Rabu, 06 April 2022

Imam Tarawih, Potret Kepemimpinan Bangsa

 

Ilustrasi. Sumber: NU Online


Pemilu serentak dan Pilpres, sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU dan DPR RI, akan berlangsung pada 14 Februari 2024 mendatang. Saat ini, semua perangkat politik disipkan. Mesin-mesin partai politik juga sudah dipanaskan. Para tokoh politik, mulai bergerak dan bergerilya ke daerah pemilihannya masing-masing. 


Pada 2024 nanti, kita berharap pemimpin bangsa kita lebih baik dari sebelumnya. Memahami kondisi masyarakat serta menelurkan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi. Dalam kaitan Ramadhan, mari kita mencontoh gaya kepemimpinan imam tarawih apabila ingin menjadi pemimpin di masa mendatang. 


Jadi begini...


Imam, berasal dari kata ummun yang berarti ibu. Sudah jamak kita ketahui bahwa seorang ibu memiliki sifat penyayang. Sikapnya pun santun. Dia yang tentu selalu merasa berkewajiban untuk menyenangkan dan menenangkan hati sang anak. Ibu tak akan mungkin membuat si buah hati kecewa dan terluka hatinya.


Seorang ibu tentu harus paham keadaan dan keinginan anak. Terlebih kalau memiliki anak lebih dari satu. Masing-masing anak memiliki perilaku yang berbeda, seorang ibu harus bisa memahami segala sesuatu yang dikehendaki anak, agar tidak terjadi keretakan dalam rumahnya.


Begitu juga halnya imam tarawih. 


Jumlah rakaat tarawih berbeda-beda. Ada yang berpendapat 36 rakaat, 20 rakaat, bahkan hanya 8 rakaat. Tentu semuanya memiliki argumentasi matang yang menjadi dasar kokoh untuk menjalankan tarawih.


Terkait bacaan surat dan gerakan pun berbeda. Ada yang membaca surat dengan intonasi dan gerakan salat yang sangat cepat, tetapi ada pula yang lambat. Namun, ada juga yang biasa-biasa saja.


Biasanya, kalau jumlah rakaatnya banyak maka salat tarawih dilaksanakan dengan gerakan yang agak cepat. Begitu pula sebaliknya, apabila tarawih dilaksanakan dengan jumlah rakaat yang sedikit, maka tarawih dilakukan dengan gerakan yang tidak cepat.


Demikian juga dengan bacaan imam. Kalau bacaan yang dipilih adalah surat-surat panjang, maka gerakan salat alangkah baiknya dipercepat. Namun jika surat-surat pendek yang dibaca, maka gerakan salat eloknya diperlambat.


Terlepas dari itu semua, seorang imam mesti memahami kondisi para makmum yang mengikutinya. Kalau sebagian besar adalah orang yang sudah berusia lanjut, maka jangan cepat-cepat melakukan gerakan salat. Sementara apabila makmumnya sebagian besar adalah anak muda, jangan pula terlalu lambat gerakan salatnya.


Hal-hal itulah yang harus kita pelajari dan terapkan dalam mencari atau menjadi seorang yang berjiwa kepemimpinan untuk bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang. Kita mesti cerdas dalam mencari pemimpin yang mengerti keadaan dan kemauan masyarakat Indonesia.


Sebab dewasa ini, untuk menjadi seorang pemimpin tidak mudah. Selain harus mengeluarkan biaya yang mahal, seorang pemimpin juga seringkali hanya menjadi objek caci-maki. Sepertinya ada hal yang salah dan mesti diluruskan. Entah dari bagaimana kepemimpinan itu sendiri diterapkan, atau bisa jadi dari ketidakpuasan rakyat dalam dipimpin.


Dalam Islam, misalnya, seorang pemimpin punya kriteria tertentu yakni empat sifat Nabi Muhammad. Berkata benar (shiddiq), menepati janji (amanah), cerdas (fathanah), dan transparan (tabligh). Keempatnya itulah dasar yang mesti ada dalam jiwa kepemimpinan setiap individu. Terlebih, kalau ingin menjadi seorang pemimpin bangsa.


Kalau empat sifat mulia itu terterap, maka makmum (masyarakat) akan sangat senang dengan keberadaan seorang pimpinannya (imam). Begitu pula sebaliknya, imam akan paham bagaimana seharusnya memperlakukan makmum dengan baik. Tidak semena-mena atau bahkan hanya menjadikan makmum sebagai objek yang pasif.


Karenanya, belajar dari sikap imam tarawih yang memahami kondisi makmumnya itu, ke depan, insyaallah bangsa Indonesia akan dipimpin oleh sosok yang benar-benar memiliki karakter seperti imam; yang memiliki sikap dan sifat keibuan. Penyayang, mengayomi, dan mengerti keinginan anak-anaknya. Anak-anak negeri, anak-anak bangsa. Insyaallah...

Previous Post
Next Post

0 komentar: