Kamis, 21 Mei 2020

Yesus Kristus, Aktivis Kiri yang Menyatu dengan Rakyat


Ilustrasi. Sumber gambar: Website PGI

Hari ini adalah sebuah hari istimewa bagi saudara-saudara saya yang beragama Kristen, begitupun bagi saya. Istimewa sekali. Apa gerangan yang membuat istimewa itu? Jawabannya adalah karena hari ini adalah momentum peringatan Hari Kenaikan Yesus Kristus (atau yang dalam bahasa arab disebut Isa Al-Masih). 

Saya baru tahu, dari seorang pendeta yang saya tanya, hari kenaikan ini tepat 40 hari setelah hari kebangkitan. Hari kenaikan adalah momen di mana Yesus telah kembali ke sorga, ke tempat muasalnya. Lantas apa yang bisa kita petik dan pelajari dari perjalanan Yesus selama hidup di dunia?

Begini...

Yesus yang saya kenal adalah seorang aktivis gerakan sosial. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa Yesus ini sangat 'kiri' sekali. Barangkali kalau Yesus hidup di Indonesia pada zaman ini, ia akan diteriaki oleh kebanyakan orang sebagai: antek komunis. Hahahahaha.

Ya, Yesus sangat 'kiri' sekali. Ia tampil dengan kesederhanaan. Menyatu dengan umat, rakyat, dan masyarakat. Ia tidak segan-segan menyeruak ke dalam sendi kehidupan manusia yang lain untuk menyampaikan kebenaran yang datangnya dari Tuhan. Tetapi meski ia adalah seorang utusan, ia tetap sederhana. Tidak ada benih kesombongan dan keangkuhan yang ditampilkan.

Oleh karena Yesus mampu menyatu dengan rakyat dengan tampilan sederhana itu, maka ia bukan hanya dikenal sebagai penggembala ulung. Tetapi juga orator yang sangat andal. Dalam komunikasinya, Yesus tidak pernah mengeluarkan bahasa rumit dan tinggi sebagaimana yang hanya dikuasai para rabi kala itu. Yesus tahu, bagaimana keadaan intelektual rakyatnya ketika itu, maka ia pun menurunkan kadar bahasanya; agar mudah dipahami dan pesan dapat tersampaikan dengan baik. Itulah keberhasilan sebuah komunikasi.

Yesus sangat berbeda sekali dengan aktivis mahasiswa saat ini yang gemar berdiskusi, tapi dengan bahasan akademis dan bahasa yang sangat sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Yesus mampu menyampaikan gagasan cinta-kasih yang universal kepada masyarakat dengan bahasa-bahasa yang sangat sederhana. 

Cinta-kasih itu tak hanya sampai pada sebatas gagasan saja, tetapi Yesus telah berhasil mengaplikasikannya ke dalam kehidupan. Ia senantiasa bersikap ramah dan peduli kepada tetangga yang membutuhkan. Secara tidak langsung, Yesus paham betul bahwa perubahan harus dimulai dari lingkaran yang paling kecil.

Yesus tidak hanya melakukan muizoh hasanah (memberikan nasihat kebaikan), tetapi juga ia mampu melakukan uswatun hasanah (teladan kebaikan). Inilah metode dakwah yang harus ditiru oleh siapa saja, yang mendaku sedang berkepentingan membawa firman Tuhan. Jangan hanya banyak retorika, tapi juga wajib untuk memberikan teladan dari segala yang telah disampaikan.

Pada setiap laku dakwahnya, Yesus menekankan pentingnya sebuah moralitas. Ia telah mampu menjalani sebuah gerakan 'revolusi mental', jauh sebelum dicetuskan oleh Presiden Soekarno dan Presiden Jokowi. Dalam gerakan yang digagasnya itu, Yesus mampu melawan kejumudan zaman serta menjadi oposisi terhadap pemerintahan yang tengah berkuasa. Ini mirip sekali dengan aktivis yang sangat 'kiri'.

Yesus bersama keduabelas sahabat sekaligus muridnya, melawan penindasan yang telah dilakukan oleh feodalisme yang karakternya mirip dengan gaya kapitalisme. Ya, Yesus melawan kapitalisme lokal yang harus berhadapan dengan para Rabi Yahudi, juga harus melawan kapitalisme mental imperialis ala Romawi. 

Bentuk penindasan yang dilakukan oleh 'musuh' Yesus itu telah menyengsarakan rakyat selama beratus tahun, sejak kepemimpinan yang sangat adil: Raja Salomo atau Sulaiman. Mereka, para rakyat kecil, tertindas secara ekonomi, politik, dan dihancurkan pula kebudayaannya. Di saat yang bersamaan, para penguasa di sana ketika itu, mulai dari raja hingga pemuka agama, tidak pernah mengakomodasi kebutuhan rakyat kecil dan sangat senang memperkaya diri sendiri. 

Yesus datang untuk melawan semua kesewenang-wenangan yang selama beratus tahun sudah berjalan itu. Ia hadir untuk membangun tatanan sosial yang adil dan berkeadaban. Bahwa setiap manusia pada dasarnya adalah sama, menjadi mulia karena mampu memuliakan manusia lainnya. Yesus-lah sang revolusioner peradaban.

Sebenarnya sudah sejak bayi, Yesus menampakkan kelebihannya. Ia mampu berbicara dengan sangat lancar dan jelas untuk mengadvokasi tuduhan zina yang diarahkan kepada ibunya. Dalam bicaranya itu, si bayi Yesus tersebut juga berkhotbah soal pandangan monoteisme. Ia mengatakan bahwa yang membuat dirinya bisa berbicara adalah semata karena izin dan pertolongan Tuhan. 

Yesus ketika bayi, berbicara sangat menohok. Bahkan, ucapannya yang heroik itu diabadikan di dalam kitab suci. Ucapan bayi itu tentu saja sangat menyindir bentuk konsepsi mapan soal institusi kecil, yakni keluarga. Ia juga mengritik dominasi patriarki yang tumbuh subur di masyarakat, yang sudah berlangsung sejak zaman Namrud. 

Kurang lebih, bayi itu seperti ingin menegaskan bahwa Allah adalah sangat berkuasa. Bayi Yesus itu seolah mengatakan, "Memangnya Allah tidak bisa menciptakan manusia hanya dari seorang ibu saja? Ya suka-suka Allah, dong."

Bersambung...
Previous Post
Next Post

0 komentar: