Rabu, 26 Mei 2021

Kisah Guru dan Murid: Menutup Aib

 

Ilustrasi. Sumber: ideapres.com


Suatu ketika, sekelompok pemuda sedang menghadiri pesta pernikahan teman sejawatnya semasa duduk di masa putih-biru. Salah satu di antara mereka adalah Asep. Setibanya di lokasi, ia melihat Pak Solihin, seorang guru yang dulu pernah menjadi walikelasnya.

Lalu dengan sangat cekatan, karena dibalut rasa rindu yang menebal, Asep langsung menghampiri dan mengecup punggung tangan sang guru dengan penuh takzim (penghormatan) dan takrim (pemuliaan).

Usai mencium tangan gurunya itu, ia membuka percakapan seraya duduk di kursi kosong sebelahnya. "Masih ingat saya kan, pak guru?"

"Wah maaf, saya lupa."

"Masa sih bapak nggak ingat saya?" tanya Asep penuh heran.

Dia melanjutkan, memberi gambaran siapa dan bagaimana dirinya saat di sekolah dulu.

"Saya Asep, Pak. Murid yang dulu nyolong jam tangan punya teman di kelas."

"Ketika anak yang kehilangan jam itu menangis, bapak menyuruh kita untuk berdiri semua, karena akan dilakukan penggeledahan saku murid semuanya," lanjut Asep bercerita.

"Saat itu saya berpikir, saya akan dipermalukan di hadapan teman-teman dan para guru. Bahkan bakal jadi bahan ejekan dan hinaan. Mereka pasti akan melabeli saya sebagai pencuri. Harga diri saya pasti akan hancur selama hidup saya."

Pak Solihin  tetap dengan saksama menyimak cerita Asep sedari awal tadi, sembari berkali-kali menghisap rokok kretek kesukaannya. 

Asep melanjutkan uraiannya, "Bapak menyuruh kami berdiri menghadap tembok dan menutup mata kami semua. Kemudian bapak menggeledah kantong kami. Ketika tiba giliran saya, bapak ambil jam tangan itu dari kantong saya, dan bapak lanjutkan penggeledahan sampai murid terakhir."

"Setelah selesai, bapak menyuruh kami membuka penutup mata, dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Saat itu, saya takut bapak akan mempermalukan saya di depan teman-teman saya. Tapi rupanya bapak tunjukkan jam tangan itu dan langsung bapak berikan kepada pemiliknya tanpa menyebutkan siapa yang mencuri."

"Selama saya belajar di sekolah itu, bapak tidak pernah bicara sepatah kata pun tentang kasus jam tangan itu. Bahkan, tidak ada satu orang pun guru atau murid yang bicara tentang pencurian jam tangan itu."

Setelah menjelaskan panjang-lebar, Asep mengajukan pertanyaan sekaligus pernyataan atas kekagumannya kepada Pak Solihin untuk meyakinkan ingatan bahwa dia-lah murid yang dulu pernah ditolong oleh sang guru. 

"Bapak masih ingat saya, kan? Saya adalah murid bapak. Kisah tadi itu adalah cerita pedih yang akan selalu saya ingat sepanjang hidup. Saya sangat mengagumi bapak. Sejak peristiwa itu saya berubah menjadi orang yang baik dan benar hingga sekarang saya jadi orang sukses. Saya juga mencontoh semua akhlak, sikap, dan perilaku bapak."

Guru yang dikagumi Asep itu pun akhirnya buka suara.

"Sungguh aku tidak mengingatmu, karena pada saat menggeledah itu aku sengaja menutup mata agar tidak mengenalimu. Aku tidak mau merasa kecewa atas perbuatan salah satu muridku. Aku sangat mencintai semua murid-muridku."

Pak Solihin menjelaskan kepada Asep bahwa saat ini sudah sama sekali tidak ada orang suci seperti para Nabi yang ma'shum atau terbebas dari dosa. Sebab yang ada sekarang hanyalah orang-orang yang aib atau keburukannya masih ditutup oleh Allah.

Ia lantas menyampaikan sebuah hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam At-Tirmizi. Disebutkan bahwa Allah akan menutup aib orang yang senantiasa menjaga aib orang selama di dunia. 

ومن ستر على مسلم في الدنيا ستر الله عليه في الدنيا والاخرة

"Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim selama di dunia, Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat."

Setelah mendengar penjelasan Pak Solihin, Asep berkali-kali terisak dan menyeka air mata. Asep merasa haru dan bangga pada keteladanan sang guru. Menurutnya, orang semacam Pak Solihin, saat ini sudah sangat sulit ditemukan.

"Terima kasih, Pak, saya dapat banyak pencerahan dari Bapak. Terima kasih juga karena sudah menutupi Aib saya."

"Iya sama-sama, Sep. Sana kamu makan dulu. Saya pamit pulang, ya. Salam buat teman-temanmu yang lain," kata Pak Solihin, seraya mematikan rokoknya yang sudah pendek dengan diinjak. Ia kemudian berdiri, menyalami Asep, dan berjalan ke luar arena pesta pernikahan. 

Previous Post
Next Post

1 komentar: