Kamis, 31 Oktober 2019

Sebuah Catatan: Teguran untuk Sesama Muslim yang Sering Berantem


Foto diambil dari akun twitter @islamidotco

Usai Mbak Sakdiyah Ma'ruf dengan tegas dan serius mengungkapkan shame on us, dia kemudian langsung mengungkapkan sebuah hal yang selama ini kerap menjadikan sesama muslim saling bersitegang. Inilah sesungguhnya akar dari semua hal yang kerap membuat saudara sesama muslim bertengkar satu sama lain. 

Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia setiap hari berbicara soal Islamic extremism. Lebih-lebih pemberitaan dari media asing yang "seolah" menyudutkan Islam. Selain itu, isu yang diangkat adalah juga tentang meningkatnya konservatisme di Indonesia. 

"Buktinya banyak. Kita bisa lihat di mana dan pengalaman itu bisa kita rasakan setiap hari," kata Mbak Sakdiyah, masih dengan raut wajah yang serius, dalam Picnikustik yang diselenggarakan Komunitas Musisi Mengaji dengan tema 'Sholeh Tanpa Menghakimi', di Jakarta, pada Rabu (30/10) malam.

Namun sebagai orang awam, kita seperti hampir tidak pernah bisa melakukan identifikasi secara jelas siapa mereka yang terlibat dalam gerakan Islam ekstrem? Kemudian kapan mereka atau kelompok ekstremis itu mulai masuk ke Indonesia? Siapa mereka? Juga, apa sebenarnya yang mereka bawa?

"Karena tanpa mengetahui itu, pada akhirnya orang muslim dengan orang muslim akan berantem sendiri," kata ibu beranak satu yang berprofesi sebagai dosen, sekaligus pekerja humor, stand up comedy. 
Menurutnya, setiap hari ada saja orang yang mengritik kita (orang-orang yang progresif, berpemikiran terbuka, dan muslim moderat). Kritik itu datang dengan narasi-narasi yang sebenarnya sangat menyakitkan. 

"Kita dibilang kurang Islam, dibilang jilbabnya jangan diikat. Kemudian kita balas dengan mengatakan mereka itu bodoh, fundamentalis, konservatif. Apa bedanya? Itu yang perlu kita pikirkan," tegas Mbak Sakdiyah.

Namun sesungguhnya apa yang diungkapkan Mbak Sakdiyah itu membuka mata kita semua untuk sama-sama memperbaiki keadaan, dan kemudian membangun peradaban untuk hidup bersama. 

Semua yang dikatakan Mbak Sakdiyah merupakan fenomena yang saat ini sudah terjadi, bahkan kerap terjadi sejak lama. Hanya saja, sekarang-sekarang ini lebih terdengar kebisingannya lantaran kemajuan teknologi dan kebebasan berpendapat yang diakomodir oleh negara kita.

Mbak Sakdiyah seperti menegur kita. Menampar orang-orang yang selama ini menganggap orang lain tidak pintar, radikalis, ekstremis, bahkan teroris. Menampar pula orang-orang yang selama ini menganggap orang lain tidak lebih baik keislamannya: seperti liberal, kafir, murtad, zindiq, munafik. 

Mbak Sakdiyah mencoba mendudukkan perkara. Dia memposisikan dirinya di tengah. Tidak memihak kanan dan kiri. Tidak memihak kubu "konservatif" maupun "progresif", walaupun sebenarnya istilah itu dibuat oleh orang-orang Barat untuk menghakimi intelektual orang lain atau kelompok lain yang tidak sejalan secara pemikiran.

Saat ini, tingkat kesalehan seseorang, terutama kaum beragama, sedang meningkat. Pengetahuan tentang buruknya saling menghakimi itu harus terus digaungkan. Karena toh, di dalam agama, pasti tidak diperkenankan untuk saling melempar penghakiman, judgement, bully, dan ungkapan lainnya yang menandakan orang lain tidak lebih hebat dari kita. 

Mari, kita hadapi kebisingan-kebisingan itu dengan "berpuasa" untuk tidak menghakimi? Bisakah? Saya rasa, hanya orang-orang sufi dan mereka yang sudah mempelajari ilmu tasawuf yang mampu untuk hidup tanpa sebuah penghakiman. Tapi, apa salahnya kita mencoba? 

Wallahua'lam... 
Previous Post
Next Post

0 komentar: