Minggu, 21 Juli 2019

Empat Gaya Kepemimpinan yang Wajib Kalian Tahu


Ilustrasi.

Siapa yang tidak ingin menjadi pemimpin? Menjadi orang nomor satu --baik di instansi; lembaga; maupun yang bersifat kewilayahan-- terkadang membuat seseorang rela berbuat apa saja, asal dia jadi pemimpin. 

Saya tidak perlu berbicara teori kepemimpinan, karena ada banyak sekali bahan referensi yang bisa kalian cari sendiri. Itu pun kalau kalian memang rajin baca dan punya sifat skeptis terhadap sesuatu. Tapi sayangnya, tidak demikian. Dasar pemalas!

Ada banyak sekali, baik di Indonesia maupun dunia, tipe pemimpin yang harus kalian tahu. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin tentu sangat mempengaruhi keberlangsungan sesuatu yang dipimpinnya. 

Setidaknya, saya punya empat tipe atau gaya kepemimpinan yang harus diketahui. Bahwa menjadi pemimpin memang tidak mudah, tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karakter yang khas, sehingga ada kemelekatan yang tak bisa dilupakan sampai kapan pun. 

Pertama, pemimpin revolusioner.

Kita punya Soekarno. Dalam pidato-pidatonya, dia selalu mengklaim dirinya seorang pemimpin revolusioner. Kemerdekaan republik yang baru seumur jagung ketika itu, memang harus terus dicekoki doktrin revolusi agar selalu bergerak menuju masa depan yang lebih baik. 

Soekarno bukan hanya seorang orator ulung, tetapi juga mampu memberikan sebuah pemikiran kebangsaan yang dewasa. Ideologi kerakyatan yang ditawarkan, mampu mendobrak sekat keberbedaan antar anak bangsa. 

Baginya, pemimpin revolusi berarti harus mampu mengarahkan kepemimpinannya menuju perubahan-perubahan yang diharapkan oleh rakyat. Kalau sampai keliru, rakyat bakal sengsara. Maka, pesan-pesan yang selalu disampaikan Soekarno selalu saja tentang persatuan dan pengetahuan tentang Indonesia yang harus dimiliki serta dikelola bersama-sama. 

Kedua, pemimpin totaliter.

Kekuasaan dan kebenaran penafsiran atas apa pun, ada di tangan pemimpin. Ini yang dilakukan oleh Soeharto. Tidak boleh ada yang mengkritik, menentang, apalagi mencaci kekuasaannya. Kalau ada yang berani berbuat seperti itu, maka akan menerima resikonya; hilang~

Namun, walau demikian kejam dan bengisnya seorang Soeharto, gaya kepemimpinannya ada bagusnya juga. Situasi negara ketika itu, cenderung stabil dan rakyat terjamin kehidupannya (asal tidak melawan). Siapa yang nurut, akan menerima kenikmatan dari penguasa. 

Gaya Soeharto ini mirip kerajaan atau kekaisaran. Siapa yang melawan pasti hilang, kalau diam dan patuh akan mendapat kenikmatan. Kira-kira seperti itulah gaya kepemimpinan totaliter. Kebenaran tunggal bukan lagi dimiliki Allah, tetapi juga Soeharto yang menggantikan peran Allah di dunia. wqwq~

Ketiga, pemimpin humoris. 

Siapa yang tidak kenal Gus Dur? Bapak bangsa yang satu ini punya jargon: Gitu Aja Kok Repot. Itu sebuah kalimat guyon atau humor tetapi punya makna filosofis yang dalam. Bahwa menghadapi persoalan sesulit apa pun, akan terasa sangat mudah dan ringan jika dibumbui dengan humor atau kelucuan-kelucuan yang membuat kita tidak stress. 

Humor-humor yang dimiliki seorang presiden bernama asli Abdurrahman Ad-Dakhil ini sering tidak diduga-duga. Bahkan saat situasi dan kegentingan sedang melanda. Namun demikian, kita akan mengetahui maksud Gus Dur yang seperti itu di kemudian hari. Eh, kalian paham kan?

Artinya, memahami Gus Dur yang suka bercanda ini bukan pada saat dia melempar humor itu. Tetapi di kemudian hari, akan dengan sendirinya kita jadi mengerti apa yang ketika itu dimaksud oleh Gus Dur. 

Tapi sayang, selucu-lucunya Gus Dur masih saja ada yang tidak suka dengannya. Apa buktinya? Ada tuh seorang yang menghina Gus Dur dengan sebutan; buta mata buta hati.

Mungkin saja saat ini dia kualat dengan Gus Dur, akhirnya sekarang hidupnya si penghina itu jadi lelucuan orang banyak. Apa kabar ya Habib Rizieq? Eh. 

Keempat, pemimpin omdo.

Anies Baswedan.
Previous Post
Next Post

0 komentar: