Jumat, 01 Mei 2020

JUMATAN: Kematian adalah Kebahagiaan


Ilustrasi. Sumber: republika.co.id
Selamat Jumat. Tidak terasa, sudah seminggu dan dua kali Jumat kita berpuasa. Tentu saja, kita harus melewati dan menjalani Ramadan di tengah kondisi yang sangat memprihatinkan. Pandemi tak kunjung usai. Kita, bangsa Indonesia, belum bisa mendeklarasikan kemenangan atas virus mematikan itu. 

Semua orang turun ke lapangan. Membantu sesama. Apa pun latar belakang dan status sosialnya, mereka saling bantu, saling menjaga, dan tentu saja saling mengisi peran. Sebab, yang ditakutkan atau dikhawatirkan dari dampak merebaknya virus ini bukanlah angka kematian yang meledak, tetapi membludaknya jumlah kemiskinan. Ini yang menjadi pekerjaan rumah, bukan saja pemerintah, tetapi semua kita, siapa pun. 

Sebab memang demikianlah. Kematian bukan soal yang menjadi kekhawatiran. Justru, para ulama telah bersepakat serta mengeluarkan keputusan bahwa pasien Covid-19 yang mati dinyatakan sebagai mati syahid. Kalau sudah mati syahid, maka sudah bisa dinyatakan dia masuk ke dalam surga-Nya Allah. 

Sekali lagi, kematian bukan hal yang menyedihkan. Melainkan sebuah kebahagiaan karena kematian merupakan pintu satu-satunya untuk kita dapat bertemu, bermesraan, dan menyatu dengan Allah Yang Mahakasih.

Penyair Legendaris asal Lebanon yang sangat masyhur, Kahlil Gibran, menulis dalam bukunya yang berjudul 'Sang Pengelana' bahwa kematian bukan sesuatu yang menakutkan apalagi menyiksa. Menurutnya, kematian adalah kebahagiaan. Di dalam buku itu, Kahlil Gibran menulis sebuah cerita pendek yang mengisahkan tentang percakapan dua orang filsuf mengenai kematian. 

Kedua filsuf tersebut, bertemu di sebuah lereng bukit di Lebanon. Filsuf pertama mengajukan tanya, "Kemanakah engkau akan pergi?"

"Aku sedang mencari sebuah tempat keramat di bukit. Aku meenmukan tulisan yang mengatakan bahwa tempat itu penuh dengan kebahagiaan dan keberkahan," jawab filsuf yang kedua. Lalu ia berbalik tanya, "Dan kau apa yang hendak dicari?"

Filsuf pertama menjawab, "Aku sedang mencari misteri kematian."

Lalu, masing-masing dari mereka menganggap bahwa lawan bicaranya itu kurang berpengetahuan. Mereka mulai berdebat. Bahkan, satu sama lain saling menuduh buta spiritual. 

Saat kedua filsuf itu bertengkar, seorang lelaki asing yang dianggap bodoh di desanya datang mendekat. Lelaki itu datang karena mendengar suara pertengkaran kedua filsuf itu. Ia lalu berhenti dan mendengarkan mereka. 

Lalu, lelaki asing itu berkata, "Saudara-saudaraku, sepertinya kalian datang dari sekolah filsafat yang sama, dari guru filsafat yang sama, dan kalian membicarakan sesuatu yang sama. Namun, kalian bicara dengan bahasa yang berbeda. Salah satu dari kalian mencari kebahagiaan, sedang satunya lagi mencari misteri kematian. Sesungguhnya kedua hal itu adalah satu. Keduanya berada dalam diri kalian berdua."

Jadi, apa yang dapat kita petik sebagai hikmah dari kisah yang telah diuraikan oleh Penyair Kahlil Gibran di atas? Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: