Kamis, 13 September 2018

Akal, Nafsu, dan Nurani Harus Selaras Agar Tak Kufur Intelektual




Berbeda dengan makhluk Tuhan yang lain, manusia merupakan ciptaan-Nya yang sangat sempurna. Diberinya akal, nafsu, dan nurani, sebagai sarana untuk meningkatkan keberdayaan diri pada sesama, serta untuk memfungsikan kepribadian agar tidak terjerembab pada lembah kekufuran.

Akal difungsikan untuk berpikir, nafsu sebagai eksekutor, dan nurani menjadi pendeteksi kepekaan diri pada batas kebaikan dan keburukan. Kemuliaan hidup akan sangat terasa saat ketiga perangkat itu difungsikan sesuai kegunaannya. Karena jika tidak, kubang kekufuran akan terlihat jelas pada diri.

 KUFUR INTELEKTUAL TERJADI KETIKA PENGGUNAAN AKAL TAK BERBANDING LURUS DENGAN KADAR KEPEKAAN NURANI DAN PERAN NAFSU DALAM MENGEKSEKUSI.

Manusia tidak mungkin selamanya hanya mengandalkan akal untuk kehidupan, juga mustahil selalu mengutamakan nafsu dalam kerja keseharian, begitu juga nurani. Ketiganya mesti berseiring, melakukan polarisasi yang teratur dan terukur. Kalau salah satu dari ketiga itu sengaja tidak difungsikan, kufurlah intelektualitas kita.

Maka disini perlu adanya perenungan diri, melakukan introspeksi, dan melakukan kritik ke dalam untuk menghancurkan kejumudan yang berkerak, kebekuan yang tak kunjung mencair, serta agar luwes dalam berpikir dan berperilaku. Implikasinya akan terlihat dari fungsi kehidupan yang akan atau sedang dijalani. Kufur Intelektual dapat dicegah atau ditangani dengan pengakuan atas kesalahan dan kekurangan diri.

Kufur Intelektual berarti sengaja mendustakan atau mengingkari segala proses yang menjadikan kadar kualitas akal, nafsu, dan nurani menjadi buruk karena tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Biasanya kekufuran pada intelektualitas kita terjadi karena dominasi akal dan nafsu, sehingga tidak mengikutsertakan nurani.

Akal yang berpikir kritis, bergerilya pada pemikiran-pemikiran yang tajam, menciptakan konsep teranyar untuk solusi pembaruan dan pembangunan, dibarengi dengan eksekusi yang dilakukan oleh nafsu, akan menjadi sangat tidak berguna ketika nurani tidak berperan sebagai tokoh utama.

Merasa terancam atas perbedaan pilihan merupakan salah satu hal yang mengantarkan kita pada kekufuran intelektual. Karena perbedaan adalah niscaya sementara kita tak mampu menerimanya sebagai anugerah, adalah penanda bahwa nurani sudah terkikis habis dalam diri.

Membuat lingkaran feodalisme (dengan gaya dan kemasan baru), 'mencocok hidung' orang-orang yang ada disekitar, menggiringnya seperti bebek atau domba, dan mengindoktrinasi pemikiran agar selalu seragam, menjadi tolok ukur bagi peradaban seseorang atau kelompok.

Supaya tidak mengalami kekufuran intelektual yang berujung pada kedangkalan sikap, serta menjadikan hidup tidak harmoni, diperlukan sebuah rasa untuk selalu menerima keadaan.

Karena ketika Kufur Intelektual sudah merekat pada diri, kita tak dapat lagi menebar keselamatan kepada orang lain. Kita akan senantiasa menganggap diri paling benar, paling superior diantara manusia yang hidup dalam lingkaran terdekat kita.

 HATI-HATI, BAHAYA LATEN KUFUR INTELEKTUAL!!!

Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: