Sabtu, 08 September 2018

Ngaji Tasawuf Bersama Kiai Zamakhsyari di Pusat Kota


Kiai Zamakhsyari, saat mengaji di Masjid Agung Al-Barkah Alun-Alun Kota Bekasi

Pada Kamis, 6 September 2018 lalu, saya berkesempatan menghadiri pengajian rutin yang diampu KH Zamakhsyari Abdul Majid setiap malam Jum'at di Masjid Agung Al-Barkah, Alun-Alun Kota Bekasi, Margajaya, Bekasi Selatan. 

Setiap sekali seminggu itu, Kiai Zamakhsyari mengupas tuntas berbagai hal yang diutarakan Imam Ghazali yang dituliskan dalam Kitab Ihya Ulumuddin. Ketua PCNU sekaligus Ketua Umum MUI Kota Bekasi yang dikenal sebagai ahli tafsir dan qira'at itu rupanya juga menguasai ilmu tasawuf. 

Hal itu menjadi kebanggan tersendiri bagi Nahdliyin dan umat Islam di Kota Bekasi, karena memiliki sosok ulama yang ahli di segala bidang keagamaan. Kita wajib berguru kepadanya. Menggali ilmu langsung kepada ahlinya, bukan kepada pada ustadz yang seperti 'tong kosong nyaring bunyinya'.

Pada kesempatan dua hari yang lalu itu, Kiai Zamakhsyari membahas tentang sepuluh hal berbahaya jika dilakukan secara berlebihan. Salah satunya adalah bercanda dan tertawa yang melampaui batas. 

Menurut Imam Ghazali yang kemudian diutarakan Kiai Zamakhsyari, bercanda merupakan bahaya kecuali manakala dilakukan dengan sangat sedikit. Secara hukum, bercanda merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Islam.

"Tapi kalay sedikit saja, tidak menjadi masalah," kata Kiai Zamakhsyari menerangkan di hadapan jama'ah yang didominasi oleh kaum bapak itu. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Imam Ghazali menulis bahwa jangan sesekali membuat saudara sesama manusia untuk berbdebat atau saling berbantah satu sama lain. Kemudian juga jangan terlalu banyak bercanda dan bergurau. 

Mengapa demikian? Karena di dalam perbuatan saling berbantah itu pasti terdapat hal yang menyakitkan. Sebab ada unsur membohongi dan membodohi, sedangkan itu dilarang oleh agama. Begitu pula halnya dengan bercanda. Jika bercanda di hadapan teman atau saudara, kemudian timbul sesuatu yang menyinggung atau menyakitkan, maka itu dihukumi haram.

Namun sesungguhnya, bercanda bisa saja dianggap baik karena akan berdampak pada kelegaan hati atau kegembiraan dan kebaikan. Hati bisa menjadi baik, apabila candaan yang dilakukan dapat menimbulkan kegembiraan sehingga menjauhkan dari penyakit.

"Nah, bercanda yang seperti itu diperbolehkan atau tidak dilarang," terang Kiai Zamakhsyari.

Menurut Imam Ghazali, terlalu banyak tertawa atau bercanda yang melampaui batas, akan mematikan hati sekaligus mewariskan kedengkian. Hati menjadi rusak, jika seseorang senantiasa bersenang-senang dan tertawa secara berlebihan. 

Walau demikian, sebagian dokter mengatakan bahwa tertawa dapat menghilangkan rasa penat dan stres. Seseorang akan terhindar dari berbagai penyakit karena tertawa atau bercandaan.

"Itu betul. Tapi tertawa yang dimaksud di sini adalah yang dapat menjauhkan diri dari Allah," kata Ketua Umum MUI Kota Bekasi ini.

Lebih jauh, Imam Ghazali mengatakan bahwa tertawa yang dilakukan secara berlebihan itu juga dapat menjatuhkan kewibawaan seseorang dan dapat berpotensi menghilangkan sifat-sifat ketenangan dalam diri.

Maka itu, alangkah lebih baik jika tertawa dilakukan hanya sesekali saja dan tidak berlebihan. Tertawa diperbolehkan atau dihukumi mubah apabila dijadikan hanya sebatas penghilang rasa penat, bosan, dan stres.

"Silakan tertawa atau bercanda asal tidak melampaui batas," anjurnya.

Sayyidina Umar bin Khattab pernah mengatakan, barangsiapa yang banyak tertawa maka sedikit wibawa dan pengaruhnya. Hal seperti itu menurut Kiai Zamakhsyari juga berlaku untuk para pejabat, pemimpin, atau tokoh penting di sebuah organisasi, instansi, dan bahkan di pemerintahan.

Kiai Zamakhsyari pun membenarkan perkataan Sayyidina Umar tersebut. Bahwa siapa yang terlalu banyak tertawa, akan selalu dianggap remeh. Karena bagi siapa saja yang memperbanyak sesuatu di dalam hidupnya, niscaya bakal dikenang karena banyaknya yang dilakukan itu. 

Kiai Zamakhsyari mencontohkan, jika ada seorang yang selama hidupnya memperbanyak sedekah, walhasil orang tersebut akan dikenang karena kedermawanannnya itu. 

"Man aktsaro syai'in, 'urifa bih. Jadi kalau orang hidup banyak tawa, yang bakal dikenang ya karena tawanya itu, orang yang banyak omong bakal dikenang karena omongannya yang banyak itu," katanya. 

Namun, lanjut Kiai Zamakhsyari menerangkan bahwa barangsiapa yang banyak omongnya, maka akan mudah tergelincir karena lidahnya. Siapa yang banyak jatuh atau tergelincir, maka sedikit rasa malunya. 

Sedangkan rang yang sedikit malu akan sedikit pula wara'-nya. Yaitu sifat kehati-hatian. Dan siapa orang yang sedikit wara' maka matilah hatinya. Sebab, tertawa atau omongan yang berlebihan itu adalah tanda dari kelalaian terhadap akhirat.

Lebih-lebih, kata Kiai Zamakhsyari mengutip salah satu hadits dalam Kitab Ihya Ulumuddin bahwa Nabi Muhammad bersabda, "andaikata kamu tahu apa yang aku tahu, pasti kamu akan banyak tangis dan sedikit tawa."

"Nah, kita ini terbalik. Banyak tertawanya, sedikit tangisnya. Kalau shalat, membaca Al-Qur'an, ibadah lainnya, kita jarang sekali menangis. Itulah tasawuf. Kalau kita ngaji tasawuf, maka kita akan tahu seberapa besar dosa dan maksiat kita selama ini," tutup Kiai Zamakhsyari.

Namun pada intinya, tertawa menjadi mubah jika tidak dilakukan secara berlebihan. Akan tetapi, tertawa atau bercanda menjadi haram atau dilarang jika berujung pada saling emosi hingga menjauhkan diri dari ingat kepada Allah dan muncul percikkan api permusuhan. 

Dewasa ini, kita seringkali melihat dan mendengar para penceramah yang isi ceramahnya hanya bercanda saja. Kiai Zamakhsyari menyarankan kepada kita agar meninggalkan atau tidak mendengarkan ceramah-ceramah yang tanpa isi karena tidak bermanfaat. Terlebih jika ceramah tersebut tidak mengandung isi sama sekali, itulah yang disebut sebagai mudharat. 

Anehnya, di dunia ini, atau khususnya penceramah yang terlalu banyak tertawa dan bercanda sangat laku di pasaran. 

"Giliran penceramah yang tidak banyak bercanda, besok-besok gak dipanggil lagi," kata Kiai Zamakhsyari berseloroh.

Pertannyaannya kemudian adalah mengapa tertawa terus menerus dilarang? Jawabannya karena orang-orang yang selalu tertawa, secara berlebihan, akan disibukkan dengan permainan dan di dalamnya terdapat kepura-puraan. 

"At-tabassum minal anbiya', al-qohqohah minassyaithon. Tersenyum itu bagian dari perbuatan yang dicontohkan nabi, sedangkan tertawa itu bagian dari perbuatan setan," jelas Kiai Zamakhsyari.

Selain itu, dijelaskan pula bahwa Nabi Muhammad dalam hidupnya juga kerap melakukan candaan-candaan yang mengundang tawa. Akan tetapi Nabi Muhammad tidak akan bercanda melainkan berisi kebenaran atau haq.

"Candaannya nabi itu isinya haq, bukan hoaks. Sebab selama ini, kita sangat sulit membedakan antara yang haq (kebenaran) dengan hoaks (kebohongan). ," kata Kiai Zamakhsyari.

Dari pelajaran dan ilmu yang didapat itu, saya menarik simpulan bahwa pengajian tasawuf di tengah kehidupan perkotaan yang lebih mengedepankan kesenangan duniawi harus terus digencarkan. Sebab tasawuf sangat dekat kaitannya dengan kehidupan manusia yang tak berjarak dengan dosa dan maksiat kepada Allah dan sesama manusia.

Setiap malam Jum'at, di Masjid Agung Al-Barkah Alun-Alun Kota Bekasi, pengajian rutin membahas Kitab Ihya Ulumuddin itu dilaksanakan. Tepat di tengah kota, di pusat kota semi-metropolitan, pengajian tasawuf menjadi oase untuk menghapus dahaga kejiwaan manusia modern.

Di akhir pengajian, Kiai Zamakhsyari menganjurkan kepada para hadirin agar mampu menumbuhkan sikap wara'. Yakni sikap hati-hati dalam bertindak. Sebab di era modern ini, seorang manusia akan sangat sulit berhindar dari dosa. Namun, alangkah lebih baiknya untuk senantiasa berupaya minimalisasi kadar kemaksiatan. 


Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: