Sabtu, 03 Desember 2016

Ayat Suci Harus di Atas Konstitusi!


Suasana Aksi Super Damai di Kawasan Monas, kemarin (2/12) siang. Sumber: republika.co.id

Aksi super damai yang digawangi Front Pembela Islam (FPI) bersama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) berlangsung secara aman dan terkendali. Bela Islam kali ini berbeda dengan sebelumnya. Kalau Jilid 1 dan 2 cenderung ke arah demonstrasi, Jilid 3 diselenggarakan dengan doa, dzikir, istighotsah, dan salat Jum'at berjama'ah. Jutaan umat Islam tumpah ruah di Monumen Nasional (Monas) dan sekitarnya, menuntut Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok agar segera dipenjarakan. 

Mereka meminta pemerintah dan aparat kepolisian bersikap adil. Tidak melindungi atau memperlambat proses hukum. Sementara kasus Ahok sudah P21. Sudah lengkap. Menurut sebagian besar Umat Islam Indonesia, Ahok adalah penista. Sudah jelas-jelas menista Al-Quran dan menghina ulama. Nah, aksi super damai kemarin merupakan bentuk "paling santun" yang sekaligus menggetarkan hati. Tak lain tak bukan, para mujahidin itu berjuang demi kejayaan dan kehormatan Islam. Karena Islam, katanya, sudah dibuat nista oleh seorang durjana.

Entah ini penjegalan dan pembunuhan karakter politik atau bukan, yang jelas aksi super damai kemarin benar-benar mengesankan. Membuat hampir seluruh umat Islam di Indonesia terharu melihatnya. Seperti sedang wukuf di padang Arafah. Semua berdoa untuk kebaikan negeri, demi sebuah keadilan yang harus sesuai dengan keinginan mereka. Sebab, mereka sudah memiliki makna sendiri soal keadilan. Kalau Ahok tidak dipenjara, maka keadilan negara atau pemerintah sudah diragukan. Revolusi harus terjadi. Makar kalau perlu!

Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin, dan organisasi Islam trans-nasional lainnya, sudah siap menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Tauhid dan hukum Allah harus ditegakkan. Bumi Pertiwi mesti bersyari'ah. Al-Quran menjadi konstitusinya. Menjadi pedoman bagi hidup berbangsa dan bernegara. Kita wajib melupakan sejarah. Mari songsong masa depan dengan kehidupan bangsa dan negara yang Islami.

Ahok adalah momentum. Buni Yani pembuka jalan. Jokowi sasaran tembak. Bersyukur, masih ada Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, dan Kapolri, Tito Karnavian. Keduanya yang berdiri paling depan untuk menjaga dan merawat keutuhan NKRI dari marabahaya yang akan membuatnya celaka, mati, bahkan menjadi abu yang kemudian hilang terbawa angin. Saya perhatikan agenda yang semula adalah persoalan Ahok, menjadi bergeser kepentingannya. Terlebih, kalau mendengar khutbah yang dibawakan oleh Pimpinan FPI, Rizieq Shihab.

Dia mengatakan bahwa Konstitusi, bagaimana pun caranya, harus tunduk kepada ayat suci. Tidak bisa diganggu gugat. Negara tidak boleh menempatkan ayat suci di bawah konstitusi. Di hadapan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Agama, dan Menkopolhukam, dengan lantang disuarakan. Menurut Rizieq, negara harus menghukum (dengan konstitusinya) penista agama. Begitulah NKRI Bersyari'at. Mirip dengan cita-cita dan mimpi sekelompok orang yang bernaung di organisasi trans-nasional.

Saya sepakat dengan pentolan FPI itu. Misal, pemerintah melalui DPR-RI merancang UU mengenai tatacara berdebat, dan pedoman mengajak orang lain menuju jalan Tuhan dengan mengacu pada An-nahl 125. Atau bahkan, negara membuat peraturan yang sesuai dengan Al-Anfal 39. Manakala menganggap orang lain membuat fitnah, maka jalan satu-satunya adalah perang. Kalau kedua contoh itu sudah diterapkan, kita tinggal tunggu ada peraturan soal poligami dengan merujuk pada Annisa 3.

Setiap warga negara berhak menikahi wanita yang disukainya, 2,3, atau 4. Dan wajib bersikap adil. Jika tidak mampu berbuat adil, maka akan dihukum minimal 5 tahun penjara atau denda Rp200.000.000.

Salah satu karya anak bangsa yang mencintai kebhinnekaan. Sumber: Facebook.

Kemudian, saya mendorong pemerintah untuk menghukum warga negara yang dengan niat atau tidak, menghina ajaran agama lain. Saya juga mengimbau kepada seluruh warga negara untuk mempelajari Al-Quran dengan melalui proses yang panjang. Bukan sekadar belajar tajwid dan qira'ah sab'ah yang kemudian sudah merasa sudah paling baik, sementara orang lain dianggap salah. Karenanya, siapa pun yang menghina Muhammad, Yesus, Sidharta Gautama, dan Dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan, harus dihukum.

Pemerintah juga harus menghukum orang-orang yang berbicara di depan publik bahwa Al-Kitab sudah terdistorsi. Begitu pun, orang yang mengaku mantan biarawati dan menjelek-jelekkan agama sebelumnya, agar segera dipidanakan. Saya meminta agar pemerintah bersikap adil, transparan, dan tidak tebang pilih. Siapa pun yang menista agama, baik dengan sengaja atau tidak, harus dipidana. Sekalipun sudah meminta maaf, hukum harus ditegakkan.

Saya sepakat dengan Rizieq, ayat suci harus di atas konstitusi. Tidak boleh tidak. Ini demi kebhinnekaan kita, demi harmoni keberagaman Indonesia, demi Pertiwi yang kini mulai renta dan sakit-sakitan. Penista Al-Quran, Injil, Weda, dan Tripitaka, harus mendapat hukuman; wajib dipenjarakan. Siapa pun yang menghina Ulama, Pendeta, Pastur, Bikkhu, dan tokoh di setiap agama, harus mendapat perlakuan hukum.

Asiklah berdemokrasi. Karena demokrasi, Aksi Bela Islam yang berjilid-jilid itu bisa terlaksana. Dan negara yang demokratis itu, warga negara mempunyai hak yang sama di mata hukum. Tidak ada mayoritas dan minoritas. Pemerintah tidak boleh mendapat intervensi dari kelompok mana pun. Siapa saja yang melanggar hukum ya harus dihukum. Mulai sekarang, kalau anda melihat ada penghina dan penista salah satu agama, segera laporkan ke pihak yang berwajib!

Sekali lagi, saya sepakat bahwa AYAT SUCI HARUS DI ATAS KONSTITUSI!



Wallahua'lam...


Kaliabang Nangka, Bekasi Utara, 3 Desember 2016



Aru Elgete
Previous Post
Next Post