Jumat, 09 Februari 2018

Nasihat Ki Joko Wasis di Laboratorium Teater Korek


Ki Joko Wasis 


Dalam menjalani kehidupan, perlu ada tiga hal yang harus menjadi penopang. Yakni, bersikap sabar, berlaku jujur, dan berpasrah pada kehendak Tuhan (tawakkal). Ketiganya akan membawa seseorang menuju kebahagiaan yang sejati.

Hal tersebut disampaikan Pelukis Jalanan Ki Joko Wasis saat singgah di Laboratorium Teater Korek, Universitas Islam "45" (Unisma) Bekasi, Kamis (8/2) malam. Pria asal Yogyakarta kelahiran tahun 1960 ini mengaku telah menanam benih untuk bekal di kemudian hari. 

"Setiap pergerakan adalah benih. Benih itu yang kemudian melakukan proses hingga menciptakan akar yang kuat hingga tumbuh menjadi pohon yang tidak bisa diruntuhkan. Proses itu adalah sabar. Maka, itu menjadi langkah awal dari kebahagiaan," kata pria bernama asli Mohli Ridyanto ini. 

Bersikap sabar itu, lanjutnya, harus dijadikan kunci awal. Kepada siapa pun, bahkan terhadap musuh, sikap sabar sangat dibutuhkan. Maka, ia mengutip istilah dari para Bijak Bestari, yakni 'lindungi dan sayangilah musuh-musuhmu, maka kamu akan selamat'.

"Sebab, kalau musuh tidak diselamatkan, kehancuran dan kegaduhan bakal tercipta. Sabar kepada musuh, melindungi dan menyayangi mereka, itu wajib. Agar ketenangan dapat dirasakan. Nah, ketenangan itu lah yang disenangi Tuhan. Maka Tuhan bilang, Yaa Ayyatuhannafsul-muthmainnah," katanya.

Setelah sabar, ia melanjutkan, berlaku jujur kepada setiap orang. Di setiap perjalanan yang ditempuhnya, Ki Joko Wasis tidak pernah berkata bohong. Semua diungkapkan apa adanya. Hal itulah yang menjadikannya selalu bahagia dan hidup tenang.

"Kalau ada yang meminjam uang dan kita tidak ingin meminjamkannya, katakan saja tidak. Jangan bertele-tele. Kalau sudah begitu, nanti jatuhnya malah berbohong," tegasnya, sembari menghisap rokok kretek kesukaannya.

Ia berkisah, suatu ketika ada seorang teman yang hendak berhutang kepadanya. Padahal saat itu, Ki Joko tidak punya cukup banyak uang. Dengan kejujurannya, ia justru mengajak temannya itu melakukan kerja sama.

"Saat itu, dompet saya menipis. Akhirnya saya katakan ke dia begini; minus dengan minus sama dengan plus, bagaimana kalau kita kerja sama? Kita ke Malioboro, melukis di sana, duit kita yang tinggal sedikit ini dijadikan modal awal untuk membeli keperluan melukis," kisahnya. 

Gayung bersambut. Berkat kejujurannya itu, ia mendapat keuntungan besar. Uang hasil melukis, dibagi dua dengan temannya. Bahkan, beberapa kali karyanya itu dilirik oleh wisatawan asing dan dihargai dengan nominal yang sangat besar.

"Itu sabar dan jujur. Harus dilakukan. Kemudian tawakkal. Ini yang perlu dan harus menjadi penutup dari setiap perbuatan atau proses yang telah kita kerjakan. Kita mesti memasrahkan segala sesuatu kepada Tuhan. Melakukan dan berbuat sesuatu juga karena Tuhan," ungkapnya.

Dirinya berkisah pernah diminta keluarga Keraton Yogyakarta untuk membuatkan lukisan dan dihadiahkan kepada Sultan. Karena kecintaannya kepada pimpinan tertinggi kerajaan, ia menyanggupinya. Dalam hati Ki Joko Wasis, hanya ada rasa bagaimana Tuhan akan memberikan balasan di masa mendatang.

"Saya buatkan lukisan untuk Sultan. Tidak dibayar. Saya memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Saya menganggap bahwa di dunia ini tidak ada siapa dan apa pun kecuali Tuhan. Semua adalah Tuhan dan peristiwa yang terjadi disebabkan karena Tuhan," katanya.

Kemudian, ia mengutip ungkapan Syekh Siti Jenar. "Siti Jenar tidak ada, yang ada Allah, itu kan berarti sebuah komitmen tauhid yaitu Laa Ilaaha Illallah. Artinya, tidak ada siapa-siapa dan apa pun, kecuali Allah, kecuali semuanya berasal dari Allah, dan telah diatur oleh Allah," tandasnya.

Ki Joko Wasis adalah seorang Pelukis yang hobinya jalan-jalan ke mana pun ia kehendaki. Terakhir, dirinya hidup selama hampir tiga tahun di hutan, di Tulangbawang, Lampung. Di Teater Korek, ia juga pernah menanam benih kebaikan bersama mendiang Ane Matahari, Penyair Irman Syah, dan beberapa pegiat kesenian di Kota Bekasi.

Ia juga pernah melukis sketsa wajahnya sendiri dan hingga kini lukisannya itu ditempel di dinding Laboratorium Teater Korek Unisma Bekasi. "Saya datang ke sini lagi (Laboratorium Teater Korek), selain bermaksud untuk menjalin silaturrahim, juga ingin melihat dan merasakan benih yang telah saya tanam dulu," pungkasnya.
Previous Post
Next Post

0 komentar: