Senin, 13 Juni 2016

Imanku tidak semurah itu!


"Hey, Imanku tak semurah itu!" Teriakku pada mereka yang menganggapku tak Islami karena menghormati orang yang tidak berpuasa, dan sepakat kalau warung makan tetap buka di siang hari selama Ramadhan.

Hidayah atau petunjuk yang ada dalam diriku saat ini adalah buah pemberian Tuhan melalui perantara kedua orangtua dan guru-guruku, baik di sekolah formal maupun di pondok pesantren. Selain itu juga berkat perjalanan pengalaman intelektual yang kujalani selama beberapa tahun belakangan ini.

Prinsip hidupku ialah Tauhid. Artinya, sebuah proses penyatuan diri kepada Tuhan yang dimanifestasikan dengan penyatuan terhadap keadaan sosiologis masyarakat yang beragam. Tauhid tidak hanya semata-mata mengesakan Tuhan, sebab Dia sudah Esa dan tidak membutuhkan legitimasi dari hamba-Nya. Tauhid adalah bagaimana seseorang mampu menjalankan keseharian dengan menomorsatukan Tuhan.

Dia-lah Maha Pengasih dan Penyayang, maka tugas manusia adalah mengasihi serta menyayangi sesama dan semesta semata-mata hanya karena Tuhan. Kira-kira itu, pandanganku mengenai konsep dan prinsip Tauhid.

Nah, Ramadhan adalah momentum untuk mengaplikasikan hal itu sebagai bekal di kemudian hari (pasca-ramadhan). Terlebih sepuluh hari pertama di Ramadhan ini adalah janji Tuhan untuk memberikan Kasih Sayang kepada setiap manusia. Maka, kita perlu bersyukur atas hal itu. Bersyukur dalam arti, merealisasikan Kasih Sayang yang Tuhan berikan ke dalam kehidupan sehari-hari, semata karena Tuhan itu sendiri.

Dalam Ketauhidan yang seperti itulah, keimanan kita diuji. Mampukah menomorsatukan Tuhan, sementara kondisi sosio-kultural di masyarakat sungguh dinamis dan cenderung tidak statis? Kita selalu dihadapkan pada fenomena yang terkadang tidak sesuai dengan keimanan dan justru berpotensi menghancurkan atau menggoyahkan iman. Tuhan-lah satu-satunya rule-model untuk kita jadikan pegangan dan landasan dalam bermasyarakat.

Kemarin, kita dikejutkan dengan aksi penyerangan yang dilakukan terhadap warung nasi oleh beberapa oknum kepolisian dan ormas yang mengatasnamakan Islam, dengan rasionalisasi warung nasi harus tutup untuk menghormati orang yang sedang berpuasa.

Sungguh ironi dan memalukan serta menjijikkan aksi semacam itu. Secara logika, orang yang menjalankan ibadah puasa kok bertandang ke warung nasi? Seharusnya, kalau puasa itu mbok ya perbanyak ibadah (baik yang sunnah maupun wajib), yang ke warung nasi itu adalah mereka yang tidak berpuasa. Alasan kenapa tidak berpuasa bisa beragam, masalah dosa dan neraka biar diserahkan kepada mereka dan Tuhan. Karena tugas Khalifatullah fi al-ardl adalah sebagai wakil Tuhan untuk menjaga stabilitas bumi, bukan sebagai perusak dan perusuh atas dasar iman.

Apakah iman seseorang akan terganggu atau bahkan hancur ketika siang-siang melihat di pinggir jalan ada warung nasi yang tetap buka di bulan Ramadhan? Jawabannya adalah tergantung bagaimana kapasitas keimanan yang dimiliki dan seberapa jauh perjalanan pengalaman dia menuju penyatuan diri dengan Tuhan.

Semakin tinggi iman seseorang akan semakin berat cobaannya. Bahkan keimanan itu akan mencapai derajat ketakwaan yang paling maksimal ketika dihadapkan dengan orang yang tidak berpuasa, tapi dia tetap berpuasa semata-mata karena Tuhan. Tidak mungkin derajat keimanan kita akan ditingkatkan ke level takwa kalau proses pelaksanaan ibadah di bulan suci berjalan stabil dan tidak dipertemukan dengan cobaan serta rintangan yang harus dihadapi.

Aku katakan; "kalau imanmu masih terganggu karena ada yang tidak berpuasa di hadapanmu atau karena kau melihat ada warung nasi yang tetap buka di bulan Ramadhan, berarti keimananmu masih berada di tingkat yang paling bawah (asfala-saafiliin), atau bisa dibilang bahwa imanmu masih sangat murahan."

Keimanan orang yang berpuasa adalah memberi rasa aman untuk kehidupan, bukan menjadi algojo bagi mereka yang tidak berkewajiban untuk melaksanakan ibadah puasa. Keimanan yang sudah mapan ialah keimanan mereka yang tidak diliputi rasa narsisme; ingin eksis dengan sebuah penghormatan. Karena sekalipun merasa tidak dihormati oleh mereka yang tidak berpuasa, yakinlah bahwa Tuhan yang akan menghormati dan mengapresiasi ibadah kita selama di bulan Ramadhan.

Puasa yang kita jalankan ini adalah untuk Tuhan, bukan untuk orang lain. Sebab puasa merupakan ibadah privasi yang tak perlu diketahui siapa-siapa kecuali Tuhan dan diri sendiri. Puasa bukan ibadah yang harus dipublikasi, serahkan saja pada Tuhan yang pasti memberi kado terindah di akhir sesi.

"Puasa kok gila hormat. Cuih. Dasar murahan!"

Kamis, 09 Juni 2016

Andaikan kau datang kembali, Gus!




Terlalu Indah Dilupakan
Terlalu Sedih Dikenangkan
Setelah Aku Jauh Berjalan
Dan Kau Kutinggalkan

Betapa Hatiku Bersedih 
Mengenang Kasih dan Sayangmu
Setulus Pesanmu Kepadaku
Engkau Kan Menunggu

Andaikan Kau Datang Kembali
Jawaban Apa Yang Kan Kuberi
Adakah Jalan Yang Kau Temui
Untuk Kita Kembali Lagi

Bersinarlah Bulan Purnama
Seindah Serta Tulus Cintanya 
Bersinarlah Terus Sampai Nanti
Lagu Ini Ku Akhiri

(Andaikan Kau Datang, Tonny Koeswoyo, Koes Plus, 1970)



*****

Saya rasa Anda semua pasti tahu lirik lagu di atas. Saya juga yakin, Anda tidak hanya sekadar membaca tapi juga sembari bernyanyi, sekalipun suaranya tidak sekeren Yon Koeswoyo (Vokalis Koes Plus, adik dari alm. Tonny Koeswoyo) atau semerdu Ruth Sahanaya. Tapi tidak apa-apa, silakan bernyanyi dan maknai lagu itu sesuai kemampuan berpikir masing-masing.

Namun, kita juga perlu tahu bahwa terciptanya "Andaikan Kau Datang" adalah karena alm. Tonny Koeswoyo terinspirasi dari ketidaksetiaan dan kenakalan sang adik. Jadi, lagu itu merupakan sebuah sindiran dari sang kakak dan adiknya. "Kalau pacarmu datang, kamu mau ngomong apa?" Dari situlah, lagu Andaikan Kau Datang tercipta.

Kira-kira seperti itu paparan dan penjelasan Asbabun-Nuzul dari lagu yang sangat familiar di telinga pecinta musik pop di Indonesia. Apalagi lagu itu sempat nge-hits ketika dipopulerkan oleh Ruth Sahanaya. Sayangnya, kebanyakan orang tidak memahami sebab terciptanya lagu ciptaan Mas Tonny itu. Sebagian  besar orang, termasuk saya pribadi, menafsirkannya sebagai lagu perpisahan atau lagu kenangan untuk seseorang yang sudah meninggal dunia, dan diharapkan untuk datang kembali.

Jujur, lagu Koes Plus yang satu itu selalu saya dengar sebagai persembahan untuk Mbah KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (GD). Ketika datang rindu atas petuah dan nasihat beliau, sementara tak ada teman untuk berbagi, maka lagu itu adalah pelipur lara bagi saya.

Hampir semua orang Indonesia, terlebih warga Tionghoa dan Nahdliyyin pasti merindukan sosok pemersatu bangsa itu. Namun, satu hal yang pasti adalah cara mengenang dan melampiaskan kerinduan atas jasa atau apa pun tentang beliau tentu beragam. Intinya, semua merindukan GD. Sekalipun berbeda cara, namun tujuannya sama; itulah ajaran Pluralisme (Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular) yang beliau wariskan kepada bangsa Indonesia agar terhindar dari konflik sektarian.

Dengan konsep Pluralisme, GD mampu meredakan publik, meski dengan cara yang tidak serius dan juga tidak terlalu santai, tapi pasti dibumbui dengan kelucuan yang membuat orang susah berhenti tertawa. Itulah GD, yang dirindukan bangsa Indonesia. Sebagian Nahdliyyin percaya bahwa beliau hanya pulang bukan menghilang.

Menurut saya, GD adalah Kyai terunik sepanjang masa. Dalam hal menghancurkan lawan, GD-lah jagonya. Dengan gaya yang diibaratkan seperti petinju (pukul-rangkul-pukul-rangkul), Pak Harto akhirnya "lumpuh" tak berdaya; termasuk Jenderal K yang dibuat kelimpungan oleh GD, ketika itu.

Selain unik, beliau itu ulama yang sangat alim. Kealimannya bukan semata-mata karena nasab atau hierarki keluarga yang secara keilmuan mumpuni, tetapi karena kegigihannya sendiri dalam mencari ilmu dan kebenaran. Meskipun tanpa gelar sarjana, ilmunya sudah sangat pantas disejajarkan dengan ilmuwan-ilmuwan terkemuka di dunia.

Hingga pada saat dirinya menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, kebijakan-kebijakan yang kontroversial saat itu, menimbulkan kerinduan  di hari ini. Salah satunya pada saat Ramadhan, seluruh sekolah dan tempat pendidikan, baik swasta maupun negeri; diliburkan selama satu bulan penuh!

GD dianggap gila karena mengeluarkan kebijakan yang tak masuk akal. Padahal, pemikiran beliau yang memang sudah lebih maju daripada kita. Dan kita selalu telat menafsirkan "Sunnah" beliau. Termasuk peliburan sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan.

Pasalnya, kebijakan GD yang seperti bukan tanpa alasan. Diliburkannya sekolah di bulan Ramadhan satu bulan penuh itu agar setiap orang dapat fokus melaksanakan ibadah dan memanfaatkan Ramadhan dengan sebaik mungkin. Karena pada dasarnya, Ramadhan adalah bulan pendidikan. Maka, pendidikan karakter dalam beribadah, khususnya di bulan Ramadhan, harus diterapkan sejak dini. 

Namun bagaimana mungkin pendidikan karakter tersebut dapat terterap, kalau bulan Ramadhan masih disibukkan dengan urusan keduniaan? Sebuah pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban, hanya dibutuhkan pemikiran dan hati yang jernih untuk kembali ke "khittah" (back to Gus Dur).

Banyak pelanggaran-pelanggaran agama yang dilakukan pelajar saat ini, yang tentu saja memiliki kemungkinan dan kecenderungan akan dapat berdampak pada kemerosotan moral. Atau, sekalipun tidak berdampak buruk, agama (khususnya Islam) akan semakin terkikis keberadaan dan eksistensinya. Ingat bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler dan juga bukan negara agama. Kita juga harus bisa memisahkan antara hal-hal yang bersifat keduniaan dan yang sifatnya sakral atau keakhiratan; dalam hal ini disebut oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur) yakni Sekularisasi (bukan Sekularisme).

Peliburan sekolah satu bulan penuh selama Ramadhan adalah bentuk Sekularisasi yang paling ampuh untuk menjaga kemurnian agama dari urusan keduniaan. Mampukah pemerintah kita melakukan gerakan kembali ke khittah atau back to Gus Dur? Kalau mampu, saya akan menziarahi makam Gus Dur, meskipun nun jauh di sana serta ketiadaan biaya, bakal diusahakan untuk bisa menziarahi makam Gus Dur sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan rasa berterimakasih saya kepada Gus Dur snediri yang telah menginspirasi banyak orang.

Jadi, liburkan sekolah dan semua lembaga pendidikan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan, agar pendidikan karakter keagamaan dan esensi dari Ramadhan dapat dirasakan dan dilaksanakan atau diterapkan dalam sanubari setiap insan Indonesia di kehidupan sehari-hari.

Gus Dur, Andaikan Kau Datang Kembali...

Selasa, 07 Juni 2016

Tegakkan Hukum Allah!



Silakan klik #IndonesiaMilikAllah sebelum membaca artikel di bawah ini.

Sangatlah berdosa rasanya, kalau kita abai terhadap hukum Allah. Dia Mahaluas, tidak tersekat dan disekat oleh suatu apa pun. Dia-lah Allah, Tuhan seru sekalian alam, hukum dan ketetapan-Nya harus ditegakkan.

Nah, salah satu ketetapan Allah yang mesti ditegakkan adalah kasih sayang dan toleransi kepada yang lain. Para utusan Allah menyeru kepada setiap umat manusia, "Kasihilah Sesamamu sebagaimana kamu mengasihi dirimu sendiri," kalimat itu disebut juga dengan kaidah emas.

Dalam Islam, penegakkan hukum kasih sayang tersebut dapat dilaksanakan ketika maqasid syari'ah (tujuan ditegakkannya hukum) sudah terlaksana minimal dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan hukum tersebut ialah memelihara agama, harta, keturunan, jiwa, dan akal. Ketika kelima hal tersebut sudah terlaksana, maka hukum kasih sayang sudah barang tentu menjadi tegak berdiri, sehingga timbul kemaslahatan antar-umat.

Manusia diciptakan sebagai Khalifah di bumi, yang bertugas sebagai staff Allah untuk menciptakan harmoni keindahan yang lestari. Sungguh berdosa bagi Khalifah, dalam hal ini manusia secara umum, yang tidak mengindahkan penegakkan hukum Allah yang satu itu, hukum yang universal, yang tanpa sekat dan tak bisa disekat oleh apa pun.

Siapa pun yang masih ingin hidup di bumi Allah, maka wajib menegakkan hukum kasih sayang kepada sesama dan semesta.

Senin, 06 Juni 2016

Indonesia Milik Allah



Setelah 71 tahun berlalu, akhirnya 1  Juni 2016 ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Kelahiran dasar negara yang berasal dari pergolakan sosial dan kebudayaan bangsa Indonesia itu memang beragam versi, namun para pakar sejarah berpendapat bahwa 1 Juni 1945 adalah pertama kalinya Ir. Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila.

Saya tidak ingin terlalu banyak bicara sejarah, karena memang bukan itu yang sedang ingin dibicarakan dalam tulisan ini. Tapi, mari sama-sama berpikir, benarkah Indonesia Milik Allah? Benarkah Indonesia ini benar-benar negara-bangsa yang diridhoi Allah? Jawabannya, iya.

Allah adalah satu-satunya zat yang berhak menguasai semesta. Dia yang mengatur ritme dan dinamika alam raya agar tetap terjaga keharmonisannya. Dia Mahadamai lagi Mahacinta.

Diksi "Allah" hanya berupa sebutan saja, bukan dengan maksud membeda-bedakan Tuhan, sebab Tuhan cuma satu, yaitu yang dalam bahasa Arab disebut Allah. Dia Satu, tetapi orang bijak menyebut-Nya dengan banyak nama, artinya Tuhan Yang Satu itu adalah kepunyaan bersama, sekalipun dalam konsep penyembahan dan ritual keagamaannya berbeda-beda.

Begitu pun Indonesia. Allah-lah yang memiliki negeri ini, tidak ada keraguan atas itu. Sebab Allah adalah kepunyaan bersama, maka Indonesia tidak diperkenankan untuk menjadi negara yang kearab-araban atau kebarat-baratan. Di Indonesia segalanya ada, tidak hanya yang keturunan Arab, tetapi juga yang punya darah Barat, boleh tinggal di sini. Itulah hakikat kepemilikan Allah, tidak ada dikotomisasi warga negara.

Sampai kapan pun, Indonesia akan dijaga Allah dari marabahaya dan malapetaka yang akan menyebabkan kehancuran. Bahkan, Indonesia adalah hadiah yang Allah berikan untuk alam semesta. Jangan main-main dengan Indonesia, karena negara ini kepunyaan Allah!

Kalau Indonesia Milik Allah, itu berarti segala yang ada di dalamnya adalah Dia yang memiliki dan menguasai. Pancasila yang saat ini kita hapal adalah 'kepanjangan tangan' dari piagam Jakarta dan konstitusi Madinah. Rasulullah yang kala itu mendirikan negara Madinah, tentu karena mendapat mandat dari Allah. Jadi, Pancasila juga kepunyaan Allah, jangan berani mengubah apalagi anti dengan Pancasila!

Karena Allah adalah yang menguasai dan memiliki Indonesia, maka universalitas Pancasila juga harus tetap dijaga. Pancasila adalah semua untuk semua, Allah adalah Satu untuk semua. Jadi, Allah dan Pancasila untuk semua. Tidak ada hak monopoli atas kedua hal itu.

Terimakasih Bung Karno atas Pancasila yang kau rumuskan bersama para ahli agama yang tidak buta dan tuli terhadap pluralitas dan keragaman bangsa.

Selamat Harlah, Bung. Indonesia dan Pancasila akan selalu dijaga Allah sampai akhir zaman. 

6 Juni



Sebelum membaca tulisan ini, silakan baca dulu Puisi Berjudul "Bung".

Syukur alhamdulillah, saya dipertemukan kembali dengan 6 Juni, hari yang selalu ditunggu kehadirannya. Barangkali, hari ini menjadi tanggal keramat dan mudah diingat karena merupakan hari lahir presiden pertama kita.

Waktu itu, sekitar tahun 2003, Ibu dan Bapak -begitu panggilan untuk kedua orangtua kandungku- secara tiba-tiba memanggil dan membuat saya akhirnya menyudahi permainan gobak sodor, di jalanan depan rumah, dengan teman-teman.

Kedua orangtuaku itu, baru pertama kali rasanya memanggil dan ngajak ngobrol yang terkesan serius, padahal saya masih anak-anak, baru kelas 3 SD. Tapi, barangkali mereka sudah mengangapku mampu menerima berita yang sebelumnya sama sekali belum diketahui.

Bapak: "Ru, kamu udah belajar sejarah belum?"
Ibu: "Tau gak Bung Karno atau Ir. Soekarno itu siapa?"
Mereka bicara dengan gaya kekanak-kanakkan, mungkin menyesuaikan agar tidak terkesan kaku dan baku.
"Aru udah belajar sejarah, kok. Bung Karno itu bapaknya Bu Mega kan ya?" Jawabku sembarang tahu dan kedua orangtuaku itu membenarkan, tapi bukan itu substansi dari pembicaraan ini.
Bapak: "Ru, kamu itu lahir di tanggal dan bulan yang sama kayak Bung Karno, banyak belajar tentang beliau ya. Semoga jadi anak yang cinta sama negeri sendiri." Kata bapak sambil elus kepalaku yang panjul. Sementara itu, aku lanjut main gobak sodor dengan teman-teman.

Kira-kira itu secuplik sejarah masa kecilku yang masih terngiang sampai sekarang. Sebenarnya masih banyak, tapi rasanya terlalu menjenuhkan kalau ditulis dalam bentuk dialogis seperti di atas. Ibuku yang dari keluarga pecinta Soekarno alias Soekarnois, selalu menceritakan perjalanan Soekarno semasa hidup.

Cerita itu tidak pernah didapat dari buku sejarah di sekolah-sekolah karena menurut ibuku, Pak Harto sudah menyunting sejarah Bung Karno karena beragam masalah. Konon, kata bapak, Pak Harto itu punya sifat iri dengki terhadap keberhasilan Bung Karno. Entahlah.

Saya lebih suka kalau Bapak atau Ibu menceritakan soal perjalanan Bung Karno yang penuh liku, sampai dijebloskan ke penjara, tapi justru dapat berkarya dalam ketidakberdayaannya. Salah satunya buku "Indonesia Menggugat", karya beliau yang masih diproduksi sampai sekarang.

Di tahun 2009, kalau tidak salah, Pakde (Kakak laki-laki dari Ibu) bercerita panjang lebar soal dirinya yang banyak menyimpan buku "kiri" dan tertuduh sebagai anggota PKI, padahal sama sekali tidak. Untungnya, beliau tidak sampai mati tertembak atau hilang entah kemana.

Pakdeku itu bercerita bahwa perjuangan Bung Karno tidak ada duanya. Proklamator yang satu itu adalah pembebas sekalipun dalam keadaan tertindas. Dia juga penggagas cita-cita bangsa yang berdasar pada Pancasila, sekalipun dasar negara itu sempat dijadikan alat politik oleh lawan mainnya, Pak Harto.

Jujur, saya tidak pernah dituntut untuk belajar soal kejahatan Pak Harto terhadap Bung Karno. Kedua orangtuaku hanya menyarankan agar banyak belajar dan membaca sejarah yang menjelaskan secara obyektif dan mendetail.

Dan, pembacaanmu masih sedikit. Ada banyak yang harus dibaca dan dipahami, agar semesta tak melulu tertutupi awan sejarah sang pemenang. Biar yang lalu menjadi kenangan supaya masa depan tiada pesakitan.

Kemarin, presiden Jokowi menetapkan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Beliau juga berkunjung ke penjara Bung Karno di Bandung. Semoga awan sejarah sang pemenang tak melulu menjadi tontonan yang menyakitkan. Sejarah yang sebenarnya semoga masuk dalam kurikulum di sekolah-sekolah.

Soal Pancasila, sampai hari ini masih saja menjadi perdebatan dan isu yang hangat. Sementara banyak ormas yang anti-Pancasila, tak sedikit pula yang menumpangi Pancasila atas dasar kepentingan.

Bapakku bilang, kalau semuanya bisa menafsirkan Pancasila sesuai dengan cita-cita Bung Karno dengan didukung tiga unsur yaitu NASAKOM, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo pasti bakal terwujud.

"Sekarang tugas kamu adalah mengawal Pancasila agar ideologi itu bisa tetap eksis dan mantap tanpa keraguan di dalam hati dan pikiran manusia Indonesia. Pancasila tidak anti-antian, Pancasila mengajarkan kita untuk menjadi ummatan wasath, karena Pancasila itu Laa Syarqiyyah wa Laa ghorbiyyah, kamu harus bangga terlahir di 6 Juni," Kata Ibuku.

Minggu, 05 Juni 2016

Fenomena sindir dalil dari atas mimbar




Selain menjadi bulan kemunafikan (Baca ini), Ramadhan juga merupakan wadah untuk perdebatan bodoh dan pekok.

Para penceramah yang berbeda latar belakang keagamaan saling sindir di atas mimbar dan seringkali menghindari meja diskusi.

Mereka melempar dalil seadanya, tanpa tafsir yang memadai, apalagi rujukan dari mufassir terkemuka di dunia.

Menafsirkan ayat dan hadits sebisanya, tidak dengan metode yang telah tersedia, membuat akar rumput bergoyang dan kepanasan.

Bermodal surban, sarung, dan baju koko adalah awal untuk mendapat panggilan ustadz di kota-kota besar.

Tak perlu mondok, tidak butuh metode tafsir atau kajian mengenai tata bahasa Arab, juga tak perlu bisa membaca kitab kuning, terjemahan pun jadi!

Kutip sana-sini, googling di internet, catat, langsung jadi penceramah, modal paling utama adalah ngaji kuping ke murabbi terdekat.

Sementara itu, akan terjadilah perdebatan yang sengit nan pekok lagi bodoh, apalagi ketika ustadz jebolan Pesantren yang ilmunya sudah luas, justru terpancing untuk memprovokasi jamaah dari atas mimbar.

Perdebatan yang terjadi sebenarnya hanya sekitar hal-hal yang sama sekali tidak akan melunturkan nilai-nilai keagamaan, justru aksi saling sindir dan lempar dalil dari atas mimbar yang membuat agama ternoda.

Silakan diskusi, bukan dimaksudkan untuk menilai siapa yang salah dan benar, tapi agar ada pertanggungjawaban yang argumentatif atas dasar yang digunakan.

Jangan sampai perbedaan khilafiyah menjadikan kita terpecah belah, apalagi sampai membuat persaudaraan hancur lebur karena khilaf(ah).

Selamat berpuasa!

Selamat datang di bulan penuh kemunafikan


Selamat datang di bulan yang kontradiktif; di satu sisi disebut sebagai bulan penuh ketulusan dan kejujuran, tapi di lain sisi justru menjadi ajang pencitraan dan kemunafikan.

Di bulan ini, semua tak dapat terkendali, orang-orang berlomba memperbaiki citra meski dengan cara yang instan.

Ada yang berpura-pura menjadi baik agar mendapat simpati dari banyak orang, seusai Ramadhan keburukan ditampakkan kembali.

Orang-orang desa pergi ke kota untuk menjadi pengemis dan gembel di jalanan, padahal sebenarnya juragan tanah di kampungnya.

Selebriti yang biasanya mengumbar aurat, kini bersiap untuk tertutup, supaya dapat tawaran main sinetron religi.

Banyak yang tidak berpuasa dan makan siang dengan sembunyi, karena barangkali takut terkena pentung malaikat putih di siang bolong.

Bulan suci dicederai dengan tindak anarki yang membawa bendera amar makruf nahi munkar.

Lucu, bulan suci diwarnai teriakan-teriakan ala preman, sekaligus pasti terdengar umpatan yang membuat Ramadhan ternoda.

Iman yang kuat takkan pernah goyah terhadap godaan apa pun, hal itu terlihat di Ramadhan nanti.

Ada banyak orang yang sebenarnya tidak tahan iman, lalu menyalahkan yang lain sebagai penyebab kerusakan, padahal dirinya sendiri yang memancing timbulnya kerusakan, itulah kemunafikan.

Manusia memang diberi kedudukan yang tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya, tapi kalau tidak mampu mengendalikan, munafik-lah jadinya.

Kalau kita sepakat bahwa Ramadhan adalah bulan kebaikan, maka berbuat baiklah tanpa mengharap apa-apa, bahkan berharap surga pun tidak.

Sebagaimana Abu Nawas dalam Syairnya yang diberi nama I'tiraf itu; dalam ibadah, bukan surga atau neraka yang menjadi tujuan, melainkan ketulusan Tuhan dalam memberikan ampunan, asalkan kita juga tulus menghamba.

Selamat datang di bulan penuh kemunafikan!

Sabtu, 04 Juni 2016

Pamer ibadah di bulan Ramadhan

Sebelumnya, silakan baca tulisan ini: Ibadah moral di bulan ramadhan


Ramadhan diyakini sebagai bulan segala kebaikan, tidak ada satu keburukan pun yang pantas dilekatkan kepadanya.

Setiap orang disibukkan dengan ibadah, baik secara sosial maupun ritual atau secara moral maupun formal, semua dilakukan, karena kalau tak begitu akan disebut manusia paling sial.

Berkah melimpah di mana saja, sampai di tempat terpencil pun konon kelimpahan juga, syukur alhamdulillah.

Lalu bagaimana kalau Ramadhan -dewasa ini- disebut sebagai bulan pencitraan atau bulan kemunafikan? Tunggu, jangan dulu terpancing emosi.

Di dalam Al-Quran dijelaskan, akan ada banyak hadiah dan kejutan dari Tuhan untuk manusia yang menjalankan ibadah dengan penuh ketulusan, konon dosa-dosanya akan terhapus secara keseluruhan.

Kemudian manusia berlomba untuk mendapatkan hadiah yang dijanjikan itu, karena penghargaan dari Tuhan sangat berharga bagi kaum beragama, terlebih hadiah yang diberikan pada bulan Ramadhan.

Tapi, apa kabar ya dengan manusia yang menjadikan Ramadhan sebagai ajang pamer di media sosial atau lingkungan sekitar?

Secara sederhana, postingan atau ucapan serta tindakannya diselimuti kata syiar atau dakwah, namun hati orang siapa yang tahu?

Si A posting sesuatu di sosmed soal ibadahnya yang tekun itu, belum tentu hatinya bersih dari rasa pamer dan membanggakan diri alias takabbur, juga belum tentu si B menilai baik si A, barangkali si B justru risih dengan si A.

Pamer, norak, riya' atawa takabbur itu selalu menjangkiti Ramadhan yang membuat kesuciannya ternoda.

Maka, seperti kata pepatah "gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga", Ramadhan menjadi rusak karena segelintir manusia yang seperti itu.

Karena itu, mari perbanyak ibadah moral dan sosial tanpa publikasi yang bisa membuat orang jadi mual, jangan terlalu banyak ibadah formal dan ritual yang sifatnya publikatif.

Ibadah sosial dan moral tidak membutuhkan eksistensi, biar Tuhan yang mengaktualisasi itu ke hadapan semesta dengan sendirinya.

Sementara ibadah formal dan ritual pasti membutuhkan publikasi dan eksistensi untuk memperbanyak apresiasi, karena pada dasarnya kulit memang lazim diperlihatkan dan memang sudah seharusnya dilihat banyak orang.

Mari berpikir, kira-kira ibadah macam apa yang akan menjadikan kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang patuh dan mesra dengan Tuhan?

Ibadah moral di bulan Ramadhan


"Marhaban Ya Ramadhan!" Begitu kata umat Islam sejagat.

Bacaan surat Al-Baqarah ayat 183 menjadi favorit penceramah di bulan yang dipercaya membawa berkah.

Seluruh media massa, pasti terdapat kabar tentang kedatangan Ramadhan, mulai dari hal yang remeh-temeh sampai yang tidak bisa dianggap biasa.

Sebagian besar orang sibuk menghubungi kawan lama untuk persiapan buka bersama sekaligus ajang reuni setelah sekian lama tak jumpa.

Mahasiswa, Lembaga Sosial, Komunitas, dlsb, sedang sibuk meramu kegiatan santunan anak yatim dan dlu'afa.

Jangan lupa ya, pesan tiket transportasi untuk mudik lebaran, atau cari informasi mudik bareng walikota, gubernur, atau presiden.

Apa pun kesibukan di bulan suci, jangan sampai kita kehilangan substansi bahwa yang terpenting dalam Ramadhan adalah ibadah soal moralitas.

Sebab bulan Ramadhan adalah tempat untuk pengembangan dan pengendalian diri, juga peningkatan rasa patuh dan pasrah kepada Tuhan yang akan mewujud dalam kehidupan sehari-hari.

Kita akan kehilangan makna dan esensi dari iming-iming takwa, kalau Ramadhan dijadikan tameng untuk berlindung atau senjata untuk menyerang.

Silakan berpuasa dengan tenang dan khidmat tanpa usik dan berisik, karena ibadah tak perlu diketahui publik.

Silakan untuk tidak berpuasa dengan sopan dan terhormat, tidak dengan perilaku amoral, sebab Ramadhan adalah bulan dimana moralitas dijunjung tinggi demi mencapai derajat ketakwaan.

Jangan formalistik kalau beribadah, jangan pula berisik kalau tak jalankan ibadah, apalagi ribut ini-itu yang setiap tahunnya selalu bikin gerah.

Kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan hanya untuk orang yang beriman, bukan ditujukan bagi mereka yang tak punya iman.

Pada hakekatnya, keimanan akan terkristalisasi menjadi keamanan dan kenyamanan.

Artinya, seorang yang sudah mampu mengendalikan keimanannya, dengan sendirinya akan memberi rasa aman dan nyaman bagi sekitarnya.

Orang yang beriman tidak gila hormat, justru ia akan sangat antusias menghormati yang lain.

Pun, keimanan orang yang sedang berpuasa.

Ia akan fokus pada ibadah yang sifatnya substansial dengan menekankan nilai moralitas, daripada meributkan hal yang fundamental ditambah dengan sesuatu yang formalistik.

Ramadhan dijadikannya sebagai ajang untuk menghamba dan bermesraan dengan Tuhan seraya mengembangkan nilai luhur kepada sesama dan semesta.

Jadi, mari kawinkan keimanan dengan ibadah moralitas yang akan menjadikan kita manusia dengan ketakwaan yang hakiki.

Minggu, 22 Mei 2016

Ya Allah, sesatkan aku!




Banyak yang menuduhku sudah keluar dari jalur agama sebab pernyataan-pernyataan yang tidak pada koridornya. Mereka mendakwa diriku bodoh, karena membaca literatur yang tidak biasa. Namun, aku justru menikmati kesesatan itu.

Bagiku, kritik tajam terhadap mereka yang berbeda itu bukan berarti diri ini anti-agama atau bahkan anti-Tuhan. Aku mencintai Tuhan, sangat menjaga keintiman cinta itu saban malam datang menghampiri. Sekalipun caraku mencumbu Tuhan, barangkali berbeda dengan yang mereka lakukan.

Mereka yang gemar mendakwa sesat kepadaku bukan berarti menjadikanku berkecil hati. Justru sebaliknya, aku lebih mantap mencinta dan bercinta dengan keintiman yang lebih dahsyat dengan Tuhan.

Sebab menurutku, mencintai Tuhan tidak selalu harus sama dan cenderung normatif bahkan monoton. Aku punya cara sendiri untuk melakukan hubungan kemesraan dengan Dia Yang Mahacinta.

Tuhan itu satu, hanya Dia pemegang kebenaran yang absolut, sementara manusia selalu dalam kesesatan dan kebodohan agar terus mencari kebenaran yang satu-satunya itu.

Nah, di malam Nisfu Sya'ban ini, aku mendoa agar diri senantiasa di dalam kesesatan dan kebodohan; supaya selalu mengucap 'Ihdinashshirothol mustaqim' dan diberi kesempatan untuk terus belajar. Sebab kalau sudah tak sesat dan pintar, maka tidak diwajibkan lagi untuk ibadah shalat dan mohon ditunjukkan ke jalan yang lurus oleh Allah, atau kewajiban mencari ilmu berarti gugur.

Ya Allah, sesatkan aku, bodohkan aku; agar  selalu mencari kebenaran dan kecerdasan yg Engkau beri. Jangan kau jadikan diriku yang hina ini sebagai manusia yang merasa pintar dan tidak sesat, karena kalau begitu, kita tak dapat lagi bercinta selayaknya malam ini aku pada-Mu.

Allah, Tuhanku, biarkan aku tetap dalam kebodohan dan kesesatan, sebab hanya Engkau yang tidak sesat dan paling pintar. Rabbi, duhai Pendidik, berikanku jalan untuk dapat menggapai kecerdasan dan kebenaran yang berada dalam genggaman-Mu.

Aku akan terus menyebut Ihdinashshirothol Mustaqim dalam sholat dan keseharianku, hingga diri ini menyatu dengan Dzat-Mu. Karena yakinku, setiap manusia pasti berada dalam kesesatan dan tidak ada yang memegang kunci kebenaran versi-Mu yang absolut itu. Maka, aku lebih memilih untuk tetap dalam kesesatan dan kebodohan, agar hubungan cinta kita tetap terjaga.

Senin, 09 Mei 2016

Di Suriah bukan perang Sunni-Syiah!




Oleh: Ahmad Zainul Muttaqin.


Tulisan ini sudah pernah saya posting di akun pribadi saya beberapa bulan lalu dan sudah dimuat beberapa media online. Fakta-fakta ini sudah berkali-kali saya katakan sejak 4,5 tahun lalu, dan saya tidak akan pernah bosan untuk terus mengatakannya. Berikut fakta-faktanya:

  1. Pemerintah Suriah tidak pernah membantai Sunni. Hasil pemilu presiden Suriah yang diawasi lembaga-lembaga independen Juni 2014 kemarin, Assad terpilih kembali dengan perolehan 88.7% suara rakyat. Sedangkan kaum Sunni itu mayoritas (74%) di Suriah. Artinya, mayoritas mutlak rakyat Suriah yang Sunni dan apapun latarnya masih mencintai Assad. Itu yang selalu ditutupi media-media Takfiri. Jika Assad adalah pembantai Sunni, mungkinkah mayoritas rakyatnya yang Sunni tersebut memilih dia?
  2. Satu lagi propaganda murahan yang menyebut rezim Suriah adalah Syi'ah. Faktanya, Mayoritas kabinet pemerintahan di Suriah diisi oleh orang-orang Sunni. Jabatan-jabatan penting seperti Wakil Presiden, Wakil Presiden 1, Perdana Menteri, Deputi Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, Menteri Informasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan lainnya diisi orang-orang Sunni. Grand Mufti resmi Suriah Syaikh Ahmad Badruddin Hassun pun seorang ulama besar Sunni. Bahkan istri Bashar yaitu Asma al Assad adalah seorang muslimah Sunni dari Homs. Ini semua adalah fakta-fakta yang selalu ditutupi media-media radikal tanah air.
  3. Dan (lagi) fakta yang selalu ditutupi mereka, para pemberontak di Suriah mayoritas bukanlah rakyat Suriah, tapi para militan takfiri asing yang datang dari 83 negara (termasuk Indonesia), korban cuci otak sektarian yang ramai-ramai menginvasi Suriah dengan kedok "jihad". Bahkan situs SOHR (Syrian Observatory for Human Rights) yang berafiliasi dengan oposisi pun mengakui > 70% militan yang memberontak di Suriah adalah para militan asing/jihadis impor (bukan rakyat Suriah).
  4. Fitnah-fitnah Assad membantai Sunni baru disebar 5 tahun yang lalu, tepatnya sejak invasi puluhan ribu militan takfiri asing ke Suriah. Faktanya, sebelum itu tidak pernah terdengar isu-isu tersebut. Bashar al Assad sudah berkuasa sejak tahun 2000 dan sampai hari ini Sunni masih mayoritas di Suriah (74%). Kalau benar Assad membantai dan menggenosida kaum Sunni Suriah, seharusnya Sunni di Suriah sudah habis, karena dia sudah berkuasa 16 tahun. Kenyataannya sampai hari ini Sunni masih mayoritas di Suriah. Apa masih percaya dengan isu murahan tersebut?
  5. Pada 2009, Qatar mengajukan proposal agar Assad melegalkan jalur pipa gas alamnya melintasi Suriah dan Turki untuk menuju Eropa. Bashar al Assad menolak proposal ini, dan pada 2011 ia justru menjalin kerjasama dengan Iraq dan Iran untuk membangun jalur pipa ke Timur. Qatar, Saudi, dan Turki adalah pihak yang paling sakit hati dan dirugikan oleh keputusan ini. Khayalan mereka untuk mendapat pemasukan Milyaran dollar dari ekspor Migas buyar seketika. Apa kalian terkejut jika hari ini Saudi, Qatar, dan Turki menjadi negara-negara yang paling getol mensponsori dan mempersenjatai para teroris yang hendak menggulingkan Assad?
  6. Kenapa USA dan NATO juga sangat berambisi menggulingkan Assad? Karena mereka dan ketiga negara tersebut adalah sekutu dan mitra bisnis utama. Keputusan Assad akan menguatkan posisi Iran secara ekonomi maupun politis dalam pasar tambang Migas di Timur Tengah dan mengecilkan pengaruh USA dan sekutunya. Apa USA rela? Mimpi!!
  7. Sejak perang Arab-Israel pada 1948 hingga perang edisi ketiga pada 1967, Suriah tidak pernah absen dalam mengirim pasukan militernya melawan Zionis. Suriah bersama Mesir, Iraq, dan Jordan saat itu (1967) mengirim 547.000 pasukan melawan Zionis di Sinai dan Golan. Bahkan ketika negara-negara Arab sudah berdamai dengan Israel, Suriah adalah satu-satunya Rezim Arab yang hingga kini tidak bersedia menandatangani perjanjian damai dengan Israel. Hingga perang Suriah dan Israel terus berlanjut pada Yom Kippur 1973 atas pendudukan Israel di Golan. Hingga hari ini PBB harus menurunkan pasukan perdamaiannya di Golan dan menetapkan sebagian wilayah tersebut sebagai zona netral.
  8. Suriah hingga hari ini adalah penampung terbesar pengungsi Palestina di Timur Tengah. Jutaan pengungsi Palestina telah diterima dengan tangan terbuka oleh Pemerintah Suriah sejak 1948 di kamp-kamp pengungsi Yarmouk, Neirab, Handarat, Aleppo, dll. Mereka diberi fasilitas Sekolah, Rumah Sakit dll layaknya warga sendiri. Bahkan Assad pun dijuluki sebagai Bapak Pengungsi Palestina. Mereka beranak pinak di Suriah hingga hari ini. Dan tidak mengejutkan jika para pejuang Palestina dari PFLP-GC di Yarmouk (cabang PFLP yang bermarkas di Gaza) dan Brigade al Quds (sayap militer Jihad Islam Palestina di Gaza) sejak awal konflik mengabdi pada Suriah dan bergabung dengan Tentara Arab Suriah melawan para teroris.
  9. Sebuah strategi militer baru telah dimulai di Suriah. Hal ini mengubah Suriah selama 15 tahun terakhir kepada kekuatan militer yang akan mengancam Israel, khususnya pada tingkat pengembangan roket dan persenjataan militer yang lain. Israel melihat ini sebagai ancaman besar. Roket-roket Khaibar M-302 buatan Suriah telah membantu Hizbullah dalam perang 2006 melawan Israel di Lebanon Selatan untuk menghujani Haifa dan kota-kota lain di Israel. Bahkan roket-roket yang sama juga telah digunakan para pejuang Muqawwamah Palestina seperti Hamas, Jihad Islam dan PFLP di Gaza yang membuat pertama kalinya dalam sejarah 1,5 juta Zionis masuk ke dalam bunker perlindungan bom. Suriah bukan hanya gerbang atau jembatan transportasi dan komunikasi antara pejuang Muqawwamah dan Iran, tapi Suriah adalah adalah pendukung nyata pejuang-pejuang resistensi di Lebanon dan Palestina. Suriah adalah bagian vital dalam perjuangan melawan Zionis!
  10. Setelah Hamas diusir dari Jordania pada 1999, di saat negara-negara arab mengucilkan dan mengabaikan Hamas. Suriah membuka tangannya dan menyediakan ibukota negaranya untuk menjadi markas Hamas. Bashar al Assad membangunkan kantor pusat Hamas di Damaskus pada 2001. Melalui markas ini, Suriah rutin berkoordinasi menjalin cara menyuplai persenjataan kepada kelompok-kelompok Muqawwamah di Gaza, tidak hanya Hamas. Sebutkan jika Saudi, Turki dan Qatar pernah menyuplai senjata atau sebutir saja peluru untuk pejuang Palestina?
  11. Mundur ke belakang kita bicara Libya. Di Libya bahkan tidak ada yang namanya Syi'ah, tapi nyatanya terjadi perang selama 4 tahun di sana. Para pemberontak takfiri bekerjasama dengan NATO dan USA akhirnya berhasil membunuh pemimpin Sunni, Muammar Qaddafi, secara keji. Masih ingat kan saat itu media-media radikal macam Arrahmah, voa-islam dll menggelari Qaddafi sebagai Toghut, Fir'aun dll dan perjuangan mereka demi menegakkan Khilafah. Khilafah apa yang sudah tegak? Apa anda tidak belajar dari pola permainan seperti ini?



Sumber: Klik di sini

Minggu, 08 Mei 2016

Nasihat KH. Hasyim Muzadi untuk HTI




  1. Rabu, 4 Mei 2016 pkl 12.00 s.d. 14.15 Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berkunjung ke kediaman KH. Ahmad Hasyim Muzadi, di Pesantren Al-Hikam Depok, untuk mendiskusikan masalah keagamaan dan kebangsaan.
  2. Disampaikan kepada HTI hendaknya jangan ada sedikit pun keinginan serta tema perjuangan seperti "Penegakkan Khilafah" atau "tidak setuju NKRI dan Pancasila" yang terkesan HTI akan membuat negara baru. Sebenarnya HTI cukup mengisi Indonesia dengan Syari'at Islam Rahmatan Lil 'Alamin, bukan membuat negara Indonesia Baru.
  3. Dengan membuat tema negara baru, HTI sama artinya dengan mempersenjatai musuh Islam (islamophobia) untuk menggunakan kekuasaan negara Indonesia guna menyerang HTI dan juga Islam.
  4. Pancasila telah diterima Kaum Muslimin Indonesia melalui proses panjang (kurang lebih 40 tahun). Maka, jangan dipersoalkan lagi. Hal itu dimulai dari perjuangan bersenjata: DI/TII, Permesta/PRRI, perjuangan konstitusional melalui konstituante, sampai NU menjadi partai politik dan bergabung dengan PPP. Semuanya tidak ada yang cocok dan akhirnya pada 1984 menetapkan Pancasila sebagai asas negara serta Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai ideologi NU sebagaimana tertera dalam Khittoh NU. Hendaknya proses panjang ini tidak dicederai.
  5. NU dan GP Ansor jangan menyelesaikan masalah HTI dengan cara kekerasan, karena terkesan NU dan Ansor mendiamkan timbulnya PKI di Indonesia yang di lain sisi ganas kepada sesama muslim. Saya yakin PKI jauh lebih berbahaya dari HTI, baik ukuran agama maupun negara. Bahkan, bisa terkesan pengalihan masalah dari PKI ke HTI.
  6. Penyelesaian HTI yang dilakukan NU dan GP Ansor hendaknya dimulai dengan musyawarah agar NU dapat menjadi pemimpin umat Islam Indonesia. Semoga imbauan saya didengar HTI. Tidak perlu khilafah, terimalah NKRI dan Pancasila.
  7. NU dan Ansor jangan terkecoh kepada Islamophobia.




*disadur dari facebook Ali M. Abdillah

Kamis, 21 April 2016

Surat untuk Raden Adjeng Kartini





Kepada Yth,
RA Kartini binti KH Madirono
di
Singgasanamu

Assalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Ibu Kartini yang kuhormati, semoga tetap dalam lindungan Tuhan di sana. Aku juga mengharap ketulusanmu untuk mendoa, agar perempuan Indonesia saat ini tidak selalu melihat ke atas karena kepintaran dan kekayaannya. Namun, senantiasa melihat ke bawah karena keinginannya untuk memperbaiki keadaan bangsa.

Dari kisah tentangmu yang kutahu, baik dari tulisan maupun lisan, seluruhnya sepakat bahwa dirimu terlahir dari keluarga kelas atas. Kau lahir di dalam ruang yang penuh keributan karena pelarangan pendidikan bagi perempuan.

Saat itu, penjajahan masih kuat. Sehingga, banyak pelarangan dan penindasan terhadap kebebasan perempuan. Selain itu, sistem feodalisme Manusia Jawa masih sangat kentara. Sekiranya dua hal itu yang menjadi perlawananmu.

Engkau berdarah Jawa. Awalnya aku mengira tak Islami. Rupanya, kau juga memiliki visi dan tujuan meneguhkan Islam Rahmatan Lil 'Alamin ala Indonesia kepada seluruh dunia. Agama yang ramah, bukan marah.

Engkau pernah mengirim surat berupa pembelaan terhadap risalah yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad itu kepada keluarga Abendanon yang menganggap Islam demikian tak baiknya.

Ibu Kartini yang kubanggakan, pasti kau menangis kalau melihat keadaan negeri saat ini. Terlebih, perempuan yang sudah diberi kebebasan untuk berpendidikan, tapi lebih memilih untuk mencari uang dengan jalan instan, bahkan hina.

Bu, aku sering melihat perempuan yang seperti itu. Mereka rela menjual dirinya hanya karena ingin meniru gaya Eropa dan kebarat-baratan. Sementara diriku, tak punya kuasa untuk memberi pemahaman soal pendidikan kepada mereka; sebab Hak Asasi Manusia katanya.

Perempuan saat ini selalu ingin merasa nyaman. Namun dengan proses yang sebentar, di tengah keterpurukan hidup yang kian menumpuk. Sementara kau yang sudah hidup nyaman di keluarga darah biru itu, justru memilih ketidaknyamanan demi martabat dan harkat perempuan-perempuan setelahmu.

Bu, izinkan aku menjadi penerusmu. Aku bersumpah tidak akan tinggal diam ketika harkat dan martabat perempuan, bangsa, dan agamaku dihina.

Di zaman yang sudah bebas ini, berkat kerja kerasmu melawan feodalisme yang mengakar di Tanah Jawa, perempuan kini sudah bisa memilih hidupnya sendiri; termasuk pendidikan.

Kalau pun perempuan saat ini tak mampu belajar dan berpendidikan tinggi karena keterbatasan biaya, aku dan perempuan-perempuan penerusmu yang lainnya akan turun langsung memberi sedikit pengetahuan yang kumiliki.

Yakinku, perempuan yang meneladanimu dengan penuh kearifan akan turut gelisah melihat keadaan saat ini. Perempuan seperti menjadi boneka para mucikari atas iming-iming harta dan kekayaan. Masih banyak lagi hal yang menjijikkan; seperti perempuan yang berhasil ditiduri si bejat wakil rakyat dan para pejabat.

Bu, menurutku, pendidikan adalah penunjang kekayaan. Tak perlu mengejar kekayaan dengan meniadakan keberadaan ilmu pengetahuan di otak dan pemikiran.

Siapa pun yang berhasil mencapai kekayaan karena keikhlasannya dalam mencari ilmu pengetahuan, tidak akan pernah merasa jemawa dan menganggap dirinya paling tinggi. Namun justru melihat ke bawah untuk memperbaiki keadaan.

Bu, terimakasih banyak atas keteladanan yang kau beri. Sampaikan salamku untuk Yang Mahakuasa agar aku selalu diberi kekuatan untuk melawan keburukan. Juga, penindasan dan ketertindasan perempuan.

Demikian surat ini ditulis atas kegelisahan melihat perempuan saat ini serta ketidakmampuanku melawan keadaan yang seperti itu. Aku mohon restu, agar dimudahkan dalam upaya membela harkat dan menjunjung tinggi martabat perempuan, bangsa, dan agama. Atas perhatian Ibu (Raden Adjeng) Kartini, diucapkan terimakasih.

Wassalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Rabu, 20 April 2016

Surat R.A. Kartini untuk Perempuan Indonesia




Kepada Yth.
Seluruh Perempuan Indonesia
di
Tempat

Assalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, semoga derap langkah kita menuju kebaikan selalu mendapat Berkah dan Karunia dari Tuhan.

Dari tempatku saat ini, aku melihat perempuan Indonesia tak lagi seperti dulu. Kalian, perempuan yang saat ini masih ada di Bumi Pertiwi, lebih asyik menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan atau di tempat makan ala Amerika dan Eropa, sementara lupa bagaimana aku berjuang untuk kemerdekaan yang saat ini kalian rasakan.

Aku khawatir dengan tingkah laku perempuan saat ini, atau barangkali kalian justru tidak mengenalku dan bahkan sama sekali tidak memahami kepribadianku, benar begitu?

Aku jarang mendengar suara perempuan yang kritis, yang berani menentang penindasan dan ketertindasan, demi sebuah kebenaran yang menjadi perjuanganku tempo dulu.

Di hari kelahiranku, kalian hanya bisa memperingati dengan sesuatu yang sifatnya simbolik dan formalistik, tidak substantif.

Aku tidak butuh gambarku dipasang di akun media sosial milik kalian, dan sosok pribadiku hanya menjadi perbincangan di seminar atau diskusi.

Aku butuh kalian yang aplikatif; menjadi penerusku, memperjuangkan kesetaraan, melawan ketimpangan peran di ruang publik yang didominasi kaum Adam, tidak diam ketika melihat dan mendengar pelecehan seksual atau diskriminasi terhadap perempuan, dan lain sebagainya.

Emansipasi yang kuajarkan tidak berarti menjadikan perempuan bisa semena-mena terhadap lelaki. Sesuatu yang kalian harus lawan adalah perilaku lelaki yang durjana, yang tak mengindahkan perempuan untuk bisa berperan aktif, dan yang menjadikan perempuan hanya sebagai objek bukan subjek.

Perempuan dan laki-laki memang memiliki kodratnya masing-masing, tidak bisa dipertukarkan. Tapi perempuan berkemampuan untuk bisa menjadi lebih. Mereka, kaum lelaki, hampir tidak bisa mengerjakan pekerjaannya di ruang privat dan ruang publik secara bersamaan. Tidak seperti perempuan, yang bisa mengerjakan pekerjaan di ruang publik sembari mengasuh anak agar tidak kelaparan dan kesepian.

Perempuan, harus segera pergi ke ruang privat setelah kepentingannya di ruang publik selesai. Sementara lelaki, hampir tidak memiliki ruang privat. Sekalipun punya, mereka lebih bersikap abai dan tak peduli.

Perempuan penerusku yang emansipatoris, aku tak butuh wacana dan kepintaran kalian dalam beretorika atau pemikiranmu teoritik. Pesanku, tetap hormati lelaki sebagai perwujudan pengkodratan Ilahi untuk kita, hargai lelaki sebagai sesama manusia; jangan semena-mena dan tidak santun dalam berperilaku. Satu lagi, tunjukkan bahwa kalian memiliki kemampuan yang lebih dari lelaki, dan lawan ketidakadilan serta penindasan terhadap perempuan!

Kalau dengan fisik perempuan pasti kalah, maka lawan-lah dengan kepiawanmu memikat lelaki lalu menjeratnya dengan akal dan pikiran yang sebenarnya Tuhan beri lebih ketimbang lelaki.

Demikian surat ini kubuat, atas perhatian dari seluruh perempuan di Indonesia, kuucapkan terimakasih dan selamat berjuang!

Wassalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Tulisan ini dibuat oleh Raden Adjeng Kartini dari singgasananya kini, atas kegelisahan karena melihat kelemahan dan ketidakmampuan perempuan untuk bersaing dengan lelaki, atau minimal melawan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ia bilang "sudah tak kutemui lagi, perempuan yang rela mati demi memperjuangkan kebenaran dan pembebasan kemerdekaan".



Jumat, 15 April 2016

Iqro Bismirobbik sebagai kunci kesuksesan


Buntet Pesantren Cirebon banyak memberi pembelajaran yang tidak orang lain tahu, terlebih mereka yang belum menginjakkan kaki dan merebahkan raganya di sana.

Seminggu sudah, raga ini berpisah dari tanah keilmuan, dari rahim kebermanfaatan, dari ruang keberkahan, dan dari mihrab keagungan Tuhan serta dari sajadah kemasyarakatan dan kemanusiaan.

Saat itu, setelah dua tahun dipisahkan oleh jarak dan waktu, aku dipertemukan lagi bersama dengan lampias kerinduan yang tertumpahkan dan kembali memeluk erat tubuh keilmuan.

Aku yang datang dengan pengalaman di luar, tercemooh karena berbeda sekaligus mendapat stimulus untuk meneruskan perbedaan itu, pesan guruku hanya satu; status santri tidak pernah membekas, jiwa santri harus terpatri dalam diri pada keabadian.

Salah satu yang barangkali tak pernah terlupa adalah petuah guruku menyoal kunci untuk mencapai kesuksesan dan menggapai keniscayaan di masa depan; yakni, Iqro Bismirobbik.

Ayat pertama yang turun dalam Al-Quran itu harus selalu diingat agar tak pernah berhenti belajar, sembari merasa bahwa diri masih jauh dari kebenaran yang hakiki dan kecerdasan yang mumpuni.

Guruku bilang, 'Iqro' di dalam ayat itu merupakan kata kerja yang tidak membutuhkan objek, karena tidak ada penjelasan mengenai hal apa yang harus dibaca. Maka, 'Iqro' bisa diartikan secara luas; bukan hanya sekadar bacaan tertulis, tetapi segalanya yang tak terdapat dalam buku bacaan.

Seorang santri harus mampu membaca perkembangan zaman, supaya agama tak menjadi kaku agar berdakwah pun bisa dengan mudah diterima oleh kondisi masyarakat yang dinamis; begitu pesan guruku.

Dalam komunikasi misalnya, seorang komunikator harus pintar-pintar membaca dan memahami keadaan komunikan yang tentu beragam sikap dan perilaku, tujuannya agar terjadi komunikasi yang efektif.

Pun orang tua dalam mendidik anak; mereka wajib tak buta, sehingga kondisi di dalam keluarga tidak melulu dirundung konflik antara anak dan bapak,  dengan ibunya, atau dengan kakak dan adiknya.

Kita diberi kebebasan untuk membaca, apa dan bagaimana bahan bacaan atau cara membacanya. Asalkan, tidak melupakan peran Tuhan dalam pembacaan itu; maka dianjurkan untuk menyebut nama Tuhan setelah membaca. Atau, selalu mengingat Tuhan saat berlangsungnya pembacaan; Bismirobbik.

Terakhir, kata guruku, bacalah alam semesta karena sesungguhnya ilmu Tuhan tidak hanya berada pada tulisan di dalam kitab suci dan buku bacaan saja.

Namun dengan begitu, kita juga tidak diperkenankan untuk tidak membaca buku, dan dibebaskan pula agar tidak memberi batas perihal bahan bacaan.

Ketika sudah dapat membaca alam semesta dengan baik, maka bisa dipastikan kita juga mampu memberi pengaruh kepada setiap manusia, serta menganugerahi kebermanfaatan kita pada seluruh makhluk; baik di bumi, maupun yang ada di langit.

Jadi, sudahkah kita membaca lalu menyebut serta mengingat Tuhan Yang Maha Pemberi Ilmu Pengetahuan?


Billahi Sabili-l-haq Fastabiqu-l-khoirot.

Senin, 11 April 2016

Buntet Pesantren dan Identitas diri


Benar dugaanku, bahwa teramat banyak kisah yang harus tertumpahkan. Pun tak sedikit yang mengabarkan bagaimana Buntet bersikap setelah dua tahun tak bertemu.

Aku dan kakak kandung seperjuangan, mendapat banyak kritik dan pujian karena berani berbeda dari sebagian besar santri jebolan Pesantren Mbah Muqoyyim itu.

Kami dipuji atas pemikiran yang dianggap 'keluar jalur' serta mampu menerapkan gaya keislaman yang tidak kaku dan saklek ala pesantren salaf.

Seiring dengan itu, kritik juga menjadi hal yang memberi penjelasan atas gagasan kami yang selama ini sudah hampir tak sejalan dengan petuah para Ulama.

Untuk penyeimbang, ternyata kritik dan pujian datang secara bersamaan. Kami maknai itu sebagai sebuah kekhawatiran dari guru-guru di Buntet agar tak terlalu bablas dalam berpikir.

Mereka membebaskan untuk membaca apa pun yang harus dan perlu dibaca. Sebab 'iqro bismirobbik' menganjurkan seluruh umat manusia untuk membaca, apa pun bahan bacaannya.

Di ayat itu, tidak ada penjelasan atau pun perintah dan larangan sekaligus membatasi kita untuk membaca literatur yang satu, dan menolak literatur yang lain. Semuanya boleh dibaca dan dipelajari, asal harus dibarengi dengan menyebut nama Tuhan.

Sudah barang tentu, ketika membaca dan sebelum atau sesudahnya kita menyebut nama Tuhan, maka ilmu yang didapat akan menjadi keberkahan dan kebermanfaatan bagi masyarakat umum.

Walau begitu, bukan berarti kami melupakan jasa Buntet Pesantren Cirebon. Justru kami jadikan almamater ketika Aliyah itu sebagai benteng dan kedaulatan atas beragamnya ilmu pengetahuan dan cara pandang di luar sana.

Begitu melangkahkan kaki di tanah gelimang berkah itu, kami tetap meyakini diri sebagai santri yang harus takdzhim terhadap para Ulama dan guru terdahulu. 

Mereka dengan ikhlas mendidik dan sekaligus menanamkan identitas kesantrian yang berwatak lembut dan penyayang. Maka, kami tidak dengan serta merta jemawa atas keilmuan yang didapat di luar sana.

Dan ketika menginjakkan kaki di tanah Buntet; kami segan memakai atribut selain sarung, koko, dan peci hitam.

Menjadi percuma ilmu yang didapat dari pesantren Mbah Muqoyyim itu kalau diri merasa besar dan jemawa.

Bagi kami, atribut santri yang seperti itu adalah bentuk takdzhim kepada para guru dan Ulama.

Dari tiga guru yang kami temui, masing-masing memberi komentar dan tanggapan yang berbeda, tapi intinya tetap sama.

Pertama, bahwa Buntet itu dikenal dengan kanuragannya. Ada banyak amalan dan tirakat yang harus dilakoni santri agar tidak 'termakan' oleh penipu ulung di lingkungan masing-masing dan bisa berhindar dari marabahaya, atau minimal memperkecil kadar musibah yang datang.

Kedua, bahwa memiliki identitas diri itu penting. Seberapa jauh seseorang 'pergi', ia pasti akan 'kembali' pada tempat pertamanya berlabuh. Atau seberapa jauh pemikiran kami dianggap melenceng, saat berada di tempat keilmuan dan penuh keberkahan itu adalah tetap sebagai seorang santri.

Ketiga, bahwa membebaskan diri dari kebodohan dan keterpurukan juga harus dilakukan. Kami justru dilarang membatasi diri. Salah seorang guru menganjurkan agar membuka diri kepada apa dan siapa pun. Karena itu, Tuhan akan memberikan hidayah dan petunjuk-Nya. Membuka diri juga harus membentengi dan sudah memiliki kedaulatan atas pemahaman kebenaran sendiri. Artinya, kami harus mampu memberi pengaruh kepada yang lain, jangan justru menjadi objek yang dipengaruhi dan membuat kedaulatan diri hancur tak berbentuk.

Buntetku, kiranya ada maaf atas kealpaan selama ini. Terimakasih untuk pembentukan identitas yang telah kau beri.

Aku pulang dulu. Semoga tahun depan ada peningkatan keilmuan yang kian membanggakan. Jangan khawatir, bahwa ketersesatanku pada hakikatnya merupakan titik balik atas rasa bangga untukmu.

Takdzhimku untuk seluruh guru dan Ulama yang merelakan diri memberikan pemahaman agar santri dan muridnya tak terbawa arus modernisasi yang serba instant dan cepat saji.

Tegal Ekspress, 11 April 2016.