?"

"Mie instan Pak, itu.." kata Jaya sembari menunjuk beberapa bungkus mie instan.

"Lha masaknya pakai apa?"

"Di sini enak, Pak. Kalau mau masa mie tinggal masuk ke kamar mandi, buka bungkus mie terus putar kran pancuran mandi, keluar deh air panas, bisa buat ngopi juga," kata Jaya dengan semangat.

"Kalau mau minum dingin tinggal buka kran satunya, tuang ke nutrisari. Jadi deh es nutrisari," lanjutnya.

Saya pun bingung dan bengong.

"Eeettt dah, itu mah air shower buat mandi, bukan air dispenser."

Gantian mereka yang bengong. Lalu kami tertawa bareng.

Rafi yang insting bisnisnya bagus, segera nyeletuk, "Wah, kayaknya bagus juga kalau kita bikin warung jualannya Mie Shower."

Akal santri emang kagak ada matinya.

😂😂😂😂😂

(Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Fatahillah, Mustikajaya, Kota Bekasi)
Previous Post
Next Post

0 komentar: