Kamis, 21 April 2016

Surat untuk Raden Adjeng Kartini





Kepada Yth,
RA Kartini binti KH Madirono
di
Singgasanamu

Assalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh...

Ibu Kartini yang kuhormati, semoga tetap dalam lindungan Tuhan di sana. Aku juga mengharap ketulusanmu untuk mendoa, agar perempuan Indonesia saat ini tidak selalu melihat ke atas karena kepintaran dan kekayaannya. Namun, senantiasa melihat ke bawah karena keinginannya untuk memperbaiki keadaan bangsa.

Dari kisah tentangmu yang kutahu, baik dari tulisan maupun lisan, seluruhnya sepakat bahwa dirimu terlahir dari keluarga kelas atas. Kau lahir di dalam ruang yang penuh keributan karena pelarangan pendidikan bagi perempuan.

Saat itu, penjajahan masih kuat. Sehingga, banyak pelarangan dan penindasan terhadap kebebasan perempuan. Selain itu, sistem feodalisme Manusia Jawa masih sangat kentara. Sekiranya dua hal itu yang menjadi perlawananmu.

Engkau berdarah Jawa. Awalnya aku mengira tak Islami. Rupanya, kau juga memiliki visi dan tujuan meneguhkan Islam Rahmatan Lil 'Alamin ala Indonesia kepada seluruh dunia. Agama yang ramah, bukan marah.

Engkau pernah mengirim surat berupa pembelaan terhadap risalah yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad itu kepada keluarga Abendanon yang menganggap Islam demikian tak baiknya.

Ibu Kartini yang kubanggakan, pasti kau menangis kalau melihat keadaan negeri saat ini. Terlebih, perempuan yang sudah diberi kebebasan untuk berpendidikan, tapi lebih memilih untuk mencari uang dengan jalan instan, bahkan hina.

Bu, aku sering melihat perempuan yang seperti itu. Mereka rela menjual dirinya hanya karena ingin meniru gaya Eropa dan kebarat-baratan. Sementara diriku, tak punya kuasa untuk memberi pemahaman soal pendidikan kepada mereka; sebab Hak Asasi Manusia katanya.

Perempuan saat ini selalu ingin merasa nyaman. Namun dengan proses yang sebentar, di tengah keterpurukan hidup yang kian menumpuk. Sementara kau yang sudah hidup nyaman di keluarga darah biru itu, justru memilih ketidaknyamanan demi martabat dan harkat perempuan-perempuan setelahmu.

Bu, izinkan aku menjadi penerusmu. Aku bersumpah tidak akan tinggal diam ketika harkat dan martabat perempuan, bangsa, dan agamaku dihina.

Di zaman yang sudah bebas ini, berkat kerja kerasmu melawan feodalisme yang mengakar di Tanah Jawa, perempuan kini sudah bisa memilih hidupnya sendiri; termasuk pendidikan.

Kalau pun perempuan saat ini tak mampu belajar dan berpendidikan tinggi karena keterbatasan biaya, aku dan perempuan-perempuan penerusmu yang lainnya akan turun langsung memberi sedikit pengetahuan yang kumiliki.

Yakinku, perempuan yang meneladanimu dengan penuh kearifan akan turut gelisah melihat keadaan saat ini. Perempuan seperti menjadi boneka para mucikari atas iming-iming harta dan kekayaan. Masih banyak lagi hal yang menjijikkan; seperti perempuan yang berhasil ditiduri si bejat wakil rakyat dan para pejabat.

Bu, menurutku, pendidikan adalah penunjang kekayaan. Tak perlu mengejar kekayaan dengan meniadakan keberadaan ilmu pengetahuan di otak dan pemikiran.

Siapa pun yang berhasil mencapai kekayaan karena keikhlasannya dalam mencari ilmu pengetahuan, tidak akan pernah merasa jemawa dan menganggap dirinya paling tinggi. Namun justru melihat ke bawah untuk memperbaiki keadaan.

Bu, terimakasih banyak atas keteladanan yang kau beri. Sampaikan salamku untuk Yang Mahakuasa agar aku selalu diberi kekuatan untuk melawan keburukan. Juga, penindasan dan ketertindasan perempuan.

Demikian surat ini ditulis atas kegelisahan melihat perempuan saat ini serta ketidakmampuanku melawan keadaan yang seperti itu. Aku mohon restu, agar dimudahkan dalam upaya membela harkat dan menjunjung tinggi martabat perempuan, bangsa, dan agama. Atas perhatian Ibu (Raden Adjeng) Kartini, diucapkan terimakasih.

Wassalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Previous Post
Next Post