Sabtu, 08 Februari 2020

Sindiran Keras untuk Gusdurian Bekasi Raya


Gusdurian Futsalan di GOR Mekarsari, Tambun Selatan.

Jumat (7/2) sore, Gusdurian Bekasi Raya berkumpul di Kantor PCNU Kabupaten Bekasi, Desa Tridaya Sakti, Tambun Selatan, dalam rangka membicarakan berbagai hal. Salah satunya adalah soal laporan pertanggungjawaban sekaligus evaluasi dari gelaran Haul ke-10 Gus Dur, yang diselenggarakan di Pesantren Motivasi Indonesia pada akhir bulan lalu. 

Sebagai bagian dari panitia acara Haul Gus Dur kemarin, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena dalam pelayanan pada penyelenggaraannya, masih terdapat banyak kekurangan. Maklum, kami bukan Event Organizer (EO) profesional. 

Setelah itu, sebagai sebuah komunitas, kami tentu saja membincang soal upaya membentuk dinamika perjalanan kolektif ke depan. Ada Malam Mingguan Bareng Gus Dur yang diisi dengan silaturahmi ke beberapa rumah ibadah lintas agama untuk mendiskusikan soal laku-lampah Gus Dur. Semoga saja, tidak panas-panas tahi ayam

Saya berharap, semua agenda ke depan, bisa berjalan dengan antusiasme warga Gusdurian Bekasi Raya, terutama mesti dijalankan dengan penuh kesungguhan oleh para penggerak. Sebagai sebuah komunitas, Gusdurian memang berbeda dengan organisasi. Namun, saya rasa, pola pembentukan karakternya, tidak jauh berbeda. 

Para penggerak adalah motor dari komunitas. Karenanya, harus diisi dengan banyak amunisi. Maksud saya, diisi dengan asupan gizi intelektual yang cukup. Saya seringkali menyindir dengan nada bernuansa satire:

"Jangan sampai Gusdurian Bekasi Raya jadi seperti EO, yang cuma bisa ngadain acara, tapi sebenarnya kosong. Kita beda dengan kebanyakan organisasi yang cenderung giat mengadakan acara yang bersifat seremonial dan monumental, tapi hanya sekadar untuk ajang atau panggung eksistensi. Kita nggak begitu, gaes."

Maka, penting untuk dijalankan metode pengisian 'bensin' bagi pemikiran. Sebab bagaimana mungkin bisa memahami Gus Dur yang menyamudera itu, kalau membacanya saja enggan?

Berkali-kali saya sampaikan kepada teman-teman Gusdurian Bekasi Raya, bahwa menjadi Gusdurian bukan untuk gaya-gayaan karena membawa nama atau 'embel-embel' Gus Dur. Menjadi Gusdurian berarti mau meneladani (walaupun sulit sekali) perilaku Gus Dur semasa hidupnya. Sedangkan agar mampu meneladani Gus Dur, maka saya rasa, kita perlu membacanya secara rutin dan berkala. 

Itu soal perjalanan aktivisme Gusdurian Bekasi Raya ke depan. Kemudian yang tidak kalah penting adalah semangat membangun jaringan dan relasi. Sependek pemikiran saya, Gusdurian adalah komunitas jejaring yang juga harus membangun relasi kepada lintas komunitas.

Tujuannya apa? Pertama, menjahit tenun kekeluargaan bagi para pecinta dan pengagum Gus Dur yang ada banyak sekali di seantero Bekasi ini. Kedua, menambah wawasan dan memperluas jangkauan pemikiran. Ketiga, barangkali ada 'orang dalem' biar ke depan cepat dapat pekerjaan. Keempat, mungkin saja dapat pacar dan berjodoh. Siapa tahu begitu. Iya, kan?

Selain daripada itu, rupanya penting juga membangun kedekatan emosional dengan pendekatan hobi. Salah satunya adalah futsal yang digandrungi oleh sebagian besar warga Gusdurian Bekasi Raya ini yang ternyata adalah anak-anak muda berusia sekira 15-30 tahun. Saya rasa, main futsal bareng adalah cara mempererat ikatan emosional. 

Tapi bagaimana dengan yang cewek? Wallahua'lam deh, ya.

Nah malam tadi, masih di hari yang sama, saya senang sekali karena Gusdurian Bekasi Raya mengadakan main futsal bareng di GOR Mekarsari, Tambun Selatan, tidak jauh dari Kantor PCNU Kabupaten Bekasi.

Apa gerangan yang membuat saya bahagia? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena futsalan semalam itu diikuti oleh lintas organisasi, ada PMII dan IPNU, bahkan para ketuanya pun ikut futsalan. Harun Al-Rasyid dan Rifqi Thariq. Kedua orang itu, rupanya jago ngegocek juga. Tapi nama terakhir yang saya sebut itu, kurang jago ngegocek cewek, gaes. Malah kegocek terus sama cewek. Hahahahahaha.

Dus, futsalan itu penting juga selain Malam Mingguan Bareng Gus Dur, yang oleh sebagian besar orang (barangkali) dianggap akan sangat menjenuhkan. Sebab, mari kita akui saja, tidak semua orang doyan diskusi dengan durasi berjam-jam. Diskusi dan futsalan, itu hal yang berbeda. Yang satu menjenuhkan dan yang satu lagi sangat mengasyikkan. 

Tapi keduanya itu, bisa untuk dijadikan sebagai penyeimbang dari upaya memperkuat gerak para penggerak, dimulai dari intensitas pertemuan untuk mempererat ikatan kekeluargaan yang lebih rekat. Diskusi berfungsi untuk mengisi otak dengan asupan gizi intelektual, sementara futsalan untuk mengisi waktu kosong agar tidak ingat mantan. Hahahahahaha.

Minggu sore, 9 Februari 2020, Gusdurian Bekasi Raya diajak 'sparing' futsal oleh anak-anak muda dari Gereja Kristen Pasundan (GKP) Cimuning. Jadilah itu agenda nanti diberi nama 'Futsal Lintas Agama'. Ikut main atau tidak, saya tetap berharap agar jangan sampai kalau kalah nanti, taruhannya pindah agama. Karena pasti kami yang kalah. Hahahahaha.

Terakhir, saya sih saran, supaya diskusi dan main futsal bareng lintas-komunitas atau organisasi, dijalankan sebagai upaya untuk menjalin silaturahmi dan membangun jaringan. Tapi, jangan lupa juga perbanyak diskusi.

Semoga, Gusdurian Bekasi Raya bisa menjadi sebuah komunitas yang tidak diisi oleh para penggeraknya yang cuma hobi pansos (panjat sosial) dengan kaos bergambar Gus Dur, tapi sembilan nilai utama Gus Dur dan kode etik Gusdurian saja tidak hafal. So, mari diskusi sembari ngopi tipis-tipis. 

Bye!
Previous Post
Next Post

0 komentar: