Senin, 19 Oktober 2020

Cerita Orang Madura Memanggil Anaknya dengan Teropong

 

Ilustrasi. Sumber gambar: productnation.co


Ada orang Madura naik haji dengan anak laki-lakinya. Bersama jamaah lain yang satu regu dengannya, ia ditempatkan di maktab yang berada di lantai 9 sebuah gedung. Ketika sedang berdiri di dekat jendela, ia melihat anaknya di bawah alias di halaman gedung.


Melihat anaknya di bawah yang seperti hendak pergi, orang Madura itu lantas memanggilnya. Karena jauh, ia berteriak sangat keras. “Cong-cong ke sini, cong.” 


Teriakan keras itu membisingkan dan cukup mengganggu jamaah lain di kamar yang sedang beristirahat. Tentu saja, sekeras apa pun teriakannya tak mungkin bisa didengar sang anak. Sebab jarak antara lantai 9 dengan halaman gedung itu sangat jauh sekali.


Gimana ini, orang kok teriak-teriak begini. Waktunya orang istirahat lagi,” gerutu salah seorang jamaah haji yang tengah beristirahat di dalam kamar.


Akhirnya, ada seorang jamaah haji lain yang cerdas. Sebut saja Karsidi. Kebetulan ia punya alat keker (teropong) yang sebenarnya banyak dijual di Arab Saudi seharga 15 riyal. Karena tahu orang yang teriak-teriak itu adalah orang Madura dan khawatir akan salah paham jika ditegur, maka Karsidi menyapanya dengan sangat baik dan bijak.


“Itu anaknya jauh, Pak. Makanya tidak dengar,” kata Karsidi memulai pembicaraan.


Enggak, dekat itu. Lha wong kelihatan kok,” jawab si orang Madura dengan suara lantang, bersikukuh.


“Iya kelihatan tapi kan kecil. Itu karena jauh di sana,” jelas Karsidi sembari meminjamkan alat teropongnya kepada orang Madura itu.


Saat diberikan dan kemudian menggunakan alat teropong, maka sang anak yang ada di halaman gedung itu terlihat sangat besar dan dekat. Karena dianggap dekat, akhirnya orang Madura itu memanggilnya pun dengan sangat pelan.


Cong-cong ke sini cong,” teriak orang Madura dengan sangat lirih.


Dengan demikian, jamaah haji di kamar itu bisa kembali melanjutkan istirahat. Sementara orang Madura itu sibuk memanggil anaknya dengan teropong dan dengan suara yang sangat pelan. 


Solutif, kan?


*Cerita ini disadur dari buku ‘Kisah Jenaka KH Hasyim Muzadi: Indonesia Ha..Ha..Ha..!!’

Previous Post
Next Post

0 komentar: