Andri Syahnila Putra atau yang
akrab disapa Ane Matahari adalah seorang yang sangat berpengaruh di
bidang kebudayaan dan kesenian. Banyak yang merasa kehilangan sejak
kepulangannya seminggu yang lalu, Senin (31/10/16) siang. Pembacaan Yasin
dan Tahlil selalu dilakukan di kediamannya sebagai bentuk apresiasi atas
karya dan prestasinya selama ini. Di hari ke-7 kepulangannya, seluruh
komunitas dan orang-orang yang terkait dengannya sepakat untuk
mengadakan doa bersama di Bantaran Kalimalang, Senin (7/11/16) malam.
Usai
pembacaan doa, Yasin, dan Tahlil yang diperuntukkan kepada pria
berdarah Medan-Minangkabau atau Batak-Piliang ini, perwakilan dari
masing-masing komunitas diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan
kecintaan yang mendalam bagi Sinar Peradaban Bumi Patriot itu. Semua
sepakat bahwa Ane Matahari adalah orang yang memiliki kepekaan sosial
yang tinggi. Tidak ada yang mampu menggantikan posisi dan keberadaannya.
Komunitas
atau organisasi yang hadir malam itu, diantaranya Kajian Masyarakat
Merdeka (KMM), Pusat Kajian Pancasila (Pusaka) UNISMA Bekasi, Teater
Korek, Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ), Teman Ngopi, Suku Kulit Muka
Berminyak, Paduan Suara Mahasiswa Soeara Serajoe, Bengkel Teater
At-taqwa (Beta), Komunitas Matahari Hujan, Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) At-taqwa, dan masih banyak lagi.
Kesemuanya
menyampaikan kesan dan kenangan yang dialami bersama Ane Matahari.
Suasana itu menjadi haru, bahagia, sedih, dan gembira. Karena satu tokoh
itu, seluruh kalangan menjadi satu, saling bersilaturrahmi batin dan
bahkan menganggap satu sama lain sebagai keluarga yang tak bisa
dipisahkan oleh kondisi apa pun.
Abdul
Khoir misalnya, salah seorang dosen di Universitas Islam “45” (Unisma)
Bekasi yang juga gandrung terhadap kebudayaan Bekasi menuturkan bahwa
tidak ada pengkultusan untuk siapa pun. Termasuk kepada Ane Matahari,
tokoh paling penting yang berusaha menjaga dan melestarikan kebudayaan
lokal.
“Keberadaan kita di sini bukan
mengkultuskan, tetapi sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada
Bang Ane, karena jasa-jasa yang dengan tulus diberikannya kepada setiap
orang yang membutuhkan uluran tangan dan tenaganya,” ucap Abdul Khoir
dalam sambutannya semalam.
Di akhir
sambutannya, Abdul Khoir mempersilakan hadirin agar mampu mengenang Ane
Matahari melalui tulisan dan dikirimkan ke alamat Sastra Kalimalang,
kemudian dibukukan.
“Orang yang sudah
meninggal dunia, tidak akan mungkin kembali lagi. Kita semualah yang
menjadi penerus dari gagasan dan kebaikan Ane Matahari. Makanya, saya
ingin kita semua membuat tulisan apa pun tentang Ane Matahari, kirim ke
alamat Sastra Kalimalang, nanti dibukukan,” tandas Abdul Khoir.
Sejalan
dengan itu, Harun Al-Rasyid, pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Soeara Serajoe Unisma Bekasi mengusulkan
agar bantaran Kalimalang di sekitar kampus dijadikan sebagai Ruang
Kultur dan diberi nama ‘Taman Ane Matahari’. Pasalnya, Ane Matahari
adalah sosok yang memiliki kedekatan emosional dengan PSM, karena sejak
1997 pendiri Sastra Kalimalang itu diberi kewenangan untuk melatih serta
memberi perubahan bagi keberlangsungan organisasi kemahasiswaan
tersebut.
“Saya mengusulkan agar
tempat ini dinamakan Taman Ane Matahari. Ruang Publik kita jadikan
sebagai Ruang Kultur. Untuk teknis dan segala macamnya, saya serahkan ke
teman-teman mahasiswa,” kata Harun saat diberi kesempatan untuk
menyampaikan kesan kecintaannya kepada Ane Matahari.
Pemberian
nama baru untuk bantaran kalimalang itu, bukan tanpa alasan. Di sana,
seringkali dijadikan tempat untuk saling berbagi, berdiskusi, memamerkan
kebudayaan Bekasi, bahkan aksi pencopetan, penjambretan, dan lain
sebagainya acapkali terjadi. Panggung terapung adalah salah satu dari
sekian banyak hal yang memberi warna baru di pinggir Kalimalang itu.
Sementara usul yang diberikan Harun disambut baik oleh hadirin.
Sementara
itu, Irman Syah, penyair yang sekaligus sahabat karib Ane Matahari,
banyak memberikan kesan yang sangat dalam. Ia memberi penjelasan bahwa
Ane Matahari berhasil mendapat nilai Cum Laude di Universitas
Kehidupan. Dalam waktu 45 menit, ia mampu mengerjakan tugas ujian dengan
sangat baik. Karena, menurut Pak Cik -sapaan akrab Irman Syah- selain
sahabatnya itu, tidak ada manusia hebat yang mampu menyelesaikan
tugas-tugasnya dengan baik dan kemudian lulus.
Sinar Peradaban Bumi Patriot ini sudah melewati berbagai macam upacara kebudayaan, seperti
kelahiran, sunatan, pernikahan, dan sebagainya. Terakhir, ia melakukan
kegiatan yang sangat tidak umum, bersih- bersih makam. Menurut Irman,
kegiatan terakhir yang dilakukan Ane Matahari menyimbolkan bahwa dirinya
sudah berhasil melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan kehidupan dengan
sangat baik. Ia lulus dengan nilai Cum Laude di Universitas Kehidupan.
“Ane
meninggal di umur 45. Saya menganalogikan usia itu sebagai menit atau
jam. Artinya, Ane sudah berhasil lulus ujian dalam waktu singkat dengan
nilai terbaik (Cum Laude) di Universitas Kehidupan,” ucap Irman Syah saat mengenang sahabat terbaiknya itu.
Selain
itu, Irman Syah juga mengatakan bahwa ketulusan Ane Matahari selama ini
karena sukunya; Piliang. Almarhum yang meninggalkan satu istri dan
empat anak itu adalah hasil dialektika antara Medan-Minangkabau atau
Batak-Piliang. Ibundanya bersuku Piliang, sementara ayahnya adalah
Batak.
“Secara fisik, Ane memang
terlihat seperti orang Batak. Tetapi watak dan sikapnya lembut,
sebagaimana suku Piliang dari Minangkabau. Maka, jangan heran kalau
sikapnya Ane lembut dan bisa bergaul dengan siapa saja,” tutup Irman.
*dimuat di Demen Bekasi pada 8 November 2016
Laboratorium Teater Korek Unisma Bekasi, 28 Januari 2017
Aru Elgete
0 komentar: