Minggu, 03 April 2022

Marhaban Ya Ramadhan: Mari Berlomba Raih Ketakwaan

 


 

Ilustrasi. Sumber gambar: NU Online

 

Ramadhan tiba. Seluruh umat Islam menyambutnya dengan riang gembira. Masjid dan musala kembali ramai menggelar salat tarawih berjamaah, tadarus Al-Qur’an, membuka pintu untuk jamaah melakukan i’tikaf, hingga mengadakan pesantren Ramadhan untuk anak-anak dan layanan buka bersama dengan menu berbeda sampai akhir bulan nanti.


Kegembiraan umat Islam menyambut kedatangan Ramadhan itu karena bulan ini memiliki banyak keistimewaan. Ibadah-ibadah wajib dilipatgandakan pahalanya, sedangkan pahala ibadah sunnah akan dihitung sebagaimana ibadah wajib. Meski begitu, kita mesti ingat bahwa tujuan dari disyariatkannya puasa Ramadhan adalah untuk mencapai derajat ketakwaan.

 

Puasa adalah ibadah privat, hanya diketahui oleh seorang hamba dan Allah. Inilah yang menjadi keistimewaan dari ibadah puasa, dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain. Ibadah puasa ini untuk Allah, dan Dia pula yang akan mengganjar pahala kepada kita. Nabi Muhammad pernah mengingatkan kita tentang firman Allah mengenai puasa. 


كل عمل ابن آدم له الا الصيام فإنه لي، وأنا أجزي به

Kullu ‘amali-ibni adama lahu illaa-asshiyaama fa-innahu lii, wa anaa ajzii bihi


Artinya: “Seluruh amalan anak keturunan Adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia (puasa) untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.”

  

Puasa menjadi spesial kepada Allah karena keintiman seorang hamba dengan Sang Penyayang. Juga hanya puasa, satu-satunya ibadah yang meninggalkan yang halal dan nikmat, demi mendekatkan diri kepada Allah. Maka balasan ibadah puasa spesial dari Allah, bisa berlipat ganda lebih dari sepuluh kali lipat dan di dalamnya terdapat bonus Lailatul Qadar yang pahalanya melebihi seribu bulan. (KH Cholil Nafis, Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan, 2015)

 

Puasa adalah ibadah yang tertua dalam sejarah umat manusia. Allah telah memerintahkan ibadah puasa sejak Nabi Adam turun ke bumi.


Kiai Cholil Nafis menyebut, Nabi Adam melakukan ibadah puasa putih yaitu pada setiap tanggal 13, 14, 15. Disebut puasa putih karena pada tanggal itu tampak rembulan di malam hari memancarkan cahaya yang putih dan terang. Nabi Daud beribadah puasa dengan cara satu hari berpuasa dan satu hari berbuka dalam setahun.

  

Nabi Musa pun berpuasa selama 40 hari termasuk puasa Asyura (10 Muharram). Siti Maryam juga berpuasa saat mengandung Nabi Isa dengan cara tidak bicara kepada siapa pun kecuali menggunakan isyarah selama tiga hari. Sebelum Allah menurunkan kewajiban berpuasa Ramadhan, Nabi Muhammad pernah menjalankan puasa Asyura dan Tasu’a (9-10 Muharram).  

 

Dengan demikian, puasa merupakan adalah ibadah seluruh umat manusia. Sementara puasa pada Ramadhan hanya sebagai penyempurna dari ibadah-ibadah puasa umat terdahulu, sejak Nabi Adam. Hal ini termaktub di dalam QS Al-Baqarah ayat 183.

 

يا أيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون 

Yaa-ayyuhalladzina aamanuu kutiba ‘alaikumu-asshiyamu kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum la’allakum tattaquun


Artinya: “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana (telah) diwajibkan (puasa) atas orang-orang sebelum kamu.”

 

Selain menerangkan tentang ibadah puasa telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, ayat di atas menjelaskan soal tujuan puasa bagi orang-orang beriman. Tujuan itu adalah takwa. Ketakwaan seorang hamba kepada Allah setidaknya dapat dilihat dari tiga sikap utama, sebagaimana yang Allah terangkan dalam QS Ali Imran ayat 135.

  

ألذين ينفقون فى السرآء والضرآء والكظمين الغيظ والعافين عن الناس، والله يحب المحسنين 

Alladzina yunfiquuna fissarra-i waadhdharra-i wal kaadzhiminal-ghaizha wal ‘aafina ‘aninnas, wallahu yuhibbul muhsiniin

 

Artinya: “(Orang-orang bertakwa) yaitu orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”


Di dalam ayat itu menjelaskan bahwa ketakwaan seseorang dapat diukur dari tiga sikap. Pertama, dermawan dalam keadaan pun. Baik pada saat kondisi lapang maupun dalam keadaan sengsara. Kedermawaan adalah sifat senang berbagi kepada orang lain yang memerlukan uluran bantuannya. Tak hanya berupa harta, tetapi juga bisa berbentuk ilmu dan tenaga.

 

Kedua, menahan amarah. Kemampuan seseorang dalam menahan amarah, bukan berarti dia tidak pernah marah. Menahan amarah ini menjadi ciri dari sikap takwa. Sebab seseorang semakin terlihat bijak saat mampu mengendalikan emosinya.

 

Ketiga, pemaaf. Memaafkan berbeda dengan melupakan. Memaafkan merupakan proses penjang, menyakitkan, dan sekaligus membebaskan. Karena itu, memaafkan akan melibatkan totalitas kedirian seseorang sebagai manusia. Memaafkan harus mulai dari keputusan untuk tidak berbalas dendam.

 

Mari kita berpuasa dengan maksud dan tujuan ingin mendapatkan gelar takwa. Banyak yang ingin memperoleh ketakwaan, tetapi hanya akan ada sedikit orang saja yang mampu berhasil meraihnya di akhir Ramadhan nanti.


Mari kita berlomba meraih ketakwaan yang selaras dengan perbuatan kebaikan kepada sesama manusia. Ingat, ketakwaan kepada Allah tidak boleh mengabaikan hubungan yang baik kepada sesama manusia. Sebab manusia adalah citra Allah di muka bumi. Memuliakan manusia berarti memuliakan Allah, menghina manusia juga berarti menghina Allah.


Marhaban Ya Ramadhan!

Previous Post
Next Post

0 komentar: