Kamis, 02 April 2020

Ada Kesombongan dalam Kalimat 'Kami Keluar untuk Kalian, Kalian #DirumahAja untuk Kami'


Ilustrasi. Sumber kompas.com

Sudah April. Korona belum juga selesai. Setiap hari selalu saja ada seratus lebih kasus positif yang menjangkiti warga masyarakat negeri ini, juga sekira lebih dari 20 kasus kematian akibat korona, dan hanya kurang dari 20 yang dapat terselamatkan atau sembuh dari korona. 

Apa sebab? Sebagian ada yang mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang bandel. Keluar rumah hanya untuk menghadiri hal-hal yang sepele atau yang sama sekali tidak mendesak. Namun sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa banyaknya korban yang setiap hari bertambah ini lantaran pemerintah bekerja sangat lamban. 

Tapi kan pepatah mengatakan: lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Oh baiklah kalau demikian. Pemerintah hebat, sudah bertindak, sudah berbuat baik kepada warganya, sudah memberikan berbagai kemudahan kepada masyarakat miskin berpenghasilan harian, yang menjadi berkurang pendapatannya akibat datangnya pandemi ini. Kami sebagai orang miskin sangat bangga kepada para pejabat atau pemimpin di pemerintahan. 

Terlepas dari peran pemerintah yang sangat lamban itu, timbul pertanyaan dalam benak saya: apa yang sudah kita lakukan untuk memperingan beban sesama? Sebab banyak yang pada akhirnya tidak bisa bekerja, berkurang penghasilannya, dan masih banyak lagi. Daripada menunggu pemerintah bekerja yang sangat lamban, lebih baik kita bertindak sekarang juga. Bagaimana cara mudah untuk melawan pandemi korona ini? Jawabannya: membantu sesama!

Namun demikian, saya memperhatikan di linimasa media sosial, ada banyak yang takabbur atau sombong atau membesar-besarkan diri karena merasa sudah berbuat untuk sesama. Apa yang membuat saya berani mengatakan itu? Di media sosial, saya seringkali melihat atau membaca keterangan (caption) foto yang berbunyi: "Kami keluar untuk kalian, kalian #dirumahaja untuk kami."

Kalimat sederhana itu sungguh, bagi saya, masuk ke dalam kriteria takabbur atau membesar-besarkan diri. Sombong. Merasa diri sudah berbuat, merasa diri sudah membantu sesama, merasa diri lebih hebat daripada yang hanya rebahan di rumah saja. Padahal apa sih yang diperbuat? Paling-paling hanya penyemprotan disinfektan. Tapi ya bagus sih, daripada tidak sama sekali. 

Sahabatku yang baik, mari kita berbuat tanpa pamrih, tanpa imbalan, tanpa meminta orang lain untuk mengapresiasi kita bahwa kita sudah berbuat dan sudah sangat heroik sekali. Jangan sampai terbersit sedikit pun di benak dan hati kita untuk merasa seperti itu. Bagi saya, kemuliaan membantu sesama akan seketika runtuh jika ada sedikit saja kesombongan di dalam hati. 

Menjadi saleh virtual, baik. Mengajak orang untuk sama-sama bahu-membahu agar mau saling membantu, itu mulia sekali. Mengimbau orang-orang, melalui media sosial, untuk melangitkan doa; membaca salawat; dan meminta kepada Allah dengan berbagai cara; agar pandemi ini segera berakhir, itu sangat mulia sekali. 

Tapi awas, meminjam istilah Imam Ghazali, tentara iblis sedang mengintai kekuasaan tentara malaikat yang tengah bercokol di hati. Kalau pada akhirnya tentara iblis itu berhasil menduduki kekuasaan di singgasana hati atau kalbu manusia, maka sikap sombong dan membesar-besarkan diri yang akan ditampakkan di permukaan. 

Saya pribadi, tentu saja mengapresiasi pihak yang membantu sesama dalam melawan korona seperti sekarang ini. Tapi sekali lagi, saya mengingatkan agar jangan sampai ada secuil kesombongan yang merajai hati. Sebab akan dengan seketika menghancurkan kemuliaan yang telah kita bangun selama ini. 

So, kalimat: kami keluar untuk kalian, kalian #dirumahaja itu bukan kalimat yang tepat diutarakan. Itu penuh dengan kesombongan. Toh, dari dalam rumah juga bisa kok berbuat baik. Contohnya adalah Mas Ulil Abshar Abdalla bersama istrinya, Mbak Admin Ienas Tsuroiya. Melalui siaran langsung di facebook, kemarin, mereka mengajak pengikut dan teman-temannya untuk berkontribusi dalam soal perbuatan mulia yang dilakukan, yaitu "Lelang Amal". 

Lelang amal itu, dilakukan dari rumah. Apa saja yang dilelang? Sila lihat postingan Ienas Tsuroiya. Untuk itu, saya ingin menyampaikan bahwa dari rumah pun kita masih berbuat, masih bisa berbuat untuk kemanusiaan, tanpa menunggu pemerintah yang berbuat sangat lamban itu.

Jadi, berhentilah untuk takabbur. Silakan melakukan panjat sosial (pansos) dengan pandemi korona ini, tapi jangan ada lagi kalimat di atas itu yang tertulis (dalam foto aksi narsis bakti sosial), "Kami keluar untuk kalian, kalian #dirumahaja ya." Berhenti untuk mengucapkan itu. Bekerja untuk kemanusiaan haruslah ditempatkan di ruang sunyi. Ditempatkan di dalam ruang yang tidak ramai dan dipenuhi oleh kesombongan. 

Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan agar mampu untuk berbuat sesuatu dalam melawan korona ini, tapi tanpa merasa diri yang paling heroik, tanpa merasa diri yang paling sudah berbuat, dan tanpa merasa diri yang paling berjasa. Nauzubillah. Mari kita berlindung kepada Allah agar dihindari dari kesombongan-kesombongan itu. 


Wallahua'lam...
Previous Post
Next Post

0 komentar: