Jumat, 12 April 2019

Mengenal Kiai Ma'ruf Amin (5): Memulai Dakwah di Jakarta


Sumber foto: merdeka.com
Setelah berhenti dari tugas sebagai legislator pada 1982, seiring dengan menguatnya wacana kembali ke Khittah NU 1926, Kiai Ma’ruf mulai berkonsentrasi pada kegiatan sosial dan pendidikan.

Ia mengembangkan lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Jihad yang berpusat di Jalan Papanggo, Warakas, Jakarta Utara. Yayasan ini terbentuk sejak 1976 sebagai pengembangan dari Musala Al-Jihad.

Saat itu warga Warakas kesulitan untuk menunaikan Salat Jumat. Musala Al-Jihad yang tanahnya merupakan wakaf dari H Asmaran tidak lagi memadai. Bahkan untuk kegiatan tarawih di bulan Ramadan, terpaksa dilakukan di rumah warga. 

Oleh karena adanya kebutuhan yang mendesak itu, sejak 1975, dimulailah pembangunan Masjid Al-Jihad di atas tanah milik negara di bawah Otorita Sunter.

Tentu saja kegiatan pembangunan itu mendapat teguran dari pihak otorita, karena dilakukan tanpa izin. Warga akhirnya meminta bantuan kepada Ustaz Ma’ruf Amin sebagai anggota DPRD DKI.

Baca juga: Mengenal Kiai Ma'ruf Amin (4): Politis Muda Taklukkan Jakarta

Kiai Ma’ruf melayani kepentingan warga itu dan segera menghubungi pihak-pihak terkait. Pemerintah melalui Walikota Jakarta Utara Adwinanto kemudian menghibahkan tanah seluas 5000 meter persegi itu.

Tanah seluas itu sudah termasuk untuk kepentingan fasilitas umum seperti pelebaran jalan. Pada 1976, terbentuklah Yayasan Al-Jihad sebagai pengelola tanah hibah tersebut. Ustaz Ma’ruf didaulat menjadi ketua yayasan dibantu oleh warga.

Dimulai dari pembangunan masjid, Yayasan Al-Jihad berkembang membuka kegiatan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga SLTA. 

Kemudian terjadilah perisiwa kerusuhan Tanjung Priok pada 12 September 1984. Yayasan ini tiba-tiba dianggap ada kaitannya dengan Gerakan Komando Jihad (Komji). 

Pengurus yayasan cukup terusik dengan tuduhan tersebut, padahal mereka sedang menyiapkan pendirian Sekolah Tinggi Islam Salahuddin Al-Ayubi (STAISA). Kiai Ma’ruf lalu menghubungi Pangdam V Jaya Mayjen Tri Sutrisno agar bersedia meresmikan STAISA. 

Dengan kehadiran Pangdam, maka isu keterkaitan dengan Komji menjadi hilang. STAISA pun berkembang baik, hingga kini sudah meluluskan tak kurang dari 17000 sarjana. Nama yayasan kemudian berubah menjadi Yayasan Al-Jihad Shalahuddin Al-Ayyubi.

(Iip D Yahya, dalam buku KH Ma'ruf Amin: Santri Kelana Ulama Paripurna)
Previous Post
Next Post