Minggu, 02 April 2017

Mungkinkah Ada Aksi Bela Islam 234?


Konferensi Pers Aksi Bela Islam 313. Sumber: megapolitan.kompas.com

Aksi 313 pada 31 Maret 2017, usai. Berbagai adegan dan peristiwa terjadi. Kegaduhan di linimasa media sosial tercipta. Politis atau tidak, benar atau salah, dan baik atau buruk, biar menjadi subjektivitas masing-masing individu. Kebenaran di dunia memang bersifat relatif. 

Jum'at dinihari, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khattath diciduk karena dianggap makar. Padahal, tidak demikian menurut massa aksi 313. Mereka sedang memperjuangkan kebenaran Tuhan yang dinista oleh Fir'aun zaman modern. Yakni, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Walau dalam aksi tersebut, terdapat atribut yang bernuansa arabisme. Maaf, maksudku Islam. Singkat kata, ada banyak kepentingan di balik aksi yang berjilid-jilid itu. Salah satunya adalah misi utama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), yaitu menjadikan Bumi Pertiwi dengan berdasarkan pada kompilasi hukum Islam.

Saya merasa heran dan bertanya-tanya, ke mana atribut organisasi Islam yang memiliki motto, "NKRI Bersyari'at"? Organisasi itu adalah Front Pembela Islam (FPI). Apakah ada pelarangan dari pimpinan tertinggi FPI untuk mengikutsertakan atribut sebagaimana yang terlihat pada aksi-aksi sebelumnya? Entahlah.

Menurut pemikiran sempit saya, FPI sudah mulai tersadarkan bahwa ada pergeseran makna yang terkandung dalam aksi 313. Aksi 411 dan 212, jelas. Sebagian besar umat Islam yang menjadi massa aksi ketika itu merasa sakit hati atas ucapan Ahok. Saya pun demikian. Meski tak ikut turun aksi dan akhirnya memaafkan karena ketidaktahuannya. Toh, dia sendiri sudah minta maaf.

Hal yang menarik adalah, terselenggaranya aksi-aksi semacam itu diidentikkan dengan tanggal yang unik. Barangkali, agar mudah diingat. Sehingga menjadi kenangan yang berkesan dan tak terlupakan di kemudian hari. Tapi, saya melihat aksi seperti itu menjadi sangat politis. Bahkan, seperti menjadi barang dagangan terlaris untuk diperjualbelikan. Singkatnya, semacam alat komoditas.

Kemudian, saya berkeyakinan bahwa aksi 313 bukan akhir dari pergerakan dan pengerahan massa untuk menuntut agar Ahok mundur. Kekhawatiran saya adalah, akan ada aksi-aksi lanjutan hingga batas waktu yang tidak ditentukan sampai sebagian besar umat Islam merasa terpuaskan. Parahnya, aksi-aksi semacam itu menjadi bahan tertawaan bagi sebagian yang lain. Padahal menurut orang-orang yang menjadi bagian dari aksi tersebut, diyakini sebagai bagian dari perjuangan membela agama; sakralitasnya terjaga.

Pertanyaan sederhana yang akhir-akhir terlintas di benak adalah, bagaimana kalau pada 19 April nanti, Ahok-Djarot keluar sebagai pemenang? Akankah ada gubernur tandingan (lagi)? Mungkinkah akan ada aksi lanjutan di hari-hari berikutnya dan aksi tersebut dilakukan pada Minggu, 23 April 2017, sehingga diberi nama Aksi Bela Islam 234? Lalu, respon apa yang akan terjadi di tengah hiruk-pikuk kegaduhan masyarakat terkait hal tersebut? Atau bisa jadi, melihat jumlah massa yang sangat massif dan besar, salah satu produk rokok terbesar di Indonesia akan mensponsori kegiatan itu? 

Entahlah, segala macam asumsi berkembang liar di benak kebanyakan orang. Toh, Aksi Bela Islam kini menjadi lelucon hangat di warung kopi. Menjadi bahan selingan diskusi bagi aktivis pergerakan mahasiswa. Bahkan menjadi peluang bisnis untuk meraup keuntungan. Mari, kita lihat nanti. Sehari setelah pemilihan, hal apa yang akan terjadi? Siapkan kopi dan cemilan bergizi, kita sama-sama saksikan di media massa khususnya televisi yang sangat gencar menyorot perkembangannya.


Takbir!!! 
Allahu Akbar!!!


Wallahu A'lam



Sekretariat Teater Korek Unisma Bekasi, 2 April 2017



Aru Elgete

Previous Post
Next Post

0 komentar: