Jumat, 26 Oktober 2018

Ngobrol Politik Bareng Bang Hasan



Swafoto dengan Bang Hasan (kiri)

Jumat pekan lalu, pada 19 Oktober 2018, usai salat Jumat di Masjid Asrama Haji Bekasi, saya bertemu dengan salah seorang pemuda kepunyaan Kota Bekasi.

Di Bekasi Utara, di kalangan anak-anak muda dan remaja, namanya kerap menjadi perbincangan.

Dia-lah Hasan Muhtar. Sekretaris Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bekasi itu, tengah mencoba peruntungan di dunia politik. Kini, pria yang akrab disapa Bang Hasan itu menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, melalui Partai Golongan Karya (Golkar) nomor urut 4 dengan Daerah Pemilihan 2, Bekasi Utara.

Caleg yang menjadi representasi dari kaum milenial itu, berbicara banyak soal dunia politik hari ini. Katanya, politik di negeri ini sedang mengalami perubahan. Yakni dari politik konvensional menuju politik digital. Sebagai milenials, dia paham betul strategi yang jitu untuk merangkul para pemuda.

Kaum milenial, hidupnya tak pernah lepas dari gadget. Mulai bangun tidur hingga terlelap kembali, gadget senantiasa menyertai hidupnya. Maka, Bang Hasan, lebih memprioritaskan untuk mengkampanyekan diri melalui media sosial terlebih dulu.

Turun ke lapangan, nongkrong bareng anak muda, dan menyambangi warga sudah dilakukan. Tapi belum ingin dimaksimalkan. Sebab menurutnya, kampanye turun langsung ke masyarakat itu hanya efektif saat tiga bulan jelang pemilihan. Saat ini, yang dia lakukan adalah mem-buzzer akun media sosialnya.

Terlepas dari berbagai strategi kampanye yang dilakukan itu, hal menarik yang saya dapatkan saat berbincang santai dengannya adalah soal fenomena anak muda. Katanya, ada dua kategori pemuda saat ini: kalau tidak apatis, pasti pragmatis.

Kebanyakan dari mereka, anak-anak muda, memandang politik sebagai momok menakutkan sehingga harus dijauhi dari kehidupan sehari-hari. Padahal, politik merupakan pijakan awal untuk mampu melakukan perubahan di kehidupan masyarakat.


Kalau memang, politik disebut-sebut sebagai biang dari perpecahan di negeri ini, maka anak-anak muda harus tampil dengan mengubah penampilan politik menjadi lebih kekinian. Apatis, sikap acuh tak acuh terhadap politik yang menjangkiti anak muda, menurut Bang Hasan, sebenarnya bisa diatasi.

Begini, ada yang bilang bahwa politik adalah seni mempengaruhi orang lain. Ketika mampu mempengaruhi orang lain, sehingga memiliki satu frekuensi pemikiran dengan orang banyak, disitulah politik sudah bekerja dengan baik.

Hal yang terpenting untuk bisa mempengaruhi anak muda agar gandrung terhadap politik adalah dengan cara mengemas gaya komunikasi. Menurut Bang Hasan, politik itu bukan serupa film horor atau misteri gunung merapi. Akan tetapi, politik itu seperti kue coklat.

Politik seperti film horor dan politik seperti kue coklat, menurut saya, hanya berlainan kemasan saja. Jika para senior dan elit politik menampilkan gaya berpolitik dengan angkuh dan hanya berorientasi pada kekuasaan semata, maka anak-anak muda harus mampu mengemas politik dengan gaya yang baru.

Misalnya politik seperti wahana bermain yang di sana terdapat berbagai pilihan untuk menentukan segala kebijakan bagi kesejahteraan dan kemaslahatan warga. Politik seperti kue coklat berarti politik memiliki daya tarik karena kenikmatan dan rasanya yang membuat siapa pun menjadi candu.

Gaya komunikasi yang menggunakan permisalan semacam itu sangat penting dilakukan untuk bisa merangkul anak muda. Kalau Bang Hasan ini sudah mampu didekati oleh banyak kaum milenial di Bekasi Utara, maka saat nanti duduk di kursi parlemen, dia bisa menjadi teladan atau motivasi generasi berikutnya untuk ikut berpartisipasi di dunia politik.

“Pemuda apatis dengan politik, sudah gak jaman,” kata Bang Hasan. Kalimat itu kemudian seringkali dimunculkan yang, menurut saya, sebagai pemicu dan motivasi agar anak-anak muda, kaum milenial, dapat turut serta di dalam percaturan dunia politik.

Menurutnya, anak-anak muda harus melek politik agar tidak mudah dimanfaatkan oleh politisi-politisi pengejar kekuasaan yang kemudian meninggalkan konstituen saat sudah jadi penguasa. Pragmatisme di dalam gaya berpikir anak muda seringkali menjadi angin segar atau serupa washilah para politisi untuk dapat menduduki jabatan dengan mudah.

Saat kampanye, banyak fenomena yang telah menjadi rahasia umum. Yakni politik uang yang melibatkan anak-anak muda. Hal itu disebabkan oleh ketidaktahuan para pemuda soal politik. Maka oleh sebagian besar elit politik, anak-anak muda hanya akan dijadikan alat saja.

Apatis dan pragmatis merupakan bentuk kausalitas. Keduanya saling berkaitan. Jika apatis, besar kemungkinan anak-anak muda akan terjerembab di jurang pragmatisme. Pragmatis, disebabkan karena sikap apatis, acuh tak acuh, dan tidak peduli dengan politik.

Karenanya, demi merangkul suara anak-anak muda yang notabene adalah pemilih pemula dari kalangan milenial, maka kemasan politik hari ini haruslah diubah. Ongkos politik memang tidak sedikit. Akan tetapi, dapat diminimalisasi dengan gaya politik yang berbasis pada kedekatan emosional.

Jika anak-anak muda kekinian, kesehariannya digandrungi oleh media sosial, maka para politisi muda harus ambil bagian di sana. Menampilkan kesan bahwa menjadi anak muda yang terjun ke dunia politik adalah sebuah keniscayaan.

Kalau tembok-tembok pemisah antara anak muda dengan politik, berupa sikap apatis dan pragmatis itu bisa dihancurkan, maka saya yakin, Bang Hasan akan sangat dengan mudah duduk di kursi parlemen. Duduknya Bang Hasan di sana juga merupakan keniscayaan, bukan hanya sebagai wakil dari warga masyarakat Bekasi Utara secara umum, tetapi juga sebagai perwakilan kaum milenial yang berprestasi di bidang politik.

Bang Hasan sudah memberi contoh dan teladan baik, kita sebagai anak muda, khususnya di Bekasi Utara, haruslah senantiasa mendukung dan mengikuti jejak langkahnya.

Selamat berjuang, Bang!

Previous Post
Next Post

0 komentar: