Wakil Rektor I, Yayat Suharyat Dalam Video Kampanye Mendukung Salah Satu Pasangan Calon Pilkada Kota Bekasi |
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dilangsungkan pada Juni mendatang. Diselenggarakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Kota Bekasi termasuk wilayah yang akan diberlangsungkan Pilkada Serentak. Semua berbenah, merancang strategi, dan mempropagandakan pilihannya.
Segala cara dilakukan, mulai dari kampanye melalui media massa hingga di media online. Melibatkan pejabat tinggi daerah sampai kepada masyarakat akar rumput yang tidak tahu apa-apa. Praktis, semua demi kepentingan. Entah mendapat jatah atau tidak, kampanye dengan menghalalkan segala cara merupakan kewajiban yang mesti dituntaskan.
Namun, yang perlu kita ketahui adalah soal independensi lembaga pendidikan. Bahkan, bukan cuma itu. Semua lembaga, melarang kader atau anggotanya untuk membawa atribut dalam berkampanye. Mengenai hak politik dan suara, sudah barang tentu menjadi hak setiap warga negara.
Universitas Islam "45" (Unisma) Bekasi, salah satu lembaga pendidikan yang ada di Bumi Patriot. Telah tersebar di media sosial terkait keterlibatannya dalam perhelatan pesta demokrasi lima tahunan itu. Pendidikan yang mestinya haram bersentuhan secara langsung dengan politik praktis, kini diarahkan untuk kepentingan salah satu pasang calon di Pilkada Kota Bekasi.
Hal tersebut tentu menjadi persoalan serius. Sebab mulai dari dosen, staf, karyawan, hingga mahasiswa dilibatkan dalam berkampanye dan meneriakkan OKSiip. Jumat (2/2) pekan lalu, saya melihat beberapa orang, termasuk salah satu staf yang bekerja di Direktorat yang ada di Kampus Unisma Bekasi, mengenakan kaus bertuliskan OKSiip. Lucu. Barangkali ada yang mesti dikorek dari otak orang-orang yang melibatkan Unisma Bekasi untuk kampanye.
Dengan begitu, maka sudah terang-benderang bahwa sebagian besar pejabat kampus tidak mengerti bagaimana mengelola lembaga pendidikan dengan baik. Barangkali yang mereka tahu hanya sekadar mendapat jatah atau kue yang dibagi-bagikan oleh pasangan calon. Kalau sudah kebagian jatah, maka sudah tentu masuk kantong pribadi.
Demikianlah, pemikiran-pemikiran picik pejabat kampus. Hanya mementingkan keuntungan dan memanfaatkan lembaga pendidikan yang seharusnya netral untuk dijadikan tameng untuk berpolitik praktis. Kalau tidak paham bagaimana menetralisasikan posisi lembaga pendidikan, maka lebih baik mundur dari jabatan. Daripada harus membawa marwah pendidikan yang suci ke dalam kubangan penuh intrik bernama politik.
Kalau memang ingin berpolitik, silakan untuk tidak membawa nama lembaga Unisma Bekasi. Silakan manfaatkan hak politik sebagai warga negara dengan membawa nama pribadi. Dan, mereka itulah yang barangkali sudah terhasut bisikan iblis untuk mencari celah dan cara agar meraup keuntungan.
Sejujurnya, saya menulis atas nama kepedulian. Secara hak politik dalam Pilkada Kota Bekasi, saya tidak punya. Karena saya masih ber-KTP DKI Jakarta. Demi nama baik Unisma Bekasi, silakan kita adakan kopdar untuk mengkaji bagaimana semestinya kita berpolitik dengan baik tanpa melibatkan Unisma Bekasi.
Di bawah ini adalah video yang terlihat jelas ada keterlibatan Unisma Bekasi di dalamnya. Silakan ditonton sampai habis.
Wallahu A'lam
Laboratorium Teater Korek, 5 Februari 2018
Aru Elgete
Mahasiswa semester akhir jurusan Ilmu Komunikasi Unisma Bekasi
0 komentar: