Sabtu, 28 Januari 2017

Pahlawan Kebudayaan, Cum Laude di Universitas Kehidupan




Andri Syahnila Putra atau yang akrab disapa Ane Matahari adalah seorang yang sangat berpengaruh di bidang kebudayaan dan kesenian. Banyak yang merasa kehilangan sejak kepulangannya seminggu yang lalu, Senin (31/10/16) siang. Pembacaan Yasin dan Tahlil selalu dilakukan di kediamannya sebagai bentuk apresiasi atas karya dan prestasinya selama ini. Di hari ke-7 kepulangannya, seluruh komunitas dan orang-orang yang terkait dengannya sepakat untuk mengadakan doa bersama di Bantaran Kalimalang, Senin (7/11/16) malam.

Usai pembacaan doa, Yasin, dan Tahlil yang diperuntukkan kepada pria berdarah Medan-Minangkabau atau Batak-Piliang ini, perwakilan dari masing-masing komunitas diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan kecintaan yang mendalam bagi Sinar Peradaban Bumi Patriot itu. Semua sepakat bahwa Ane Matahari adalah orang yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Tidak ada yang mampu menggantikan posisi dan keberadaannya.

Komunitas atau organisasi yang hadir malam itu, diantaranya Kajian Masyarakat Merdeka (KMM), Pusat Kajian Pancasila (Pusaka) UNISMA Bekasi, Teater Korek, Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ), Teman Ngopi, Suku Kulit Muka Berminyak, Paduan Suara Mahasiswa Soeara Serajoe, Bengkel Teater At-taqwa (Beta), Komunitas Matahari Hujan, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At-taqwa, dan masih banyak lagi.

Kesemuanya menyampaikan kesan dan kenangan yang dialami bersama Ane Matahari. Suasana itu menjadi haru, bahagia, sedih, dan gembira. Karena satu tokoh itu, seluruh kalangan menjadi satu, saling bersilaturrahmi batin dan bahkan menganggap satu sama lain sebagai keluarga yang tak bisa dipisahkan oleh kondisi apa pun.

Abdul Khoir misalnya, salah seorang dosen di Universitas Islam “45” (Unisma) Bekasi yang juga gandrung terhadap kebudayaan Bekasi menuturkan bahwa tidak ada pengkultusan untuk siapa pun. Termasuk kepada Ane Matahari, tokoh paling penting yang berusaha menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal.

“Keberadaan kita di sini bukan mengkultuskan, tetapi sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada Bang Ane, karena jasa-jasa yang dengan tulus diberikannya kepada setiap orang yang membutuhkan uluran tangan dan tenaganya,” ucap Abdul Khoir dalam sambutannya semalam.
Di akhir sambutannya, Abdul Khoir mempersilakan hadirin agar mampu mengenang Ane Matahari melalui tulisan dan dikirimkan ke alamat Sastra Kalimalang, kemudian dibukukan.

“Orang yang sudah meninggal dunia, tidak akan mungkin kembali lagi. Kita semualah yang menjadi penerus dari gagasan dan kebaikan Ane Matahari. Makanya, saya ingin kita semua membuat tulisan apa pun tentang Ane Matahari, kirim ke alamat Sastra Kalimalang, nanti dibukukan,” tandas Abdul Khoir.

Sejalan dengan itu, Harun Al-Rasyid, pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Soeara Serajoe Unisma Bekasi mengusulkan agar bantaran Kalimalang di sekitar kampus dijadikan sebagai Ruang Kultur dan diberi nama ‘Taman Ane Matahari’. Pasalnya, Ane Matahari adalah sosok yang memiliki kedekatan emosional dengan PSM, karena sejak 1997 pendiri Sastra Kalimalang itu diberi kewenangan untuk melatih serta memberi perubahan bagi keberlangsungan organisasi kemahasiswaan tersebut.

“Saya mengusulkan agar tempat ini dinamakan Taman Ane Matahari. Ruang Publik kita jadikan sebagai Ruang Kultur. Untuk teknis dan segala macamnya, saya serahkan ke teman-teman mahasiswa,” kata Harun saat diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan kecintaannya kepada Ane Matahari.

Pemberian nama baru untuk bantaran kalimalang itu, bukan tanpa alasan. Di sana, seringkali dijadikan tempat untuk saling berbagi, berdiskusi, memamerkan kebudayaan Bekasi, bahkan aksi pencopetan, penjambretan, dan lain sebagainya acapkali terjadi. Panggung terapung adalah salah satu dari sekian banyak hal yang memberi warna baru di pinggir Kalimalang itu. Sementara usul yang diberikan Harun disambut baik oleh hadirin.

Sementara itu, Irman Syah, penyair yang sekaligus sahabat karib Ane Matahari, banyak memberikan kesan yang sangat dalam. Ia memberi penjelasan bahwa Ane Matahari berhasil mendapat nilai Cum Laude di Universitas Kehidupan. Dalam waktu 45 menit, ia mampu mengerjakan tugas ujian dengan sangat baik. Karena, menurut Pak Cik -sapaan akrab Irman Syah- selain sahabatnya itu, tidak ada manusia hebat yang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan kemudian lulus.

Sinar Peradaban Bumi Patriot ini sudah melewati berbagai macam upacara kebudayaan, seperti kelahiran, sunatan, pernikahan, dan sebagainya. Terakhir, ia melakukan kegiatan yang sangat tidak umum, bersih- bersih makam. Menurut Irman, kegiatan terakhir yang dilakukan Ane Matahari menyimbolkan bahwa dirinya sudah berhasil melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan kehidupan dengan sangat baik. Ia lulus dengan nilai Cum Laude di Universitas Kehidupan.

“Ane meninggal di umur 45. Saya menganalogikan usia itu sebagai menit atau jam. Artinya, Ane sudah berhasil lulus ujian dalam waktu singkat dengan nilai terbaik (Cum Laude) di Universitas Kehidupan,” ucap Irman Syah saat mengenang sahabat terbaiknya itu.

Selain itu, Irman Syah juga mengatakan bahwa ketulusan Ane Matahari selama ini karena sukunya; Piliang. Almarhum yang meninggalkan satu istri dan empat anak itu adalah hasil dialektika antara Medan-Minangkabau atau Batak-Piliang. Ibundanya bersuku Piliang, sementara ayahnya adalah Batak.

“Secara fisik, Ane memang terlihat seperti orang Batak. Tetapi watak dan sikapnya lembut, sebagaimana suku Piliang dari Minangkabau. Maka, jangan heran kalau sikapnya Ane lembut dan bisa bergaul dengan siapa saja,” tutup Irman.

*dimuat di Demen Bekasi pada 8 November 2016



Laboratorium Teater Korek Unisma Bekasi, 28 Januari 2017



Aru Elgete 
Previous Post
Next Post

0 komentar: