Jumat, 15 Mei 2020

JUMATAN: Doa Mendatangkan Rezeki (Renungan QS Ibrahim: 37)


Ilustrasi. Sumber gambar: merdeka.com

Selamat Jumat. Semoga tetap kita dianugerahi sehat dan kuat, sehingga dapat menjalani hari-hari dengan sukacita. Hari ini adalah Jumat keempat di bulan Ramadan. Ini berarti, hanya tersisa satu Jumat lagi, kita akan berpisah dengan bulan yang mulia ini. 

Lalu, apa yang sudah kita lakukan selama Ramadan? Sekaranglah saatnya untuk meningkatkan amal ibadah, agar Ramadan tak sia-sia. Juga, peningkatan ibadah kita di bulan Ramadan akan menjadi bekal di hari-hari selama sebelas bulan pasca-Ramadan, kelak. 

Teman-teman pembaca yang terkasih, hingga saat ini kita masih harus berjibaku dengan virus corona yang mematikan. Ia bukan saja mematikan nyawa manusia, tetapi juga mematikan perekonomian dan bahkan silaturahmi. Kita bersyukur karena hidup di zaman yang sudah sangat mudah berkomunikasi dengan kerabat yang jauh. Tetapi bagaimana dengan roda perekonomian kita?

Simak ulasan di bawah ini hingga tuntas, ya. 

Pernah ketika waktu sahur, sekira pada sepuluh malam pertama Ramadan, Ayah Enha mengirim sebuah rekaman suara di grup Ngopi Santri. Di dalam rekaman itu, Ayah Enha mengajak kita untuk merenung bersama. Ia seperti mengijazahi orang-orang yang ada di grup itu, sebuah doa yang telah diajarkan Nabi Ibrahim. 

 رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

"Ya Rabb kami, (jadikan) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." 

Doa yang disampaikan Nabi Ibrahim seusai membangun kakbah itu kemudian diabadikan di dalam surat Ibrahim (14) ayat 37. Menurut Ayah Enha (kiai muda yang bernama asli Nurul Huda, Pengasuh Pesantren Motivasi Indonesia Bekasi), doa Nabi Ibrahim itu berfungsi untuk ketangguhan finansial.

Doa itu menjadi sangat luar biasa karena yang diminta Nabi Ibrahim bukanlah semata untuk dirinya tetapi adalah untuk generasi-generasinya. Nabi Ibrahim berharap, agar istri, anak, cucu, dan seluruh keturunannya, menjadi orang-orang yang gemar mendirikan salat. 

Maka sesungguhnya, pesan yang ingin disampaikan Nabi Ibrahim adalah bahwa salat itu harus ditegakkan meskipun berat. Jangan sesekali ditinggalkan. Seberat apa pun cobaan dan rintangannya. Di lain pihak, Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa salat adalah tiang agama. Salat adalah pondasi kehidupan seorang muslim. Tidak boleh runtuh. Kalau runtuh, maka bangunan kehidupannya akan mudah hancur.

Di dalam doa itu, sesuatu yang paling awal diminta oleh Nabi Ibrahim kepada Allah bukan langsung meminta agar diberikan finansial yang kuat, rezeki dan harta yang melimpah. Melainkan Nabi Ibrahim justru meminta kepada Allah agar generasi-generasinya kelak, senantiasa menegakkan salat. 

Sebagian orang, dalam doa yang dipanjatkan kepada Allah, pasti meminta agar terlebih dulu Allah melimpahkan rezekinya. Baru kemudian berdoa agar dikuatkan salatnya. Tak jarang, orang-orang berdoa dengan kalimat yang kurang lebih seperti ini: "Ya Allah berikan kami rezeki yang banyak, tangguhkan finansial kami, agar kami dapat kuat melaksanakan salat."

Namun, yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim justru berkebalikan dari kebanyakan orang. Nabi Ibrahim justru meminta agar yang dikuatkan terlebih dulu itu adalah salatnya. Setelah meminta agar dikuatkan salatnya, Nabi Ibrahim mengharap kepada Allah agar hati sebagian manusia dapat memiliki kecenderungan kepadanya. 

Sesuatu yang dilakukan Nabi Ibrahim itu sesungguhnya adalah sebuah good-communication. Sebab, Nabi Ibrahim telah mampu memberikan simpati kepada orang lain, agar orang lain kemudian bersimpati juga kepadanya, dan lalu mendoakan segala kebaikan untuknya. 

Di samping itu, kita diberi pemahaman dan pelajaran berharga bahwa saling mendoakan yang dicontohkan Nabi Ibrahim itu, merupakan sebuah jalan persaudaraan dan silaturahmi batin sebagai stimulus agar rezeki berdatangan. 

Nabi Ibrahim memandang penting, bahwa yang pertamakali diminta kepada Allah adalah soal salat yang harus selalu ditegakkan, meski dalam keadaan sekalipun. Membenahi peribadatan. Kalau sudah demikian, segala urusan akan terasa menjadi mudah. 

Kalau salat sudah mantap ditegakkan, maka kecenderungan hati orang lain kepada kita akan pasti terjadi. Ketika orang lain hatinya sudah cenderung kepada kita, maka segala pekerjaan; bisnis; perdagangan; komunikasi; dan lain sebagainya; pasti menjadi lancar. Inilah yang disebut oleh Ayah Enha sebagai the power of networking, yang harus dimulai melalui silaturahmi. 

Salat dan Tauhid

Lalu pertanyannya, kenapa harus dimulai dengan salat? Karena salat adalah bentuk peribadatan kepada Allah. Sementara, Allah itu siapa? Jawabannya adalah Tuhan kita. Dia yang menciptakan ketiadaan menjadi ada. Demikianlah logika sederhana dalam tauhid, yang juga harus dikemukakan menggunakan argumentasi ilmiah. 

Di dalam Al-Quran disebut: "fa'lam annahu laa ilaaha illallah." Artinya, untuk mengetahui kalimat tauhid bahwa tiada Tuhan selain Allah harus dengan seruan fa'lam. Sebuah seruan atau perintah: ketahuilah, kenalilah, dan milikilah (olehmu ilmu tentang tauhid).

Begitu pula ketika kita ingin memahami Allah. Dia-lah pencipta makhluk. Dia menjadi penyebab al-mawjudaat (sesuatu yang diadakan) seperti manusia, hewan, tetumbuhan, dan segala  makhluk di alam semesta. Semuanya memang sengaja diadakan untuk ada. Sementara Allah wajib bersifat al-wujud (sesuatu yang ada). Demikian logika tauhid kita dibangun.

Alam ini semula adalah tiada. Lalu diadakan oleh yang ada. Logika tauhid yang seperti ini harus terus dikejar. Maka disebutlah sebagai logika perlawanan. Jika ada faktor penyebab terjadinya semesta selain Allah, maka kita harus terus mencari dan mengejar terus hingga dapat diterima akal.

Sebagai contoh, misalnya, kita ingin mengatakan bahwa sebelum semesta ini ada adalah ketiadaan. Maka ketiadaan itu adalah sesuatu yang dapat menciptakan segala yang ada. Apakah logika yang seperti ini bisa diterima oleh akal sehat? Saya rasa tidak. Bagaimana mungkin ketiadaan dapat menciptakan sesuatu yang ada? Mustahil.

Kita tidak bisa mengatakan bahwa sebelum semesta tercipta, yang ada adalah tiada. Tidak. Sebab, alam raya ini diciptakan oleh yang ada. Sementara Islam mengajarkan bahwa yang ada itu adalah Tuhan. Dia-lah yang oleh umat Islam diberi nama Allah. 

Jadi, kalau ada orang yang mengatakan bahwa alam semesta ini diawali oleh ketiadaan dan tiba-tiba menjadi ada, misalnya, maka itu adalah logika yang tidak bisa diterima oleh tauhid. 

Karena itu, mari kita meminta kepada Allah sebagaimana yang telah diteladankan Nabi Ibrahim. faj’al af-idatamminannasi tahwi ilaihim. Artinya: (Ya Allah aku menyembah Engkau, aku beribadah dan sedang salat kepada-Mu. Engkaulah yang menguasai hati para manusia), maka condongkan hati mereka kepada kami. 

Setelah meminta doa agar dikuatkan salat dan dicondongkan hati orang lain kepada kita, barulah kita meminta kepada Allah agar dianugerahkan rezeki yang berlimpah. Kalimat doa yang diajarkan Nabi Ibrahim itu, kemudian ditutup dengan kalimat kunci: yakni berharap agar diberikan rasa syukur setelah diberikan rezeki oleh Allah. Bersyukur adalah kunci agar tidak menjadi kufur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita. 

Semoga dengan mengamalkan doa Nabi Ibrahim itu, Allah dapat melembutkan hati orang-orang yang berada di sekitar kita. Sehingga, silaturahmi dan networking itu tetap terjalin dan kita mampu untuk saling membantu satu dengan yang lain. Inilah yang sedang kita butuhkan dalam masa-masa sulit menghadapin virus yang tak berkesudahan ini.
Previous Post
Next Post

0 komentar: