Selasa, 06 Februari 2018

Politisasi Kampus dan Demoralisasi Pendidikan di Unisma Bekasi


Penolakan terhadap Politisasi digencarkan. 


Kemarin (5/2), masyarakat Universitas Islam "45" (Unisma) Bekasi dihebohkan dengan temuan video yang diunggah melalui akun fanpage Sahabat Nur Supriyanto, salah satu Calon Wali Kota Bekasi dalam gelaran Pilkada Serentak 2018. Saya melihat detik per detik dari setiap tayangan video itu. Banyak orang-orang yang saya kenal. Mulai dari Wakil Rektor 1 dan 3, petinggi fakultas, dosen, mahasiswa, hingga OB Unisma Bekasi tersenyum ramah dan meneriakkan jargon OKSiip.


Kemudian video itu saya unduh, karena khawatir admin fanpage Sahabat Nur Supriyanto bakal menghapusnya. Sebab, berbondong-bondong aktivis mahasiswa mengomentari postingan itu. Betul saja, video tersebut dihapus setelah saya menulis di blog pribadi dan mencantumkan link untuk langsung menuju postingan yang dimaksud.




Sore, saya posting tulisan. Malamnya, saya unggah video di facebook. Beberapa teman saya menghubungi mahasiswa yang terlibat di dalamnya. Dari sekian banyak mahasiswa yang dimintai keterangan, semua menjawab tertipu atau tidak tahu apa-apa. Saya punya alat bukti yang cukup untuk melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwenang. Misalnya, Kemristekdikti mengenai adanya politisasi kampus. 


Dalam tulisan ini, saya akan memaparkan kronologis pembodohan salah satu mahasiswa yang dilakukan karyawan atau staf yang bekerja di Direktorat Kemahasiswaan dan Alumni (DIKA).


Mahasiswa itu, sebut saja bernama Rere. Sekitar jam 1 siang, ia ke sekretariat organisasinya mengambil Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) hasil kegiatan yang telah rampung dilaksanakan. Rere bergegas ke gedung biru (Kantor Rektorat Unisma Bekasi) untuk meminta tanda tangan rektor. Setibanya di gedung biru, ia menghampiri Ibu Satpam (Satpam ini juga ada di dalam video).


Terjadi percakapan. Dirinya menelepon ketua organisasi. Menanyakan perihal LPJ mesti ditandatangani rektor atau langsung diberikan saja ke DIKA. Tak lama, ia mendapat keterangan bahwa LPJ sudah tidak perlu dibawa ke rektor. 


Kemudian, Rere ke ruang DIKA. Pintu, dalam keadaan terkunci. Ibu Satpam mengatakan, "orangnya lagi keluar". Karena dikejar waktu, Rere tak terlalu memperdulikan itu. Ia bergegas ke atas, lantai 2 gedung biru karena ada urusan lain.


Namun baru beberapa langkah kaki digerakkan, ada suara pintu terbuka. Orang dari balik pintu yang terkunci tadi, keluar. Memanggil Rere dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan. Memang dasar Rere, mahasiswi semester 5 yang polos, ia ikuti saja kemauan pekerja DIKA itu.


Di dalam, Rere diceramahi dan diberi nasihat. Layaknya orang tua dan anak. Diberi petuah soal kinerja organisasi. Panjang lebar. Akhirnya, Rere izin keluar karena merasa urusannya telah selesai. 


Baru beranjak sebentar, orang DIKA langsung menahan dirinya. Rere diajak untuk membuat video.


"Video untuk apa?"
"Buat video doang, kok."
"Ngapain, Pak?"
"Nanti kalian bilang OkeSiip OkeSiip OkeSiip ya. Tiga kali."
"Ih buat apa, Pak?"
"Ini buat disimpan doang."
"Pak, saya gak mau ah. Saya gak mau terkenal."
"Udah gak kenapa-kenapa."


Rere terus menyudutkan dengan berbagai pertanyaan yang dimaksudkan untuk menolak. Ia pun tidak diberi izin keluar ruangan kalau menolak. Karena ada ancaman itu, ia akhirnya mengalah. 


"Akhirnya gue divideoin. Muka gue setengahnya, gue tutupin LPJ. Jadi, cuma kelihatan matanya aja. Setelah itu, gue keluar ruangan," katanya, saat dimintai keterangan melalui pesan aplikasi WhatsApp, Senin (5/2).


Peristiwa tersebut, jelas tindakan politisasi kampus. Karena kepentingan politis, mereka rela menghalalkan cara dengan melakukan pembodohan terhadap mahasiswa. Perilaku yang seperti itu, yang dilakukan di kampus, merupakan bentuk demoralisasi pendidikan. Menggadaikan moralitas demi mendapat jatah dari Calon Wali Kota Bekasi.


Di kelas-kelas, para dosen sangat ceriwis memberitahu mahasiswa agar tidak ikut-ikutan ke dalam lingkaran politik praktis. Kepada mahasiswa yang mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN), ibu-bapak dosen mengatakan agar tidak turut serta dalam kampanye. Asupan gizi berupa akhlak dan moral ditingkatkan melalui ceramah dan petuah dosen. Tapi? Hehehehe


Unisma Bekasi sudah tidak pantas menjadi lembaga atau institusi pendidikan. Kini, telah berubah bentuk menjadi posko pemenangan Nur Supriyanto. Moral dan akhlak para dosen digadaikan demi meraup keuntungan dari Calon Wali Kota. Membohongi dan membodohi mahasiswa dengan iming-iming nonton bioskop. Ehh, di dalam bioskop teriak lagi OkeSiip dengan pekik takbir. 


Masih banyak bukti yang saya dapat. Untuk sementara itu dulu. Dengan semangat perjuangan, saya bersama Aliansi Mahasiswa Unisma Bekasi (Amunisi) menolak keras praktik politisasi kampus yang dilakukan para Wakil Rektor dan para dosen.


Untuk melihat dan menonton video menjijikkan itu, silakan Klik disini. Kalian akan menemukan wajah para dosen yang berhasil menjadi penjilat dan membodohi mahasiswa. Selamat menonton. 



Wallahu A'lam








Kaliabang Nangka, 6 Februari 2018

Aru Elgete
Mahasiswa Unisma Bekasi angkatan 2014
Previous Post
Next Post

0 komentar: