Rabu, 06 April 2022

Ramadhan Bulan Idealisme, Melatih Keteguhan Prinsip

  

Ilustrasi. Sumber: NU Online


Tak terasa, kita sudah memasuki hari keempat Ramadhan. Sebagai sebuah latihan, tentu kita masih berada pada tahap awal. Masih jauh dari tanda-tanda keberhasilan meraih gelar takwa di akhir nanti. Masih ada banyak berbagai kemungkinan yang terjadi di depan.


Namun, memang pada dasarnya, Ramadhan merupakan tempat paling ampuh untuk berlatih agar mampu menahan berbagai hawa nafsu yang menyelimuti jiwa dan raga. 


Karena itu, menurut saya, Ramadhan adalah bulan idealisme bagi orang-orang beriman. Siapa yang teguh berpendirian atas prinsip yang sejak awal diikrarkan, maka dia akan mendapat gelar kemenangan dan memperoleh banyak kebaikan dari Allah. Singkatnya, derajat kita akan naik, menjadi bagian dari orang-orang yang bertakwa. 


Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Idealisme memiliki tiga makna. Salah satunya bermakna hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Sejalan dengan itu, kita bisa memaknai bahwa jika puasa itu hidup  maka cita-cita atau patokan kesempurnaan dari hidup itu adalah takwa. 


Sementara untuk menggapai derajat takwa tak bisa serta-merta. Gelar ketakwaan itu akan bisa diraih oleh bukan sembarang orang. Buktinya, kita lihat di akhir nanti, tinggal sedikit orang-orang yang masih mengupayakan agar cita-cita kesempurnaan hidup yang disebut takwa itu, benar-benar terwujud. Perwujudannya, terimplementasi dalam sebelas bulan berikutnya. 


Syarat untuk mendapatkan gelar takwa, melalui arena pelatihan pada Ramadhan, yakni harus tidak terpengaruh sama sekali oleh berbagai bentuk hasutan dan ajakan yang berakibat membatalkan pahala puasa. Bisakah kita?


Jadi begini, Ramadhan itu laksana ruang privat yang diberikan Allah agar orang-orang beriman mampu meningkatkan kualitas. Caranya tidak mudah. Bukan hanya sekadar beribadah menahan haus dan lapar, menahan berbagai perbuatan lahiriah yang dapat merusak ibadah, tetapi juga berbagai perbuatan batiniah yang hanya kita sendiri dan Allah yang tahu.


Saya memaknai itu sebagai idealisme keilahian. Inilah yang harus terus kita jaga hingga akhir Ramadhan. Menjaga berarti mempercayakan. Mempercayakan berarti memasrahkan. Memasrahkan berarti tak lagi mempedulikan apa pun, kecuali keintiman kita dengan Allah.


Dalam memperoleh cita-cita yang diidamkan, orang-orang beriman ini menjadikan Allah sudah tidak lagi sebagai objek yang terpisah sehingga jauh dari diri. Namun, dia dan Allah sudah menyatu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam diri, jiwa, raga, pikiran, nurani, dan segala unsur yang terdapat dalam tubuh; lahiriah maupun batiniah. Seluruh aktivitas yang dilakukan, Allah yang memiliki kuasa. Tak ada kekuatan apa pun, kecuali Allah. Hanya Allah di dunia. Tiada yang lain. 


Kalau sudah seperti itu, berarti yang keluar ke luar untuk kehidupan adalah berbagai hal yang baik. Idealisme, memang begitu, apabila terus-menerus dipertahankan, walau pahit dirasa karena harus melewati berbagai tahap rintangan. Namun, kelak di kemudian hari akan mendapat hasil yang sesuai ekspektasi. Asalkan komitmen menjaga idealisme itu. 


Ramadhan adalah bulan idealisme, berarti sepakat untuk tidak membuat kerusuhan, baik secara fisik maupun nonfisik. Fisik berupa penghancuran terhadap bangunan-bangunan, bentrok antarkelompok, dan menggangu aktivitas manusia secara umum. Sementara nonfisik berarti melakukan penghancuran pemikiran, memberangus pendapat yang berbeda, atau bahkan memaksakan kehendak pikiran agar orang lain dapat seragam.


Selain itu, kerusuhan nonfisik juga kerap terjadi di media sosial. Kalau kita terhanyut dalam kerusuhan itu, maka batal sudah idealisme kita sebagai orang beriman yang idealis. Sebab, itu berarti kita sudah terperangkap pada pragmatisme pemikiran yang mudah diterima, baik dikonsumsi untuk kemudian menghancurkan yang lain maupun justru menjadi korban dari penghancuran pemikiran itu sendiri.


Namun, sekali lagi, jika Allah sudah menempati di setiap ruang di dalam diri maka tidak akan ada yang mampu menghancurkan keteguhan idealisme itu. Siapa yang dapat menghancurkan Allah? Satu pun sama sekali tak berdaya di hadapan-Nya.


Kalau keyakinan itu sudah kuat, teguh, dan kokoh maka selama sebulan kita dapat menjaga idealisme itu sehingga di akhir Ramadhan nanti, kualitas keberimanan kita, berkat idealisme yang dirawat dan dijaga, dapat meningkat menjadi level takwa yang lebih tinggi derajatnya. 


Cara agar mampu menumbuhkan kualitas, utamanya adalah menjaga idealisme. Itu menjadi kunci agar mampu mengejawantahkan berbagai tugas-tugas keilahian yang kemudian terkristal menjadi perilaku kemanusiaan. Sebab tak mungkin, nilai-nilai ilahi terus ditingkatkan tetapi justru mengurangi dan bahkan sama sekali tak mampu menciptakan dampak, berupa nilai-nilai kemanusiaan.


Salah satu contoh dari tugas keilahian yang terkristal menjadi perilaku kemanusiaan itu, yakni menjalankan ibadah puasa dan seperangkat ibadah lainnya, seraya tidak merasa lebih baik dan terhormat dari orang-orang yang tidak berpuasa. Karena ketika sudah terbersit dalam pikiran, merasa diri lebih hebat lantaran melakukan tugas-tugas keilahian, gagal sudah kita meningkatkan kualitas. 


Kemudian saya membayangkan, jika para politisi dan elite negeri ini mampu menjaga idealisme pada Ramadhan kali ini, insyaallah sebentar saja, Indonesia akan menjadi negara yang ideal sebagaimana yang sejak dulu kita cita-citakan. Yakni, alladzii ath'amahum min juu'in, wa aamanahum min khouf. Negeri yang optimis, maju, adil, dan makmur.


Negeri yang terbebas dari kelaparan, sehingga seluruh rakyat sejahtera. Negeri yang juga aman dari berbagai ancaman, sehingga orang-orang beriman dapat terhindar dari rasa takut yang dapat membahayakannya.


Hiruk-pikuk menuju Pemilu 2024 dan isu-isu yang terkandung di dalamnya, termasuk penundaan waktu pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, menjadi tantangan tersendiri bagi kita. Pertanyaannya, apakah Ramadhan kita kali ini berkualitas sehingga mampu menjadi peredam dan penyejuk atas hiruk-pikuk kegaduhan suasana politik kita? Belum lagi permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi yang masih saja kita hadapi sebagai negara yang didaulat menjadi salah satu dari deretan 20 negara maju.


Mari menjadi penyejuk. Mari menjaga idealisme. Mari menjaga kesucian Ramadhan. Mari untuk tidak jemawa karena beribadah. Mari beribadah seraya berkemanusiaan. Mari bersama-sama membangun Indonesia. Mari gotong-royong, bekerja sama, bahu-membahu mendirikan harga diri dan martabat bangsa yang kerap jatuh karena permusuhan, menjadi terangkat oleh persatuan dan kesatuan yang solid. Mari kita jaga Indonesia. 


Semoga Ramadhan beserta idealisme yang sedang kita perjuangkan ini, membawa dampak kebaikan bagi kehidupan kita selanjutnya, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Previous Post
Next Post

0 komentar: