Kamis, 07 April 2022

Puasa Ramadhan Latih Kepedulian, Daya Juang Bangun Kesejahteraan

 


Ilustrasi. Sumber: NU Online


Saat menjalankan ibadah puasa, sebenarnya kita sedang mencoba merasakan kepedihan lapar, haus, dan dorongan syahwat. Ikut merasakan langsung penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang berkekurangan adalah metode paling efektif untuk mengasah kepedulian sosial dan mau berkorban untuk kepentingan orang lain.


Pada Ramadhan ini, kita pun dianjurkan agar banyak bersedekah. Kita tahu bahwa Rasulullah adalah orang yang dermawan, dan lebih dermawan ketika masuk bulan Ramadhan.


Sedekah berasal dari kata shadaqah (benar) dan satu akar kata dengan shadaaqah (persahabatan). Artinya, orang yang ersedekah adalah mereka yang berlaku benar dan bersahabat. Ada dua makna sedekah, yaitu makna sedekah secara umum dan khusus.


Secara umum, segala yang diberikan untuk kebaikan adalah sedekah; seperti senyum dan kalimat santun. Bahkan memberi makan kepada hewan dan ikan adalah sedekah. Sementara secara khusus, sedekah adalah sesuatu yang dikeluarkan dari dirinya untuk menghilangkan kekikiran.


Al-Qur'an menyebut sedekah itu berarti zakat, infak, dan wakaf. Zakat adalah kadar minimal dari kewajiban harta yang dimiliki untuk berbagi dengan orang lain. Meski begitu, zakat bukan kedermawanan, tetapi kewajiban yang bertujuan untuk menyebarkan kesejahteraan. 


Sementara infak adalah pemberian untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban; seperti belanja rumah tangga atau derma karena empati kepada yang lain dan biaya perjuangan.


Adapun wakaf adalah derma untuk kepentingan kemanusiaan jangka panjang. Sebab, benda wakaf tidak boleh dikonsumsi dan dihabiskan, tetapi harus dikelola oleh nazhir (pengelola) sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Saat orang berwakaf berarti telah menyadari untuk memenuhi kepentingan umat yang hidup di dunia dan bekal untuk dirinya di alam baka selamanya.


Dalam tradisi Islam, Nabi Muhammad dan para sahabat tak pernah meninggalkan berwakaf. Wakaf bagaikan tradisi kedermawanan untuk kepentingan umat dalam jangka panjang. Sejarah Islam mencatat bahwa peradaban dan kemajuan banyak dibangun dengan basis wakaf. 



Universitas Al-Qurawiyin di Fes, Maroko yang didirikan pada tahun 245 H/859 M, misalnya. Kampus ini adalah universitas pertama dalam sejarah dan dibangun atas biaya wakaf. Ilmuan yang lahir dari sana di antaranya Ibnu Khaldun, Ibnu 'Arabi, Ibnu Maimun Al-Ghamari, dan Ibnu Ajrumi. Perpustakaan terbesar di zaman khalifah Al-Ma'mun juga dibiayai dari wakaf. 


Kemudian, Universitas Al-Azhar pun berdiri dan aktifitasnya berbasis wakaf. Bahkan pemerintah mesir pernah meminjam dana kepada Al-Azhar ketika kekurangan untuk menutupi belanja negara.


Sementara itu, di Indonesia popular digerakkan wakaf produktif. Wakaf ini tidak hanya berorientasi akhirat seperti kuburan dan masjid tetapi juga bernilai ekonomi. Ini paradigma baru perwakafan untuk mengembalikan arti wakaf yang sebenarnya. 


Contohnya, wakaf pertama yang dilakukan oleh Sayyidina Umar berupa kebun di Khaibar yakni lahan subur agrobisnis yang didermakan untuk kesejahteraan masyarakat, dengan cara dikelola dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan masyarakat.


Wakaf adalah bentuk sedekah yang didorong oleh rasa kedemawanan untuk memenuhi kepentingan umat jangka panjang. Saat seseorang mengeluarkan wakaf maka ia mendapat pahala. Lalu setelah wakafnya dikelola maka perbuatannya itu mendatangkan pahala yang berkelanjutan. Pada dasarnya, wakaf adalah kegiatan yang produktif secara pahala dan ekonomi.


Ramadhan pun mengajarkan kedermawanan, baik jangka pendek maupun panjang. Saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sebenarnya kita sedang menjalankan terapi asa dan rasa agar tertanam rasa empati kepada yang berkekurangan, sekaligus menanamkan nilai juang untuk kepentingan umat di masa depan. 


Puasa bukan hanya untuk kepentingan diri dalam satu bulan, tetapi untuk kepribadian manusia yang peduli dan berjuang untuk jangka panjang.


Karena itu, pada Ramadhan ini hendaklah dijadikan sebagai bulan untuk mengasah kepedulian bagi orang yang membutuhkan dengan zakat dan infak, juga dijadikan bulan perjuangan untuk kemajuan dan peradaban umat dengan sedekah wakaf.


Sumber: KH Cholil Nafis, Menyingkap Tabir Puasa Ramadhan, 2015.

Previous Post
Next Post

0 komentar: